Sejarah

5 Nilai Keteladanan Ki Hajar Dewantara

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Nama Ki Hajar Dewantara tentunya sudah tidak asing lagi terutama di dunia pendidikan. Ki Hajar Dewantara merupakan salah seorang tokoh perjuangan yang banyak menginspirasi. Ia dikenal sebagai tokoh pendidikan dengan semboyannya Tut Wuri Handayani.

Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden mas Soewardi Soerjaningrat. Tidak hanya menjadi seorang tokoh perjuangan, ia adalah seorang jurnalis, penulis, bahkan organisatoris yang aktif ketika zaman penjajahan Belanda.

Banyak sekali sikap-sikap yang dapat kita teladani dari sosok inspiratif seperti Ki Hajar Dewantara. Meskipun terlahir dari keluarga bangsawan, tidak membuat dirinya mengurung diri dan enggan membaur. Ki Hajar Dewantara justru menunjukkan sikap sebagai seorang bangsawan sejati yang ikut aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Berikut sikap yang dapat diteladani dari sosok Ki Hajar Dewantara.

1. Cinta Pendidikan

Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang cinta akan pendidikan. Ia bahkan dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Menurutnya, pendidikan merupakan salah satu jalan untuk memutus mata rantai penjajahan. Oleh sebab itu, ia berusaha untuk mendirikan sekolah. Salah satunya yakni Taman Siswa.

Pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia dan bergabung bersama sekolah yang dibina oleh saudaranya. Satu tahun kemudian, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa yakni pada tanggal 3 Juli 1922. Konsep pembangunan taman siswa didapatkan dari pengalamannya selama mengajar di sekolah binaan milik saudaranya. Taman siswa kemudian didirikan di Yogyakarta.

Selain mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara juga terkenal dengan semboyannya yang biasa digunakan oleh kalangan pendidikan yang ada di Indonesia. Semboyan tersebut digunakan dalam bahasaya Jawa yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya, Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.

Artinya, di depan memberikan contoh, di tengah memberikan semangat dan di belakang memberikan dorongan. Semboyan tersebut kemudian digunakan di kalangan pelajar Indonesia khususnya oleh pelajar yang bersekolah di Taman Siswa. Bahkan hingga saat ini semboyan tersebut masih saja digunakan.

Atas semua jasanya di dunia pendidikan, hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia. Bahkan semboyan Tut Wuri Handayani menjadi slogan dari kementerian Pendidikan Nasional. Namanya juga diabadikan dalam sebuah kapal perang Indonesia yakni KRI Ki Hajar Dewantara.

Gambar wajahnya diabadikan dalam uang pecahan 20.000 rupiah pada masa 1998. Pada tahun 1959, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh presiden Soekarno. Dunia pendidikan Indonesia saat ini berbasis kebudayaan.

Di mana perintis basis pendidikan dengan konsep kebudayaan yang pertama adalah Ki Hajar Dewantara. Sikap cinta akan pendidikan dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat menirunya dengan belajar tekun, berprestasi baik di dalam maupun di luar sekolah, aktif mengikuti berbagai perlombaan.

2. Tidak Takut Menyampaikan Kritik

Selain menjadi tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang tidak gentar menyuarakan kritik. Terlebih dirinya merupakan seorang penulis dan jurnalis ketika masa pemerintahan Belanda. Saat itu, ia berani menyampaikan kritik pedasnya terhadap ketidakadilan pemerintahan Belanda.

Salah satu halnya yang menjadi media kritiknya adalah melalui sebuah tulisan. Ia menulis sebuah artikel yang berjudul “Seandainya aku menjadi seorang Belanda”. Di mana dalam artikel tersebut ia menyatakan bentuk ketidaksukaannya terhadap kebijakan Belanda.

Salah satu kebijakan yang disoroti oleh Ki Hajar Dewantara adalah kebijakan meminta sumbangan dari kalangan masyarakat pribumi. Masyarakat diharuskan memberikan sumbangan dalam rangka merayakan hari kemerdekaan Belanda.

Tentu saja hal ini merugikan dan memberatkan masyarakat pribumi. Kemerdekaan Belanda bukanlah sesuatu yang wajib dirayakan oleh masyarakat pribumi. Oleh sebab itu, sumbangan tersebut tidak seharusnya ada.

