Kritik Sastra Cerpen Maling

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Cerpen, merupakan kepanjangan dari Cerita Pendek. Bagi penggemar cerita, termasuk didalamnya adalah cerpen, pasti pernah mengindentifikasi unsur intrinsiknya, tidak hanya alur cerita saja.

Dan berikut ini adalah unsur intrinsik dari Cerpen Maling karya Lidya Kartika Dewi.

1. Alur

Alur merupakan rangkaian cerita yang dibangun berdasarkan tahapan – tahapan kejadian sehingga menjalakan sesuatu cerita yang didatangkan oleh para pelakon dalam sesuatu cerita. Bersumber pada lapisan periode waktu, alur bisa dibedakan jadi alur konvensional serta alur nonkonvensional.

Sebuah cerpen bisa dikatakan mempunyai alur konvensional bila waktu dalam bercerita berentetan dari periode awal hingga periode akhir. Sedangkan itu, cerita dikatakan mempunyai alur nonkonvensional bila periode- periode dalam cerita tidak berentetan.

Cerpen bertajuk” Maling” memakai alur nonkonvensional. Dalam cerpen tersebut, terjalin kilas balik yang menunjukkan cerminan masa yang telah terjadi dari kehidupan keluarga Pak Cokro. Perihal tersebut bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Dahulu, saat sebelum rumahnya direnovasi, Pak Cokro serta istrinya sangat ramah serta melindungi ikatan baik dengan para tetangganya, terlebih dengan keluarga Bu Marni yang rumahnya persis di depan rumah Pak Cokro. Begitu dekatnya ikatan bertetangga itu sehingga mereka telah semacam kerabat. Apabila memiliki kelebihan santapan, Pak Cokro senantiasa menyuruh istrinya membaginya pada Bu Marni.” Kasihan. Bu Marni telah janda lagi, 4 anaknya masih kecil- kecil,” katanya.

Sehabis bagian yang menampilkan kehidupan masa yang telah terjadi pada keluarga Pak Cokro tersebut, alur bergerak secara konvensional sebab tidak terdapat lompatan waktu ke masa yang akan datang lagi.

2. Penokohan

Dalam suatu cerpen, tokoh dibedakan jadi tokoh utama serta tokoh pendukung. Tokoh utama merupakan kedudukan inti yang sangat berarti dalam suatu cerita.

Ada pula tokoh pendukung merupakan tokoh yang memenuhi keberadaan tokoh utama. Walaupun tokoh pendukung kerap dikatakan selaku tokoh yang tidak berarti, sesungguhnya tokoh pendukunglah yang menyokong keberadaan tokoh utama.

Guna memastikan mana yang tokoh utama atau tokoh pendukung, bisa ditetapkan dengan mengamati hal- hal sebagai berikut ;

  1. Memandang kuantitas kemunculan tokoh tersebut dalam cerpen.
  2. Memerhatikan petunjuk yang diberikan oleh pengarang lewat pendapat pengarang.

Dalam cerpen” Maling”, tokoh utamanya merupakan Pak Cokro serta Bu Marni. Kedua tokoh ini memegang peranan sentral. Pak Cokro ditafsirkan selaku seseorang OKB (orang kaya baru) yang angkuh serta sombong semenjak jadi kaya.

Sedangkan Bu Marni ditafsirkan selaku orang miskin yang berbesar hati, tetapi jengkel pula memandang tingkah Pak Cokro, tetangganya.

Kemunculan kedua tokoh tersebut menimbulkan bermacam nilai kemanusiaan saat ini, dapatkah Kamu mengatakan tokoh pendukung dalam cerpen tersebut? Jangan lupa ingatlah pula guna keberadaan tokoh tersebut di dalam cerita.

3. Latar

Latar ialah salah satu faktor aksesoris isi cerita yang tidak dapat dipisahkan dari analisis aspek tekstual karya sastra. Begitu pula dalam cerpen, latar mempunyai peranan yang sangat berarti dalam membangun cerita secara utuh.

