Daftar isi
Mochtar Lubis adalah sastrawan Indonesia kelahiran Padang, 7 Maret 1922 dan wafat di Jakarta, 2 Juli 2004 bertika Mochtar berusia 82 tahun. Mochtar salah satu jurnalis dan penulis pendiri Kantor Berita Antara, harian Indonesia Raya dan majalah sastra Horizon. Mochtar sempat dipenjarakan selama enam tahun ketika pemerintahan Soekarno. Selama dipenjara ia menuangkan pemikirannya dalam sebuah buku catatan. menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).
Beberapa karya novelnya diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Bersama beberapa kawan cendikiawannya, Mochtar mendirikan penerbit buku bernama Yayasan Obor Indonesia. Mochtar pernah menulis pidato kebudayaan yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh yayasannya sendiri. Namun tulisan ini mendapat pro kontra yang cukup keras dari masyarakat luas. Hal ini karena tulisannya ini mengungkapkan stereotip negatif karakter manusia Indonesia.
Karya-karya Mochtar meraih berbagai penghargaan seperti Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956, hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K, Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979 dan menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992). Berikut pembahasan mengenai beberapa karya Mochtar Lubis.
Tidak Ada Esok adalah novel dengan ketebalan kurang lebih 226 halaman. Novel ini merupakan novel yang mengangkat tema perjuangan dan percintaan. Mochtar menuliskan latar tempat dengan sangat rinci pada novel ini. Novel menceritakan kehidupan tokoh utama bernama Johan. Johan merupakan prajurit ketika masa penjajahan Jepang, hingga Indonesia merdeka. Dalam novel juga diceritakan mengenai pertemuan Johan dengan seorang wanita dan kemudian jatuh cinta.
Novel ini merupakan salah satu novel yang baik bahkan untuk dibaca pada jaman ini. Hal ini dikarenakan dalam novel ini juga menceritakan mengenai sejarah Bangsa Indonesia. Namun gambaran perwatakan tokoh dalan novel ini tidak dilakukan serinci penggambaran latar tempat.
Novel yang diterbitkan oleh Balai Pustaka ini dikatakan sebagai novel terbaik karya Mochtar Lubis. Tokoh utama novel ini ialah guru Isa, seorang guru pada masa perang kemerdekaan membantu para gerilyawan namun hidup dalam ketakutan. Guru Isa adalah sosok guru yang dihormati masyarakat dan menggemari musik serta sepak bola. Guru Isa menikahi seorang gadis bernama Fatimah.
Karena pendudukan Jepang dan perang untuk meraih kemerdekaan, guru Isa yang hidup dalam ketakutan mulai mengalami suatu penyakit dan ia sebisa mungkin menghindari dirinya dari konflik. Guru Isa kemudian berkerja sama dengan seorang kawan bernama Hazil agar dapat membantu menyukseskan gerakan gerilya. Guru Isa menahan setiap siksaan hingga ia jengah dan sembuh dari penyakitnya.
Berbeda dengan guru Isa, Hazil tidak tahan dan membocorkan tempat persembunyiin para gerilya karena tidak tahan siksaan Belanda. Diceritakan juga bahwa Hazil sempat menjalani perselingkuhan dengan istri guru Isa yaitu Fatima.
Novel ini diterjemahkan ke Bahasa Inggris (A Road with no End) pada tahun 1968 oleh A.H. Johns dan dalam Bahasa Mandarin tahun 1988. Hingga kini, novel ini masih sering menjadi bahan untuk tesis dan disertasi.
Novel ini mengisahkan tentang tujuh orang pengumpul damar yang diserang oleh seekor harimau. Ketujuh orang ini memiliki karakter dan peranan yan berbeda-beda. Mereka menginap di sebuah rumah di dalam hutan milik kenalan mereka yang tinggal bersama istrinya yang masih muda dan cantik. Salah seorang dari pemuda pengumpul damar itupun terbawa perasaan dengan istri pemilik pondok. Ketika damar yang mereka kumpulkan dirasa sudah cukup, mereka hendak pulang ke desanya.
Namun ketika akan pulang dan berburu, salah satu dari mereka diserang oleh harimau. Tokoh tertua dalam kelompok itu mengatakan jika harimau itu adalah kiriman Tuhan agar mereka mau mengakui dosa-dosa. Namun akhirnya lima dari tujuh orang tersebut meninggal.
Novel ini ditulis oleh Mochtar di penjara Madiun. Novel ini mendapat pujian dan penghargaan Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama (1975) karena pesan moralnya. Dan tahun 1979 menerima penghargaan dari Yayasan Jaya Raya.
Manusia Indonesia merupakan pidato kebudayaan Moctar Lubis yang dibacakan di Taman Ismail Marzuki yang kemudian diterbirkan menjadi sebuah buku. Pidato ini menimbulkan pendapat pro dan kontra karena pidato ini menyebutkan enam sifat manusia menurut pandangan Mochtar. Keenam sifat yang dijelaskan dalam Manusia Indonesia ini ialah kemunafikan, keengan dan keseganan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan, percaya pada takhayul, bersifat dan berperilaku feudal, artistik dan berbakat seni serta memiliki karakter yang lemah.
Novel ini mengisahkan keluarga Raden Kaslan dan orang-orang partainya. Keluarga Kaslan sudah termasuk dalam keluarga yang berkecukupan dalam materi dan memiliki pekerjaan yang baik. Namun sifat tamak dan rakus manusia jelas tergambar dalam keluarga itu. Kaslan mendirikan perusahaan fiktir dengan istri dan anaknya sebagai pejabat tinggi perusahaan tersebut. Dan tidak lupa beberapa orang dari partainya juga. Perjalanan awal menghasilkan keuntungan besar sehingga membuat hidup mereka berlimpah kemewahan.
Berbeda 180 derajat dengan kehidupan keluarga pak Iji dan Neneng, yang harus berjuang untuk bertahan hidup bahkan rela menjadi pelacur karena tidak sanggup menahan lapar.
Kejayaan perusahaan fiktif keluarga Kaslan tidak bertahan lama karena kebenaran perusahaan itu terbongkar. Kaslan dan beberapa rekannya tertangkap, sedangkan anak tunggalnya meninggal kecelakaan ketika ingin melarikan diri.