4 Jenis Kemiskinan dalam Sosiologi

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kehidupan sosial antar manusia baik secara individu maupun kelompok yang meliputi sistem sosial, interaksi, dan perilaku seluruhnya masuk dalam kajian ilmu sosiologi yang selama ini kita pelajari. Dari seluruh pembahasan yang ada dalam ilmu sosiologi, kemiskinan yang memiliki dampak besar secara negatif bagi kehidupan sosial masyarakat tentu tetap perlu menjadi perhatian.

Kemiskinan adalah masalah di negara manapun, baik itu negara maju maupun yang sedang berkembang. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang belum bisa terlepas dari angka kemiskinan yang tinggi.

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia per tahun 2023 mencapai hampir 26 juta orang walau sempat terjadi penurunan angka pada tahun 2022 sebanyak 0,46 juta orang. Dan provinsi termiskin di Indonesia menurut laporan data BPS adalah Papua.

Kemiskinan secara umum dikenal dengan definisi seseorang atau suatu kelompok yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar atau pokoknya sehari-hari. Masalah ini mengakibatkan banyak hal negatif dalam berbagai aspek kehidupan.

Seperti peningkatan angka kematian karena kelaparan, konflik di masyarakat, kriminalitas, kesehatan buruk, hingga putus sekolah dan pengangguran. Tak banyak yang memahami bahwa kemiskinan adalah satu kata dengan makna dan contoh yang luas sehingga masih terbagi lagi menjadi beberapa jenis/tipe.

Berikut ini merupakan keempat jenis kemiskinan dalam sosiologi yang jarang diketahui berdasarkan buku berjudul “Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin” karya Ali Khomsan (2015).

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah jenis kemiskinan yang menggambarkan kehidupan individu atau kelompok yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari. Penyebab ketidakmampuan tersebut adalah faktor pendapatan yang sangat kurang sehingga kebutuhan standar atau primernya tidak terpenuhi dengan baik.

Kebutuhan standar atau primer yang dimaksud meliputi pakaian, makanan dan rumah (sandang, pangan dan papan). Istilah untuk kondisi tersebut adalah berada di bawah garis kemiskinan sehingga sekalipun bekerja dan berpendapatan, penghasilan yang diperoleh tetap tidak cukup untuk menyejahterakan diri sendiri maupun keluarga atau kelompoknya.

2. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah jenis kemiskinan lainnya yang ada dalam ilmu sosiologi. Kemiskinan tipe ini membuat masyarakat di suatu negara atau wilayah tidak mampu memanfaatkan atau mengakses sumber daya yang sebenarnya tersedia secara “gratis” karena kondisi tertentu.

Kemiskinan struktural juga bersifat diskriminatif, salah satu contohnya adalah ketika pemerintah memutuskan menggusur lahan tempat tinggal warga di suatu daerah tertentu. Warga yang lahannya sudah digusur tidak lagi memiliki tempat untuk dihuni yang bahkan seringkali disertai juga dengan kehilangan pekerjaan.

Ketidakmampuan masyarakat dalam penggunaan sumber daya juga dapat disebabkan oleh investor asing yang menguasainya. Selain itu, penumpukan hutang luar negeri suatu negara juga membuat rakyat yang harus menelan imbasnya dan hidup sengsara alih-alih menjadi sejahtera.

3. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah jenis kemiskinan dalam sosiologi yang menggambarkan adanya ketidakmerataan kebijakan pembangunan oleh pemerintah. Sebagai dampaknya, ada sebagian golongan masyarakat yang tidak dapat merasakan hasil dari pembangunan tersebut.

Kemiskinan relatif juga dapat dikaitkan dengan kesenjangan sosial karena jangkauan pembangunan yang tidak sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Ketika hal tersebut terjadi, beberapa daerah menetapkan pendapatan minimum lebih tinggi, namun di daerah lainnya memiliki ketetapan pendapatan minimum yang lebih rendah.

Salah satu contoh kemiskinan relatif adalah saat kondisi individu atau kelompok tetap miskin walau sudah melebihi batas garis kemiskinan. Dalam relativitas ini, seseorang yang bahkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik sehari-hari belum tentu tidak dianggap miskin.

Otomatis dengan adanya kemiskinan relatif, perbandingan pun akan selalu ada. Seperti misalnya, penghasilan A lebih tinggi daripada B sehingga A dianggap lebih kaya dan B dianggap lebih miskin, sekalipun B sudah termasuk lebih dari mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.

4. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural pada dasarnya merupakan jenis kemiskinan yang menggambarkan gaya hidup atau kebiasaan individu atau suatu kelompok. Dari kebiasaan dan gaya hidup tertentu itu, kemiskinan menjadi suatu budaya.

Kemiskinan kultural adalah jenis kemiskinan yang dapat terjadi karena kemalasan seseorang atau kelompok. Ketidakmandirian, rasa rendah diri atau minder, gampang menyerang, serta etos kerja rendah adalah beberapa faktor dibalik keberadaan kemiskinan kultural.

Tidak hanya itu, contoh lain faktor peningkat risiko kemiskinan kultural adalah hobi menghabiskan uang untuk hal-hal tidak berguna atau cenderung pada kebutuhan tersier. Sebagian masyarakat pun ada yang hanya mengandalkan harta warisan orang tua sehingga pada akhirnya tidak mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Bukan hal baru pula ketika ada golongan masyarakat yang lebih suka mendapat bantuan sosial dari pemerintah alih-alih berusaha dengan kerja kerasnya sendiri untuk memperoleh penghasilan. Bahkan tidak sedikit pula yang memilih jalan pintas untuk kaya dan sukses namun berujung pada kehidupan yang lebih terpuruk (seperti hidup dari mencuri).

Dari jenis-jenis kemiskinan dalam sosiologi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak hanya dapat terjadi karena kurangnya lapangan kerja maupun harga kebutuhan pokok yang semakin melambung.

fbWhatsappTwitterLinkedIn