Daftar isi
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Setiap manusia tentu mempunyai hak untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Supaya kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka butuh adanya beberapa usaha yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan mewujudkan ketahanan pangan.
Dalam buku yang ditulis oleh Sitawati, Euis Elih dan Dewi Ratih yang berjudul ‘Farming untuk Ketahanan Pangan” menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara hingga individu. FAO juga telah mengemukakan ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman serta bergizi sesuai dengan kebutuhan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat.
Pengertian ketahanan pangan juga telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan yakni kondii terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk bisa hidup sehat, aktif serta produktif secara berkelanjutan.
Dapat disimpulkan, bahwa ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan juga kemampuan seseorang untuk mendapatkannya. Sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan telah mempunyai ketahanan pangan apabila seluruh anggota keluarganya tidak berada dalam keadaa kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan.
Sejarah ketahanan pangan sudah ada sejak 10.000 tahun yang lalu. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan inilah sehingga menjadi sebuah sejarah. Sejak 10.000 tahun silam, lumbung atau bangunan untuk penyimpanan padi sudah digunakan di negara Tiongkok dengan kekuasaan penggunannya berada di pusat peradaban di Tiongkok Kuno dan Mesir kuno.
Mereka kemudian menyuplai pangan ketika terjadi peristiwa kelaparan. Akan tetapi ketahanan pangan tersebut hanya dipahami pada tingkat nasional dengan pengertian bahwa negara akan aman secara pangan apabila produksinya meningkat dalam memenuhi jumlah permintaan dan kestabilan harga. Akhirnya definisi mengenai ketahanan pangan diresmikan pada tahun 1966 di World Food Summit di mana menekankan ketahanan pangan pada individu bukan negara.
Ukuran ketahanan pangan ini mencakup berbagai tingkatan yaitu:
Global, nasional dan regional
Dalam tingkat wilayah global, nasional dan regional, pengukuran ketahanan pangan bisa menggunakan beberapa indikator seperti:
Rumah tangga dan individu
Dapat dilihat melalui akses fisik dan ekonomi terhadap pangan. Akses fisik ini ditentukan oleh adanya ketersediaan dan distribusi pangan. Sementara akses ekonomi ditentukan oleh daya beli dan juga pendapatan.
World Health Organization (WHO) dan FAO telah menyebutkan empat pilar ketahanan pangan. Adapun empat pilar ketahanan pangan antara lain:
Ketersediaan pangan merupakan kemampuan dalam mempunyai sejumlah pangan yang cukup untuk dijadikan sebagai kebutuhan dasar. Ketersediaan pangan ini berkaitan dengan suplai pangan yang melalui produksi, distribusi dan pertukaran. Adapun produksi pangan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
Produksi tanaman pertanian bukan suatu kebutuhan mutlak bagi negara untuk mencapai ketahanan pangan. Contohnya yaitu negara Jepang dan Singapura di mana kedua negara tersebut tidak mempunyai SDA alam untuk produksi pangan akan tetapi mampu mencapai ketahanan pangan.
Akses pangan merupakan kemampuan dalam mempunyai sumber daya baik secara ekonomi ataupun fisik untuk memperoleh bahan pangan yang bernutrisi. Bahkan PBB telah menyatakan bahwa penyebab terjadinya kelaparan dan malagizi berasal dari ketidakmampuan akses pangan (kemiskinan) bukan dari kelangkaan bahan pangan.
Akses pangan ini dibedakan lagi menjadi dua macam yakni:
Pemanfaatan pangan merupakan kemampuan memanfaatkan bahan pangan dengan benar. Keamanan pangan sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan pangan dan juga bisa dipengaruhi dengan cara penyiapan, proses serta kemampuan memasak di suatu rumah tangga.
Stabilitas pangan adalah taraf tertinggi dari tingkatan kepemilikan pangan. Adapun urutan tingatkatan mulai dari terendah hingga tertinggi yakni ketahanan pangan, kemandirian pangan dan stabilitas pangan. Stabilitas pangan ini mengacu kepada kemampuan individu dalam memperoleh bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan bisa berlangsung secara transisi, musiman bahkan kronis.
Berdasarkan pengukuran di atas, strategi yang perlu dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan adalah dengan menggunakan dua pendekatan yakni ketersediaan pangan dan kepemilikan. Sementara pendekatan batu yang dipakai untuk ketahanan pangan secara berkelanjutan didasarkan kepada empat aspek yakni:
Terdapat empat masalah ketahanan pangan yang perlu diatasi sebagai berikut:
Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI) secara keseluruhan bahwa kondisi ketahanan pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan. Hal itu dibuktikan bahwa pada tahun 2016 Indonesia berada di peringkat ke-71 dan di tahun 2019 meningkan di peringkat ke-62. Kementerian Pertanian mengemukakan bahwa kenaikan angka ketahanan pangan di Indonesia karena dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu keterjangkauan, ketersediaan serta kualitas dan keamanan.
Dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mendapatkannya. Untuk mencapai ketahanan pangan maka harus mengatasi terlebih dahulu masalah-masalah yang ada salah satunya adalah ketidakseimbangan produksi lahan antar wilayahnya.