7 Fakta Negara Ethiopia yang Menarik

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar kata Ethiopia?

Mungkin bukan kesan positif yang akan kita dapatkan, seperti negara miskin di Benua Afrika yang dilanda kekeringan dan kelaparan, hingga perang saudara yang telah merenggut jutaan nyawa dan menghabiskan banyak anggaran negara.

Namun, tahukah Anda, jika di balik hal-hal memilukan tersebut, banyak tersimpan fakta menarik dari negara yang dijuluki sebagai “Tanah 13 Sinar Matahari”.

Dengan populasi yang beragam, Ethiopia digambarkan sebagai salah satu tempat paling memikat karena memiliki pesona tersendiri.

Berikut adalah 7 fakta tentang negara Ethiopia yang mungkin belum Anda ketahui:

  • Spesies Manusia Tertua Ditemukan di Ethiopia

Beberapa temuan arkeolog di wilayah Ethiopia menjadi tanda bahwa negara ini menjadi pusat dimulainya sebuah peradaban dunia.

Pada 24 November 1974, seorang paleoantropologi Amerika Donald Johanson dan geologis Perancis Maurice Taieb, dalam penggaliannya di wilayah Afar menemukan sebuah kerangka hominid yang diperkirakan berusia 3,2 juta tahun.

Spesimen tersebut diklasifikasikan sebagai Austrolopithecus Afarensis, dengan ciri lengan panjang, kaki pendek, dada dan rahang seperti kera, otak kecil, namun memiliki panggul yang mirip dengan manusia. Kerangka ini dijuluki dengan nama “Lucy” karena memiliki kemiripan dengan kerangka tubuh perempuan dan hanya memiliki tinggi sekitar satu meter (3,5 kaki).

Dua dekade berikutnya, tepatnya di tahun 1992, sebuah tim Amerika-Ethiopia yang berbasis di University of California menemukan kembali beberapa potongan fosil yang berumur 1 juta tahun lebih tua dari Lucy.

Dari penggaliannya ditemukan potongan gigi taring berbentuk seperti berlian, berbeda dari gigi taring yang dimiliki spesies kera pada umumnya. Hal ini menandakan makhluk ini berasal dari spesies manusia, bukan kera.

Pada tahun 1994, di tim yang sama menemukan kerangka berumur sekitar 4,4 juta tahun. Spesies ini dinamai Ardhipithecus Ramidus, lebih sering disebut dengan Ardhi.

Patahan tulang yang ditemukan oleh Cendekiawan Ethiopia Yohannes Haile-Selassie memotivasi timnya untuk melakukan pencarian secara intensif yang akhirnya menemukan sekitar 125 keping kerangka, yang disinyalir berjenis kelamin perempuan dengan ukuran otak sekitar 300 sentimeter kubik (seukuran jeruk bali).

  • Tidak Pernah dijajah

Menjadi satu-satunya negara di Benua Afrika yang tidak pernah mengalami kolonialisme. Scramble for Africa (Perebutan Afrika) yang terjadi antara 1881-1914 mengakibatkan gerakan kolonialisasi oleh negara-negara Eropa menyebar luas hampir ke seluruh wilayah Benua Afrika. Sekitar 90% wilayah Afrika takluk di bawah kekuasaan Eropa.

Namun, Ethiopia menjadi satu-satunya negara yang tidak pernah pernah mengalami kolonialisme pada saat itu, meskipun Italia pernah melakukan invasi pada 1895.

Pendudukan Itali di Ethiopia pada 1936-1942, oleh para ahli juga tidak dianggap sebagai gerakan kolonialisme karena tidak berlangsung lama.

Pada 1 Maret 1896, Italia mengalami kekalahan telak atas perlawanan Ethiopia pada Pertempuran Adwa, hingga lahirlah Perjanjian Addis yang menjadi tanda berakhirnya perang dan pengakuan kemerdekaan atas Ethiopia.

Ketiga alasan tersebut antara lain karena adanya struktur pertanian yang sehat, kondisi lingkungan yang strategis dan menguntungkan, serta adanya proses sejarah pembentukan negara yang sudah terjadi selama berabad-abad.

  • Negara Terpadat Kedua di Afrika

Ethiopia menjadi negara dengan populasi tertinggi kedua di Afrika, hampir 1,5% dari populasi dunia.  Berdasarkan elaborasi Worldmeter dari data PBB pada 30 Oktober 2022, populasi Ethiopia diperkirakan sekitar 121.576.180 jiwa.

Jumlah tersebut setara dengan 1.47% dari total populasi dunia, serta menempati urutan ke 12 dalam daftar negara di dunia berdasarkan populasi.

Kepadatan penduduk Ethiopia adalah 115 orang per km² dengan total luas lahan sekitar 1.000.000 km², dan dengan jumlah penduduk sekitar 21.3% yang tinggal di daerah perkotaan.

Seperti kebanyakan negara padat penduduk lainnya, penduduk Ethiopia memiliki tingkat harapan hidup yang rendah. Usia rata-rata di Ethopia adalah 19.5 tahun dan angka harapan hidupnya sekitar 67.81 tahun.

Ethiopia juga menjadi negara dengan jumlah anak yatim terbanyak di dunia. Dari 145 juta lebih anak yatim di seluruh dunia, paling banyak berasal dari Ethiopia. Sekitar tiga belas persen anak-anak Etiopia kehilangan satu atau kedua orang tuanya. Dari jumlah tersebut, seperempat dari orang tuanya meninggal karena epidemi AIDS.

