Dampak Negatif Perjanjian Renville Bagi Indonesia

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Perjanjian Renville merupakan perjanjian antara Belanda dan Republik Indonesia. perjanjian Renville dilakukan di kapal perang AS yang berlabuh di pelabuhan Djakarta (sekarang Jakarta). Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948 oleh pemerintah Republik Indonesia dan Belanda.

Tokoh yang terlibat dalam perjanjian Renville diantaranya yaitu: Delegasi Belanda yang terdiri dari Dr. P.J. Koets, H.A.I van Vredenburg, Dr. Chr. Soumokil serta satu orang Indonesia yang menjadi utusan Belanda yaitu Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Indonesia yang terdiri dari Dr. Coatik Len, Ali Sastroamijoyo, Nasrun, Amir Syarifudin, Dr. J. Leimena serta H. Agus Salim.

Negosiasi dilakukan di pelabuhan Jakarta dengan partisipasi the Good Offices Committee yang dibentuk oleh PBB. Perjanjian tersebut terdiri dari gencatan senjata yang tepat, 12 prinsip politik yang mengatur prosedur dan sifat negosiasi di masa depan, dan 6 (enam) prinsip tambahan dari the Good Offices Committee.

Berikut beberapa dampak dari adanya perjanjian Renville bagi Indonesia diantaranya yaitu:

1. Gencatan senjata

Perjanjian Renville juga dikenal sebagai perjanjian gencatan senjata yang menegaskan keuntungan teritorial Belanda. Perjanjian Renville memberikan kedaulatan de jure Belanda sampai pembentukan Republik Indonesia Serikat selesai.

Satu-satunya keuntungan Republik Indonesia adalah janji plebisit di bagian Jawa, Madura, dan Sumatra yang diduduki oleh Belanda. Janji tersebut untuk menentukan apakah mereka akan bergabung dengan republik atau menjadi negara bagian yang terpisah.

2. Terjadinya perlawanan berbagai daerah

Terjadinya perlawanan di berbagai daerah salah satunya yaitu peristiwa Madiun. Peristiwa Madiun merupakan upaya yang dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesai) /FDR (Front Demokrasi Rakyat) untuk mengambil alih pemerintahan Republik Indonesia dan menguasai Kota Madiun.

Peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh perjanjian Renville dan program rekonstruksi dan rasionalisasi yang dijalankan oleh kabinet Hatta, sehingga menyebabkan terjadinya ketegangan diantara kalangan TNI, PKI/ FDR dan juga masyarakat. Peristiwa Madiun menelan banyak korban jiwa.

3. Serangan Belanda ke Republik Indonesia

Setelah beberapa bulan dari perjanjian Renville Belanda menyatakan bahwa pihaknya sudah tidak terikat lagi dengan perjanjian tersebut sehingga Belanda melakukan agresi militer II.

4. Terjadinya peristiwa Long March Siliwangi

Peristiwa tersebut membuat para tentara di Jawa Barat harus berpindah ke Jawa Tengah dengan jarak 600 kilometer. Perjalanan para tentara harus ditempuh dengan berbagai macam pengorbanan baik harta benda, air mata dan darah. Banyak yang kelaparan  dan terkena penyakit hingga serangan militer Belanda dan teror pasukan DI/TII.

Syarat-syarat dari perjanjian Renville kurang menguntungkan bagi Republik Indonesia dibandingkan dengan syarat-syarat perjanjian Linggadjati. Akan ada gencatan senjata dan pelepasan pasukan sementara wilayah republik menjadi sangat berkurang.

Pendudukan Belanda dipertahankan di sebagian besar pulau Jawa dan pulau Sumatera, termasuk semua kota pelabuhan dan daerah penghasil minyak. Perjanjian Renville mengakui kedaulatan Belanda atas seluruh Indonesia sampai terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat sebagaimana diatur dalam perjanjian Linggadjati.

Dengan memburuknya situasi di Republik Indonesia membuat Belanda membatalkan Perjanjian Renville pada bulan Desember 1948 dan memulai perang kolonial kedua (1948–1949). Namun, pada tahun 1949 Belanda kembali dipaksa untuk memulai negosiasi (Konferensi Meja Bundar).

fbWhatsappTwitterLinkedIn