Kritik adalah bentuk bentuk luapan ketidaksukaan terhadap sesuatu. Terkadang orang takut untuk menyampaikan kritik. Namun, tidak dengan sosok Ki Hajar Dewantara. Sekalipun sosok yang dikritik itu adalah pemerintah Belanda yang memiliki power pada saat itu. Ki Hajar Dewantara tidak takut dan tetap menyampaikan kritik pedasnya.

Hal inilah yang dapat menjadi contoh bahwa kita tidak perlu takut untuk mengemukakan pendapat. Terlebih negara sudah menjamin kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Hanya saja, terkadang kritik yang dilayangkan kerap kali menyinggung personal atau jatuhnya menjelekkan.

Sayangnya, terkadang kritik sering dibumbui dengan penghinaan terhadap fisik. Padahal, kritik bertujuan untuk membangun agar lebih baik lagi ke depannya. Hal demikianlah yang dilarang. Berikanlah kritik terhadap sesuatu hal yang memang dinilai kurang pas seperti kebijakan.

3. Aktif dalam Berbagai Organisasi

Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang ulet dan juga aktif dalam mengikuti berbagai organisasi sosial dan politik. Contohnya ketika Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908, Ki Hajar Dewantara ikut aktif dalam melakukan sosialisasi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya persatuan.

Ki Hajar Dewantara aktif melancarkan propaganda yang mampu membangkitkan persatuan dan kesatuan bangsa.Tidak hanya ikut aktif dalam menyuarakan dan membangkitkan semangat, Ki Hajar Dewantara juga pelopor digelarnya kongres Budi Oetomo yang pertama.

Selain mengikuti Budi Oetomo, Ki Hajar Dewantara juga aktif mengikuti organisasi multietnik yakni organisasi Insulinde. Insulinde merupakan organisasi yang diisi oleh banyak etnis dengan dominasi orang-orang Indonesia yang memperjuangkan haknya pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Ki Hajar Dewantara bersama kedua rekannya yakni Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo mendirikan sebuah organisasi bernama Indische Partij. Ketiganya diberikan julukan tiga serangkai yang menjadi pendiri Indische Partij. Indische Partij sendiri merupakan organisasi yang berdiri sejak zaman pergerakan nasional atau sekitar awal abad ke-20.

Organisasi ini sangat unik karena namanya diambil dari bahasa Belanda. Hal ini dikarenakan pada saat itu Bahasa Belanda menjadi bahasa utama yang digunakan karena pemerintahan Belanda yang berkuasa di Indonesia. Selain itu, penggunaan kata Indische dikarenakan istilah Indonesia pada masa itu belum lazim digunakan sehingga tiga serangkai ini memilih menggunakan nama Indische.

Ki Hajar Dewantara aktif membangun Indische Partij bersama kedua rekannya. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah sebagai lembaga perjuangan dalam bentuk partai politik dengan gagasan nasionalisme.

Tidak lain tujuan utama dari didirikannya lembaga ini adalah untuk melepaskan dari belenggu penjajahan. Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan nasionalisme sendiri adalah untuk menghapuskan kolonialisme serta menyadarkan rakyat Indonesia untuk bersatu melawan musuh yang sama yakni pemerintahan Belanda.

4. Sosok yang Sederhana

Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia merupakan sosok yang lahir di keluarga bangsawan yakni Kadipaten Pakualaman. Ia adalah anak dari GPH Soerjaningrat dan cucu dari Paku Alam III. Saat berada di bangku sekolah, ia mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus anak Eropa.

Di mana sekolah tersebut termasuk sekolah elit dan hanya orang Eropa dan Bangsawan saja yang dapat bersekolah di sana. Saat duduk di sekolah dasar, ia bersekolah di Europeesche Lagere School. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di pendidikan dokter yakni di STOVIA. Sayangnya, ia tidak dapat menamatkan pendidikan dokternya dikarenakan kondisi kesehatan yang tidak baik.