Penyebab dari rendahnya tingkat harapan hidup penduduk Ethiopia adalah karena buruknya sanitasi dan sistem dari fasilitas kesehatan di negara tersebut.

  • Negara Miskin dengan Pertumbuhan yang Luar Biasa

Tahun 2000, Ethiopia menjadi negara termiskin ketiga di dunia, dengan pendapatan perkapita sekitar US$350.

Sedangkan di tahun 2006, menduduki peringkat 170 dari 177 negara termiskin di dunia dalam Indeks Pembangunan Manusia, di mana lebih dari separuh penduduknya berada di bawah garis kemiskinan. Sebuah indeks kemiskinan paling tinggi di dunia.

Karena sememilukannya keadaan Ethiopia, banyak yang mengira negara ini akan ‘selesai’ atau memilih bergabung dengan negara lain.

Bank Dunia mencatat, dari tahun 200 hingga 2018, Ethiopia menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat ketiga di antara negara-negara dengan penduduk 10 juta jiwa.

Tahun 2011, tingkat kemiskinan turun menjadi 31% dan diperkirakan akan terus mengalami kenaikan kecepatan pada pendapatan per kapita sebesar 6,2% di tahun 2022.

  • Memiliki Sistem Penanggalan dan Penghitungan Waktu Sendiri

Berbeda dengan kebanyakan masyarakat dunia yang menggunakan Gregorian Calender, negara Ethiopia memiliki sistem penanggalannya sendiri, yaitu Coptic Calender, di mana dalam satu tahun terdapat 13 bulan.

Pembagian dalam Coptic Calender adalah di mana 3 bulan tersebut dibagi menjadi 12 bulan dan masing-masing bulan terdiri dari 30 hari. Sedangkan bulan ke-13 terdiri dari 5 hari (dalam tahun kabisat terdapat 6 hari).

Dalam perhitungan dan penyebutan waktu, Ethiopia juga memiliki sistem tersendiri dan berbeda dengan praktik internasional.

Jika di sistem kalender Gregorian pergantian hari dimulai dari pukul 00.00 dini hari, Ethiopia dimulai dari pukul 06.00 pagi (fajar). Dengan demikian, orang Ethiopia menyebut pukul 06.00 pagi dengan pukul 00.00, karena fajar merupakan awal hari bagi penduduk Ethiopia.

Selain itu, dikarenakan Ethiopia mengenal penyebutan waktu hanya 12 jam, maka jika waktu telah lebih dari pukul 12.00, penyebutan kembali lagi menjadi pukul 01.00.

  • Lebih dari 200 Dialek Dituturkan oleh Penduduk Ethiopia.

Amharik adalah bahasa nasional Ethiopia. Namun, terdapat sekitar 82 bahasa berbeda yang dituturkan oleh berbagai etnis di Ethiopia. Serta masih ada lebih dari 200 dialek yang digunakan oleh 120 juta penduduk Ethiopia.

Semua bahasa dan dialek berada di bawah satu konstitusi dan diakui oleh negara. Dari banyaknya bahasa dan dialek, ada empat bahasa yang  paling banyak digunakan, yaitu Amharik, Oromo, Somali dan Tigrinya

Bahasa Amharik dan Oromo merupakan bahasa yang paling banyak digunakan, terutama ketika bekerja. Sedangkan bahasa Somali lebih dominan digunakan oleh penduduk wilayah Ogaden dan Hawd.

Bahasa Tigrinya merupakan bahasa yang umum dituturkan oleh penduduk Eritrea dan wilayah Tigray Ethiopia Utara.

  • Negara dengan Banyak Festival dan Perayaan

Bisa dikatakan Ethiopia adalah negara yang merayakan berbagai festival sepanjang tahun. Perayaan-perayaan ini tidak hanya berwarna-warni namun juga berlangsung semarak dan penuh semangat. Sebagian besar bersifat keagamaan dan bisa berlangsung selama beberapa hari.

Di Ethiopia, Natal disebut dengan Genna atau Ledet yang jatuh pada tanggal 29 Desember waktu dan tanggal Ethiopia (7 Januari di kalender Gregorian). Orang-orang akan berdandan dan mengenakan pakaian terbaik mereka.

Sebelum merayakan Genna, penduduk Ethiopia melakukan puasa selama 43 hari sebelumnya yang dikenal dengan Tsome Gehad, yang bertujuan untuk membersihkan jiwa dan raga sebagai persiapan menyambut kelahiran Kristus.

Salah satu perayaan terbesar Ethiopia adalah Timket, yaitu sebuah festival tahunan yang berlangsung selama tiga hari bertujuan untuk menghormati pembaptisan Yesus Kristus oleh Yohanes di sungai Yordan.

Timket biasanya dirayakan dua minggu setelah Genna, yaitu pada 11 Januari dalam kalender Ethiopia (19 Januari di kalender Gregorian).

Malam Timket disebut dengan Ketera. Pada malam itu, para pendeta memindahkan Tabot (replika Tabut Perjanjian) dari masing-masing gereja dan berbaris menuju sumber air terdekat untuk melakukan baptis komunal.

Arak-arakan diiringi oleh ribuan penduduk setempat yang mengenakan pakaian adat berwarna putih kontras dengan warna jubah upacara dan payung beludru berpayet para pendeta.

fbWhatsappTwitterLinkedIn