Latar ialah salah satu faktor aksesoris isi cerita. Latar ataupun setting mengacu pada penafsiran tempat, ikatan waktu, serta area sosial tempat terbentuknya peristiwa – peristiwa yang dikisahkan.

Latar membagikan pijakan cerita secara konkret serta jelas. Perihal ini berarti untuk membagikan kesan nyata pada pembaca, menghasilkan atmosfer tertentu yang seolah – olah serius juga sekaligus bertautan.

Latar bisa dipecah jadi 2 tipe, ialah latar tempat serta latar waktu. Latar tempat ialah bentukan posisi masing- masing kejadian terjalin, sebaliknya latar waktu ialah bentukan waktunya.

Dalam cerpen” Maling”, latar tempat yang digunakan merupakan di dekat tempat tinggal Pak Cokro serta Bu Marni. Perihal ini bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Tetapi, sore itu telinga Bu Marni memanas. Motor bebek yang biasa dipakai Hendi, anak Pak Cokro yang kedua, lenyap. Mengenali perihal itu, dengan membuka pintu pagar depan rumahnya lebar- lebar, Pak Cokro yang baru kembali kerja langsung berteriak- teriak. ”

Sedangkan, latar waktu yang digunakan merupakan sore serta pagi hari. Perihal tersebut bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Akhir- akhir ini, sore hari, kerap kali pintu pagar depan rumah Pak Cokro dibuka lebar- lebar. Serta, setiap kali secara tidak terencana Bu Marni memandang Pak Cokro tengah duduk melamun. Awal mulanya Bu Marni menebak Pak Cokro keletihan sehabis seharian bekerja. Tetapi, belum lama Bu Marni mulai curiga, kala ramai ditayangkan di sebagian stasiun Televisi, kalau di kementerian tempat Pak Cokro bekerja sudah terbongkar suatu kejadian berupa mega korupsi

” Hingga kala sore itu pintu pagar depan rumah Pak Cokro terbuka lebar serta nampak Pak Cokro tengah duduk melamun, Bu Marni langsung mengatakan dengan suara keras, menyongsong Sekar, anaknya yang awal yang baru kembali dari mengaji di rumah Ustadzah Yoyoh. “

Juga terdapat dalam kutipan berikut.

” Hari masih pagi. Masih sangat pagi. Matahari masih malu- malu bersinar dari ufuk timur. Tumbuhan jambu air yang daunnya lebat serta buahnya rimbun yang berkembang di taman depan rumah Bu Marni masih nampak fresh, sebab masih digayuti embun. Serta, Bu Marni tengah padat jadwal menyapu taman depan rumahnya yang dikotori daun- dauan jambu air yang gugur, dikala terdengar suara berikan salam.”

Hal-hal yang telah disebutkan diatas, ialah unsur-unsur instrinsik yang ada di cerpen Maling. Adapun kritik dan nasihat yang disampaikan dalam cerita tersebut ialah, Maling tidak hanya bisa ditemukan secara langsung, namun menjadi maling juga dapat dilakukan semua orang yang tidak memiliki keimanan dan kesadaran tinggi. Maling bahkan bisa dilakukan oleh para pejabat yaitu korupsi yang kian marak terjadi di masyarakat saat ini.

Tidak hanya karya Lidya Kartika Dewi saja, sejumlah cerpen karya sastra yang sudah banyak ditemukan di beberapa buku seperti misalnya karya Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari dan Mochtar Lubis. Mereka-para pengarang, menunjukkan kritikan pada sejumlah kejadian yang tengah terjadi di Indonesia saat ini.

Kritik yang terdapat di dalam karya sastra dapat bersifat sebatas mengangkat sebuah masalah ke permukaan ataupun disertai dengan jalan keluar yang bersifat subyektif. Salah satu tema yang banyak digunakan dalam karya sastra Indonesia zaman sekarang adalah perlawanan terhadap kepemimpinan yang dinilai tidak beres.

Kritik dalam kaitannya dengan tema tersebut bertujuan untuk menggugah nurani masyarakat dalam menyikapi ketidakberesan-ketidakberesan yang dilakukan para penguasa.

fbWhatsappTwitterLinkedIn