Meskipun terlahir sebagai seorang bangsawan, tidak membuat Ki Hajar Dewantara menjadi pribadi yang sombong. Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia berani untuk menyuarakan kritikannya terhadap pemerintah kolonial. Tidak hanya itu, ia juga aktif terlibat dalam berbagai organisasi bersama para pemuda lainnya. Ia bahkan bergabung bersama etnis-etnis lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Sebagai seseorang yang terlahir dari keluarga bangsawan di masa pemerintahan kolonial tentunya banyak sekali keuntungan yang diperolehnya. Salah satunya ialah dapat merasakan pendidikan. Pendidikan pada masa kolonial merupakan sesuatu yang langka.

Tidak semua warga pribumi dapat merasakannya. Hanya orang-orang Eropa dan Bangsawan saja yang dapat merasakannya. Oleh sebab itulah, Ki Hajar Dewantara tergerak untuk membangun sebuah sekolah untuk kaum pribumi. Hal ini bertujuan agar semua dapat merasakan pendidikan.

Menurutnya, pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menumbangkan penjajahan. Dengan berpendidikan, dapat lebih mudah membentuk pola pikir untuk bersama-sama melawan penjajah. Terbukti, ketika masa itu banyak sekali orang-orang terpelajar yang mendirikan organisasi pergerakan. Organisasi pergerakan tersebut sangat membantu untuk melakukan propaganda lepas dari penjajahan.

Sikap sederhana yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara patut dicontoh. Ki Hajar Dewantara bahkan rela mengganti namanya agar lebih dekat dengan pribumi lainnya. Ia melepaskan atribut bangsawannya untuk dapat berkumpul bersama memperjuangkan kemerdekaan.

Ia bahkan memikirkan nasib orang-orang pribumi yang tidak mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah, setinggi apapun jabatan, kedudukan, harta yang dimiliki, jika tidak bermanfaat bagi orang lain akan terasa sia-sia. Hal itulah yang berusaha diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara.

5. Tidak Mudah Menyerah

Ki Hajar Dewantara muda merupakan sosok yang berani melawan Belanda. Ia tidak segan melayangkan kritikan pedasnya kepada pemerintahan Belanda. Melalui tulisannya yakni Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga ia mengkritik kebijakan Belanda mengenai sumbangan warga pribumi.

Bahkan tulisannya yang berjudul Seandainya aku seorang Belanda secara terang-terangan menyindir pihak Belanda. Dalam tulisannya itu ia menyudutkan pihak Belanda yang telah memberikan penderitaan bagi bangsa Indonesia. Akibatnya, ia ditangkap atas persetujuan dari Gubernur Jenderal Idenburg. Ia kemudian diasingkan ke Pulau atas permintaannya.

Ketika Ki Hajar Dewantara akan diasingkan, kedua rekannya yakni Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo melakukan protes. Pada akhirnya, ketiganya diasingkan oleh Belanda. Pada tahun 1914, ketiganya diasingkan di negeri Belanda.

Namun, ketika masa pengasingan, bukannya menyerah karena takut akan ancaman Belanda, Ki Hajar Dewantara ternyata ikut aktif dalam sebuah organisasi pelajar asal Indonesia. Setahun kemudian ia bahkan mendirikan yang namanya kantor berita Indonesia.

Untuk pertama kalinya istilah Indonesia digunakan dalam sebuah pendirian lembaga. Tidak hanya itu, ketika masa pengasingan ia juga memajukan pendidikan kaum pribumi. Pada akhirnya, ia berhasil mendapatkan ijazah pendidikan bergengsi untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan.

Dalam mengembangkan pendidikan, ia tertarik dengan sejumlah konsep serta ide-ide para tokoh pendidikan Barat. Ide ide tersebutlah yang kemudian mempengaruhinya untuk mengembangkan sistem pendidikan yang didirikannya.

Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang tidak menyerah. Ketika langkahnya dicekal oleh Belanda, dalam masa pengasingan ia justru lebih aktif untuk mengembangkan cita-citanya. Ia tidak takut dengan ancaman atau hukuman yang akan diberikan Belanda.

Bahkan setelah diasingkan di Negeri Belanda, ia masih terlibat dalam sebuah organisasi yang bertujuan untuk membangun semangat kesatuan dan persatuan melawan penjajah. Hal inilah yang kemudian dapat ditiru, sikap tidak mudah menyerah terhadap berbagai tantangan. Sebab, setiap masalah pasti akan ada jalan keluarnya. Hanya saja kita harus aktif mencari jalan keluarnya.