Daftar isi
Etos kerja merupakan salah satu hal yang penting bagi masyarakat di sebuah negara. Etos kerja menandakan cerminan kualitas sumber daya suatu negara. Semakin baik etos kerja yang dimiliki, maka semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya.
Hal ini pun berlaku sebaliknya. Selain itu, etos kerja juga menjadi suatu tolak ukur bagi kesuksesan kegiatan ekonomi suatu negara. Biasanya negara yang memiliki pendapatan ekonomi tinggi, akan memiliki etos kerja yang tinggi pula.
Hal ini dikarenakan etos kerja dapat diartikan sebagai semangat kerja seseorang. Dapat dibayangkan seseorang yang rajin, disiplin tentunya akan lebih dekat dengan kesuksesan. Sebaliknya seseorang yang malas, tidak disiplin akan membuat pekerjaan berantakan sehingga cenderung lebih jauh dari kesuksesan.
Terdapat sejumlah negara yang terkenal dengan etos kerjanya yang tinggi. Bahkan sebagian besar negara-negara tersebut memiliki pendapatan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwasanya etos kerja dengan peningkatan ekonomi berbanding lurus.
Berikut negara yang memiliki etos kerja yang tinggi.
Tidak diragukan lagi, Jepang memiliki etos kerja yang tinggi. Masyarakat dari negeri sakura ini bahkan cenderung memilih banyak waktu untuk bekerja dibandingkan untuk bersantai. Bahkan menurut hasil survei dari Ipsos Global dan Reuters, masyarakat Jepang jarang sekali mengambil jatah cutinya.
Sekalipun mengambil jatah cuti tersebut, mereka tetap akan menggunakannya untuk bekerja. Tak heran, pertumbuhan ekonomi di negara ini begitu pesat. Jepang menduduki urutan pertama sebagai negara yang gila kerja. Bahkan sebanyak 67% masyarakatnya memilih bekerja saat hari libur.
Sisanya memilih untuk menghabiskan waktu untuk bersantai ketika libur tiba. Padahal, pemerintah telah menetapkan sebanyak 16 hari libur nasional setiap tahunnya. Namun, mereka lebih banyak yang memilih untuk bekerja dibandingkan bersantai. Rata-rata masyarakat Jepang menghabiskan 1.714 jam per tahunnya untuk bekerja.
Namun, sayangnya, hal ini berdampak buruk bagi kesehatan mental masyarakat Jepang. Lebih memilih banyak waktu untuk bekerja menandakan bahwa kinerja otak akan lebih banyak digunakan. Artinya, mereka jarang sekali menghabiskan waktu untuk menghibur diri.
Padahal, tubuh memerlukan waktu untuk refreshing agar lebih sehat lagi. Selain itu, dengan lebih banyak bekerja, membuat masyarakat Jepang lebih mudah terkena stres akibat beban pekerjaan. Tak heran jika di sana, kasus bunuh diri terjadi di mana-mana.
Sama halnya dengan Jepang, masyarakat Tiongkok juga memiliki etos kerja yang tinggi. Bahkan negara ini menjadi salah satu dengan tingkat kedisiplinan dan keuletan kerja yang tinggi pada masyarakatnya. Masyarakat di sana cenderung lebih menyukai hal-hal yang bisa mencapai target-target yang telah ditentukan sebelumnya.
Alhasil, mereka akan ulet dan disiplin untuk berusaha meraih target-target tersebut. Meskipun berusaha untuk memenuhi targetnya, masyarakat di sana cenderung teliti saat bekerja. Tak heran jika negara ini menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Etos kerja masyarakat yang tinggi ditambah dengan kecanggihan teknologi membuat sektor ekonomi di Tiongkok terus mengalami peningkatan. Pemerintah Tiongkok telah menetapkan sebanyak 11 hari libur setiap tahunnya.
Selain itu perusahaan juga diwajibkan memberikan hari liburnya paling tidak sebanyak 10 hari libur pada setiap tahunnya. Namun, hanya 65% saja masyarakatnya yang menggunakan hari libur. Sisanya, mereka lebih memilih untuk bekerja sekalipun saat hari libur.
Negara yang terkenal dengan boybandnya ini menjadi salah satu negara yang memiliki etos kerja yang tinggi. Bersama dengan Jepang, masyarakat Korea Selatan dikenal sebagai sosok yang pekerja keras di lingkungan Asia. Bahkan sebagian besar masyarakat yang ada di sana lebih memilih banyak waktu untuk bekerja. Sekalipun ketika hari libur, mereka lebih memiliki untuk bekerja.
