Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Dasar atau inti lapisan masyarakat yaitu tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban, dan tanggung jawab individu atau kelompok dalam struktur sosial.
Berikut adalah dasar-dasar yang biasa digunakan untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam stratifikasi sosial, yaitu:
Kekayaan menjadi salah satu kriteria stratifikasi sosial yang dilihat dari aspek ekonomi masyarakat. Stratifikasi sosial berdasarkan aspek ekomoni ini juga disebut dengan kelas sosial. Seseorang yang memiliki kekayaan berlimpah menduduki lapisan atau kelas sosial teratas. Ukuran kekayaan seseorang dapat dilihat dari kepemilikan harta benda, penghasilan yang diperoleh, bentuk rumah, dan cara berpakaian.
Contohnya, masyarakat kapitalis yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas borjuis (pemilik modal) yang menempati lapisan sosial teratas dan kelas proletar (pekerja) menempati lapisan sosial terendah.
Seseorang dapat menduduki lapisan sosial teratas apabila memiliki kekuasaan atau wewenang yang besar. Kekuasaan pada umumnya dapat diperoleh melalui jalur politik. Contohnya yaitu, pemimpin politik, pemimpin partai, dan pemimpin organisasi besar menempati strata sosial teratas. pejabat administratif, kelas-kelas atas dasar keahlian, ahli teknik, petani, nelayan, dan pedagang menempati lapisan menengah. Sementara itu, pekerja dan petani rendahan menempati lapisan bawah.
Anggota masyarakat yang memiliki status sosial lebih terhormat dan disegani oleh masyarakat menempati strata sosial lebih tinggi dibandingkan anggota masyarakat yang tidak memiliki status sosial dalam masyarakat. Status sosial dapat diperoleh melalui keturunan atau karena telah berjasa bagi masyarakat.
Contohnya seperti pemuka agama, tokoh cendikiawan, dan tokoh masyarakat menempati lapisan paling tinggi di masyarakat.
Pada saat ini, ukuran ilmu pengetahuan yang menjadi dasar pelapisan sosial dilihat dari gelar akademik atau profesi yang digeluti, bukan dilihat dari mutu ilmu pengetahuannya. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang diraih seseorang, maka semakin tinggi pula kedudukan yang ditempatinya dalam stratifikasi sosial. Misalnya, lulusan perguruan tinggi seperti S1, S2, dan S3 menempati lapisan teratas.