Daftar isi
Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia memang bukanlah hal yang biasa. Hal itu dikarenakan terdapat banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang hingga kini masih kita temui seperti candi. Tidak hanya di kawasan Pulau Jawa saja, ternyata di Pulau Sumatera terdapat pula sebuah candi yang cukup tua yakni Candi Muara Takus.
Candi Muara Takus adalah candi peninggalan Buddha yakni Kerajaan Sriwijaya. Candi ini terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jika dari Kota Pekanbaru, candi ini berjarang kurang lebih 135 km.
Nama Candi Muara Takus itu sendiri memiliki asal-usul yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa Candi Muara Takus itu diambil dari nama sebuah sungai kecil yang bermuara di Sungai Kampar. Sungai kecil tersebut bernama Sungai Takus.
Sementara pendapat lainnya mengemukakan bahwa nama Muara Takus itu diambil dari dua kata yakni Muara yang memiliki arti tempat akhir dari aliran sungai atau daerah yang dapat berupa laut atau sungai dengan ukuran lebih besar. Kemudian takus diambil dari bahasa China yang berarti besar, kuil, tua. Jadi, Candi Muara Takus berarti sebuah kuil atau candi tua yang memiliki ukuran besar dan ada di muara sungai.
Bangunan Candi Muara Takus ini terbuat dari perpaduan batu bata dan batu sungai. Batu bata tersebut berasal dari tanah liat yang letaknya cukup jauh dari lokasi pembangunan candi. Batu bata itu diambil dari Desa Ponkai yang jaraknya sekitar 6 km.
Di dalam kawasan Candi Muara Takus, terdapat sebuah gundukan yang dijadikan sebagai tempat untuk membakar tulang manusia. Selain itu, di luar kawasan candi juga terdapat beberapa bekas bangunan yang telah rusak. Nah, di sekitar candi juga ada beberapa candi lainnya seperti Candi Mahligai, Candi Tua, Candi Bungsu serta Candi Palangka.
Adapun beberapa ukuran bangunan Candi Muara Takus beserta bagian-bagiannya yaitu:
Terkait pendirian bangunan Candi Muara Takus masih belum dapat dipastikan. Namun beberapa sejarawan mengemukakan bahwa candi ini sudah dibangun sejak abad ke-4, bahkan ada pula yang mengatakan dibangun pada abad ke-7, abad ke-9 dan abad ke-11.
Dari beberapa perbedaan pendapat tersebut, Candi Muara Takus diperkirakan sudah dibangun sejak masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya dan juga menjadi salah satu peninggalan sekaligus saksi kebesaran dari kerajaan tersebut yakni antara abad ke-4 sampai abad ke-11 Masehi. Dari segi arsitekturnya, banyak yang berpendapat bahwa candi ini merupakan bangunan dengan perpaduan antara Buddha dan Syiwa yang bentuknya menyerupai seperti bangunan candi yang ada di Myanmar.
Agama Hindu dan Buddha memiliki konsep yakni setiap bangunannnya berfungsi untuk tempat beribadah di mana harus mempunyai sumber air yang memang dianggap suci. Air tersebut biasanya digunakan sebagai media dalam upacara atau ritual dalam agamanya. Untuk menjaga kesucian dari air tersebut, pada bagian pusat bangunan atau yang disebut sebagai brahmasthana ini tentunya harus dijaga dan dipelihara dengan baik.
Selain itu, keempat arah mata angin juga wajib dirawat dengan baik sebab di tempat itu dewa penjaga mata angin (Dewa Lokapala) akan menjaga dan melindungi daerah perpaduan antara alam nyata dan alam gaib atau dikenal dengan wastupurumasamandala.
Candi Muara Takus dibangun tentunya terdapat tujuan dan fungsinya tertentu. Adapun fungsi dari candi ini sebagai berikut:
Seperti dengan peninggalan candi lainnya, Candi Muara Takus adalah candi tertua di Pulau Sumatera khususnya Provinsi Riau. Selain itu, candi ini juga memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan tersebut dapat terlihat dari sejarah pembangunan hingga arsitekturnya. Bahkan sampai saat ini, Candi Muara Takus masih terjaga dan terpelihara keutuhannya sehingga pengunjung tetap bisa menikmati keindahan dan mengetahui sejarah-sejarah dari Candi Muara Takus.