Etos kerja masyarakat Korea Selatan dapat dilihat dari semangat kerja boyband dan girlbandnya. Selama ini, salah satu hal yang menjadi daya tarik mengidolakan mereka adalah karena semangat kerjanya yang tinggi. Agensi Korea Selatan begitu disiplin dalam menjaga aturan bagi para membernya.
Mereka gemar sekali bekerja bahkan selama beberapa bulan rela mengadakan konser ke beberapa negara yang sangat menguras tenaga itu. Tak jarang, mereka segera terbang dari negara satu ke negara lain setelah selesai mengadakan konser.
Pemerintah Korea Selatan telah menetapkan 15 hari libur nasional. Namun, rata-rata perusahaan di sana memberikan 19 hari libur bagi para karyawannya. Di mana sebanyak 47% masyarakatnya lebih memilih bekerja saat hari libur. Sementara itu, sisanya memilih untuk bersantai saat hari libur.
Amerika Serikat merupakan negara dengan kegiatan ekonomi yang berkembang pesat. Tak heran, hal ini dikarenakan masyarakat di negara ini memiliki tingkat profesionalitas yang tinggi. Mereka akan mengerjakan setiap pekerjaan yang dilakukan dengan penuh totalitas. Terlebih lagi mereka menganggap bahwa apa yang dibebankan kepada mereka menjadi tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan baik.
Namun, sayangnya masyarakat Amerika Serikat terkenal memiliki sisi individualisme yang tinggi. Namun, hal ini bukan berarti mereka tidak mau untuk melakukan pekerjaan secara bersama-sama. Mungkin saja hal ini karena dipengaruhi oleh sisi profesionalisme yang tinggi karena tidak ingin mengecewakan kliennya.
Oleh karena itu, mereka lebih mempercayakan pekerjaan kepada dirinya sendiri. Sebab, hanya diri sendiri yang lebih mudah untuk dikontrol sehingga pekerjaan dapat selesai sesuai harapan.
Pemerintah Amerika Serikat hanya menerapkan 10 hari libur nasional. Meskipun begitu, pemerintah tidak memberikan aturan khusus berapa banyak waktu libur yang harus diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Namun, rata-rata perusahaan di Amerika Serikat menerapkan 15 hari libur bagi para karyawannya. Sebanyak 43% masyarakat lebih memilih bekerja saat hari liburnya. Sedangkan 57% masyarakatnya memilih untuk menghabiskan waktu untuk bersantai saat hari libur.
Swedia menjadi salah satu negara dengan etos kerja yang tinggi. Pemerintah di sana hanya menetapkan 11 hari libur nasional saja. Tentunya jauh berbeda dengan jumlah hari libur nasional di Indonesia. Dari sini saya sudah jelas bahwa masyarakat Swedia cenderung lebih banyak bekerja.
Meskipun telah ditetapkan hari libur, sebanyak 37% masyarakat Swedia lebih memilih bekerja sekalian sedang libur. Sementara itu, 67% lainnya memilih untuk bersantai menghabiskan waktu.
Meskipun terkenal dengan negara yang memiliki etos kerja yang tinggi, angka harapan hidup di Swedia juga begitu tinggi. Hal ini dikarenakan fasilitas publik di sana sangat memadai sehingga para pekerja akan tetap nyaman sekalipun rajin bekerja.
Rata-rata para karyawan di Swedia menghabiskan waktu sebanyak 1.610 jam per tahunnya. Perindustrian yang maju menjadi salah satu alasan masyarakat di Swedia memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini pula disertai dengan pemenuhan hak-hak pekerja yang baik.
India terkenal dengan negara yang memiliki populasi penduduk yang tinggi. Negara ini telah menetapkan 16 hari libur nasional dan memberikan minimum batas libur kepada setiap perusahaan sebanyak 12 hari libur untuk para pekerjanya. Meskipun begitu, pemerintah India tidak memberikan aturan khusus mengenai berapa banyak waktu libur bagi para pekerja yang diberikan oleh perusahaan.
India menjadi salah satu negara dengan etos kerja yang tinggi. Sebanyak 41% masyarakat India memilih tetap bekerja sekalipun hari libur. Sementara itu, 59% lainnya memanfaatkan hari libur tersebut sebagai waktu santai.
Sejalan dengan itu, tingkat pertumbuhan ekonomi di negara ini juga berkembang pesat. Namun, sayangnya populasi penduduk yang tinggi tidak mampu mengimbanginya sehingga masih banyak masyarakatnya yang berada di bawah kemiskinan.
