Daftar isi
Otonomi daerah secara umum diartikan sebagai hak dan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
Yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya adalah asas otonomi dan tugas pembantuan.
Secara Umum
Menurut KBBI, otonom berati berdiri sendiri. dan Daerah berarti bagian permukaan (wilayah).
Secara umum otonomi daerah merupakan suatu hak, kewajiban atau suatu wewenang yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur serta mengkoordinir urusan pemerintahan di wilayahnya masing-masing.
Menurut Para Ahli
Adapun pengertian otonomi daerah menurut para ahli di antaranya adalah sebagai berikut.
Menurut Kemendikbud (2016), prinsip otonomi daerah meliputi nyata, bertanggung jawab, dan dinamis.
Tujuan otonomi daerah di antaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, paling tidak ada tiga asas otonomi daerah yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
1. Asas Desentralisasi
Yang dimaksud dengan asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.
Ciri-ciri asas desentralisasi adalah sebagai berikut.
2. Asas Dekonsentrasi
Yang dimaksud dengan asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada :
Dekonsentrasi memiliki beberapa ciri yaitu kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaannya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
3. Asas Tugas Pembantuan
Yang dimaksud dengan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Penugasan juga dapat berasal dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Ciri-ciri asas tugas pembantuan adalah kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring oleh yang memberi tugas. Pemerintah daerah hanya melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya.
Ketentuan mengenai otonomi daerah diatur dalam BAB VI tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi menjadi beberapa daerah provinsi.
Daerah provinsi ini kemudian dibagi lagi menjadi beberapa daerah kabupaten dan kota.
Setiap daerah provinsi, kabupaten dan kota yang ada di Indonesia memiliki pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota inilah yang memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2)).
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah diselenggarakan secara bersama-sama oleh lembaga perwakilan daerah dan kepala daerah.
Adapun anggota-anggota lembaga perwakilan daerah maupun kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dipilih melalui pemilihan umum secara demokratis.
Pasal 18 ayat (5) menyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya kecuali untuk urusan pemerintahan yang secara absolut merupakan urusan pemerintah pusat.
Sebagai dasar untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, setiap pemerintahan daerah berhak untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya (Pasal 18 ayat (6)).
2. Undang-Undang
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya mengatur otonomi daerah secara umum.
Karena itu, otonomi daerah diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Undang-undang yang menjadi landasan hukum pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.
Undang-undang ini mengatur hubungan pemerintah pusat dan daerah, penyelenggaraaan pemerintahan daerah, dan urusan pemerintahan.
Hal lain yang diatur dalam undang-undang ini adalah peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, penataan daerah, perangkat daerah, keuangan daerah, perda, dan inovasi daerah.
Sistem otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia dengan sendirinya memberikan dampak antara lain sebagai berikut:
Salah satu contoh penerapan otonomi daerah adalah hak yang dimiliki pemda untuk membentuk perda, salah satunya perda terkait ketenagakerjaan.
Di tahun 2016, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai beberapa perda yang diterbitkan pemda setempat justru tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perda-perda tersebut antara lain perda yang mengatur Upah Minimum Pekerja (UMP) daerah diatas kemampuan pelaku usaha.
Dampaknya, pelaku usaha tidak dapat meningkatkan investasi, para pekerja tidak dapat meningkatkan keahlian, dan sulitnya mencari pekerjaan bagi pencari kerja.
Putusan terkait UMP yang memberatkan bagi pengusaha ini disebabkan tidak optimalnya dialog antara pelaku usaha, serikat pekerja, dan pemerintah.
Sementara amanat undang-undang menyebutkan bahwa besaran upah harus berdasarkan hasil dialog tiga pihak dan bukan didasarkan atas keputusan politik.