Novel Negeri 5 Menara merupakan novel pertama dari Trilogi Negeri 5 Menara yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, seorang penulis asal Maninjau, Sumatera Barat. Novel Negeri 5 Menara diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 2009 dengan tebal 423 halaman.
Novel Negeri 5 Menara sendiri mengisahkan tentang seorang anak MTSN yang dipaksa oleh orang tuanya untuk masuk ke pondok pesantren. Di pondok, sebagaimana semua santri yang lainnya, ia harus mengikuti berbagai aturan dan kewajiban di pondok. Diantara bentuk hukuman bagi pelanggar aturan di pondok tersebut adalah harus mencari kesalahan orang lain untuk kemudian dicatat dalam sebuah kartu khusus. Alif Fikri, nama anak dalam novel ini yang karena terlambat datang ke masjid dengan 5 temannya yang lain, ia pun harus menjadi jasus atau mata-mata di pondok.
Mengikuti kisah Alif Fikri dalam novel ini membuat pembaca mengetahui bahwa hidup di pondok tidaklah semonoton yang dipikirkan banyak orang. Belajar di pondok tidak hanya sebatas belajar agama dan menghafal Al-Qu’an saja, tetapi juga penerapan kehidupan sehari-hari dan bahkan tetap bisa menyalurkan hobi.
Amanat yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini adalah keharusan bagi seseorang untuk bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk meraih impian dan kesuksesan. Namun, dibalik itu semua tentunya diperlukan pula do’a dari orang tua.
Diantara kelebihan dari Novel Negeri 5 Menara ini adalah bahasa yang digunakannya cukup mudah dicerna dan tidak menimbulkan kebingungan pada pembaca. Selain itu, untuk memudahkan pembaca dalam memahami seluk beluk di dalam Pondok Madani disertakan pula sketsa denah tata letak gedung di dalam pondok.
Penggambaran yang sangat detail dalam novel ini membuat membacanya seperti sedang menikmati laporan jurnalistrik, terlebih beberapa nama tempat dan fakta dalam novel ini yang dikatakan sama seperti aslinya.
Novel Negeri 5 Menara juga sangat cocok dibaca oleh para orang tua untuk menjadi panduan memasukkan putra-putri nya dalam melanjutkan sekolah ke tingkat lebih tinggi, bahwa pesantren bisa juga menjadi pilihan yang baik untuk anaknya. Novel ini juga bisa mengubah cara pandang pembaca mengenai pendidikan pesantren. Bahwa ternyata di pesantren itu tidaklah terbatas belajar mengenai ilmu agama semata.
Bagi para pelajar yang sedang menimba ilmu novel ini juga bisa menjadi alternatif bacaan yang memotivasi, terlebih di dalamnya tersimpan banyak tips dan trik untuk menghadapi ujian.
Sementara itu, kelemahan novel ini adalah kurangnya dinamika dalam cerita dimana klimaks cerita yang disajikan oleh penulis kurang terasa maksimal dan terkesan datar saja. hal ini dimungkinkan karena kisah dalam novel ini yang memang berdasarkan kisah nyata dari penulis sehingga tidak ingin dilebih-lebihkannya.
Selain itu, novel Negeri 5 Menara yang terbit setelah Laskar Pelangi menimbulkan kesan “mengekor”, terlebih tema dan nilai dari kedua novel ini hampir sama.
Pada akhirnya, membaca novel Negeri 5 Menara ini akan membawa pembaca untuk lebih mengenali sisi lain dari pondok pesantren yang sebenarnya. Novel ini juga menampilkan sisi-sisi manusiawi yang sering kita rasakan dan juga menawarkan solusi yang mungkin bisa mejadi inspirasi bagi pembaca. Selain itu pesan yang ingin disampaikan, yang terangkum lewat sebuah pepatan arab ‘Man Jadda Wajada’ yang berarti, “siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses” tentu saja bisa menjadi pedoman bagi setiap orang yang ingin mengejar impiannya.