Brazil menjadi salah satu negara yang terkenal dengan etos kerja yang tinggi. Pemerintah Brazil menetapkan 11 hari libur setiap tahunnya. Sementara itu, pemerintah mewajibkan para perusahaan untuk memberikan waktu libur kepada karyawannya sebanyak 30 hari cuti.
Sama halnya dengan India, sebanyak 41% masyarakat Brazil lebih memiliki bekerja ketika hari liburnya. Mereka lebih senang untuk menyelesaikan pekerjaan dibandingkan harus bersantai. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor negara ini disebut sebagai negara dengan etos kerja yang tinggi.
Sebanyak 59% masyarakat di sana memanfaatkan waktu libur mereka untuk bersantai. Hal ini menandakan sekalipun memiliki etos kerja yang tinggi, masyarakat Brazil tidak begitu gila kerja. Masyarakat di sana masih bisa menikmati waktu untuk bersantai. Meskipun begitu, negara ini memiliki tingkat ekonomi yang pesat.
Negara Australia hanya memiliki 8 hari libur nasional. Tidak ada aturan khusus mengenai ketentuan pemberian hari libur oleh perusahaan bagi para karyawannya. Namun, rata-rata para pekerja di Australia menghabiskan waktu sebanyak 1.690 jam per tahunnya untuk bekerja. Di Australia lebih banyak masyarakatnya yang memilih bekerja saat hari libur.
Sebanyak 53% masyarakatnya memilih bekerja saat hari libur. Sementara itu, sebanyak 47% masyarakatnya memilih bersantai saat hari libur. Dengan begitu, sudah jelas terlihat etos kerja masyarakat Australia yang tinggi. Masyarakat Australia terkenal sebagai orang-orang yang menghargai komitmen dan tepat waktu.
Tak heran rasanya jika negara ini memberikan upah yang tinggi kepada pekerjanya. Konon, upah yang diberikan di Australia sebanyak 19,84 dolar Australia (212,770 rupiah) per jam. Itu merupakan standar upah minimun yang wajib diberikan. Hal inilah yang menarik banyak pekerja untuk bekerja di Australia.
Jerman menjadi negara yang memiliki etos kerja yang tinggi. Negara ini terkenal dengan pribadi yang tepat waktu. Mereka menganggap bahwa terlambat merupakan sebuah dosa besar sehingga harus dihindari.
Saat akan mengadakan rapat, mereka telah berkumpul sebelum 5 menit rapat dilaksanakan. Meskipun memiliki etos kerja yang tinggi, masyarakat Jerman terkenal sebagai sosok yang gemar bekerja sama dalam sebuah tim.
Mereka selalu merasa bertanggung jawab atas setiap pekerjaannya. Meskipun begitu, ketika ada pekerjaan yang tidak selesai yang dilakukan oleh seseorang, maka pekerjaan tersebut akan dilemparkan ke dalam tim untuk diselesaikan bersama. Namun, sayangnya hal ini terdengar tidak etis dan dianggap kurang memiliki tingkat profesionalisme.
Selain itu, masyarakat Jerman selalu menghabiskan waktu bekerja untuk bekerja. Mereka tidak senang mencampuradukkan sesuatu ketika sedang bekerja. Mereka akan fokus dengan pekerjaannya sehingga hal-hal di luar pekerjaan akan disingkirkan. Dengan begitu, pekerjaan akan cepat diselesaikan dan tidak akan mengambil jatah libur untuk tetap berkerja.
Masyarakat Hongkong memiliki etos kerja yang tinggi. Menurut penelitian, masyarakat di Hongkong mampu menghabiskan waktu sebanyak 5.011 jam untuk bekerja selama satu minggunya. Penelitian ini dilakukan kepada 15 bidang pekerjaan seperti konstruksi, bisnis dan lainnya.
Bahkan masyarakat Hongkong sekitar 38% menghabiskan waktu lebih lama untuk berkerja dibandingkan negara lain. Sebanyak 50% para pekerja di Hongkong lebih lama melakukan pekerjaan dibandingkan masyarakat di London. Sementara itu, 62% para pekerja di Hongkong lebih lama bekerja dibandingkan para pekerja di Paris.
Hal ini menandakan bahwa etos kerja masyarakat Hongkong begitu tinggi. Bahkan etos kerjanya menandingi negara-negara yang ada di benua Amerika yang terkenal dengan kemajuan ekonominya. Dapat kita lihat, bahwa kegiatan ekonomi di Hongkong saat ini terus mengalami perkembangan.