Sejarah

3 Pahlawan Nasional dari Bogor

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Saat mendengar Bogor pasti kita langsung tertuju pada Asinan Bogor dan tempat wisata yang ada di puncak. Bogor memang daerah yang terkenal dengan salah satu wisatanya yang sering membuat macet saat liburan. Namun, di samping itu, daerah yang termasuk ke dalam kawasan Jabodetabek ini menyimpan banyak sejarah.

Bogor menjadi salah satu daerah yang menyumbangkan para pahlawan nasional. Sosok pahlawan nasional dari Bogor juga cukup dikenal oleh banyak orang. Bahkan beberapa dari mereka, namanya diabadikan pada fasilitas umum seperti nama jalan.

Siapa saja tokoh pahlawan nasional dari Bogor? Selengkapnya akan kita bahas berikut ini.

1. Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo

Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan sosok polisi yang memimpin kepolisian. Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo memimpin kepolisian sejak berdirinya negara Republik Indonesia. Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo lahir di Bogor pada tanggal 7 Juni 1908. Pada tahun 1928, ia aktif dalam pergerakan Bangsa Indonesia yang bernama Jong Java.

Pergerakan tersebut memiliki tujuan untuk berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian, pada tanggal 29 September 1945, Raden Said Soekanto ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ia mengawali kariernya sebagai Kepala Kepolisian Negara RI. Saat itu Kantor Kepolisian Negara RI tidak memiliki apa-apa termasuk kantor dan staf. Sebab, baru saja diproklamasikan oleh pemerintah. Pada masa kempimpinannya, ia mampu mengubah wajah kepolisian sekaligus memperbaiki mental para anggota polisi.

Soekanto menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia hingga 15 Desember 1959. Soekanto biasa disapanya, dikenal sebagai orang yang berdedikasi tinggi terhadap negaranya. Atas semua jasa-jasanya dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Republik Indonesia (Keppres) Nomor: 117/II/2020 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 6 November 2020.

2. Margonda

Nama Margonda tentunya sudah tak asing lagi di telinga kita. Saat mendengar nama margonda pasti yang ada dibenak kita adalah nama salah satu jalan di Kota Depok , yakni Jalan Margonda. Namun, tahukah Anda siapa sosok Margonda, sehingga namanya diabadikan sebagai nama jalan.

Menurut Alwi Shahab dalam bukunya yang berjudul “Kisah Margonda dan Tole Iskandar” menyebutkan bahwa Margonda merupakan sosok yang lahir di Bogor dan keluarganya tinggal di Jalan Ardio. Adapun nama kecil Margonda adalah Margana. Margonda adalah salah satu dari pejuang revolusi tanah air yang gugur karena membela bangsa dan negara.

Nama Margonda memang sudah tak asing di telinga namun kiprahnya mungkin kurang begitu dikenal banyak orang. Padahal, Margonda pernah menjadi pimpinan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang bermarkas di Bogor.

Pada masa Hindia Belada, Margonda pernah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Analisis Kimia Bogor. Tidak hanya itu, ia pernah mengikuti kursus penerbangan di Luchvaart Afdeeling Belanda.

Dalam buku Sejarah Perjuangan Bogor terbitan tahun 1986, dijelaskan bahwa AMRI yang dipimpin oleh Margonda ini sudah lebih dahulu berdiri daripada BKR (Badan Keamanan Rakjat). AMRI memiliki markas di Jalan Merdeka.

AMRI tidak bertahan lama karena sebagian besar dari anggotanya banyak yang bergabung dengan organisasi lain seperti BKR, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan sebagainya.

Banyak sumber yang menceritakan kisah Margonda termasuk sebab kematiannya. Ada yang menyebutkan bahwa Margonda merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang meninggal pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Namun menurut sumber lain ada yang mengatakan bahwa Margonda tewas pada sebuah penyerbuan serdadu-serdadu Belanda yang menjaga penampungan orang-orang Belanda Depok pada 16 November 1945. Oleh sebab itulah, namanya diabadikan sebagai jalan utama yang ada di Kota Depok, Jawa Barat.

Pada tanggal 11 Oktober 1945, Margonda bersama pasukannya dari AMRI dan para pejuang dari berbagai laskar di Bogor dan sekitarnya menyerbu Depok. Penyerbuan ini dilakukan karena kota tersebut tidak mau bergabung dengan Republik Indonesia.

Margonda pergi untuk melakukan penyerbuan dengan dilepas sang istri tercinta yang bernama Maemunah. Kemudian, Margonda dan kawan-kawan berangkat dengan menggunakan kereta api dari Stasiun Bogor.

Ketika itu, situasi di Depok sudah bisa dikendalikan. Ribuan pemuda yang mengepung Depok sudah berhasil menguasi Kota Depok. Namun tak lama kemudian, datang pasukan Sekutu untuk merebut Depok kembali. Pertempuran pun tak dapat dielakkan lagi. Pertempuran yang tidak seimbang itu berhasil membuat para pejuang mundur untuk menyusun kekuatan.

Tak berapa lama, serangan balik terjadi pada tanggal 16 November 1945, dengan kode “Serangan Kilat’. Pertempuran yang terjadi antara pihak Sekutu dengan para pejuang semakin memanas, hingga membuat perang tersebut terjadi hingga sehari-semalam.

Dalam peristiwa tersebut, banyak pejuang Republik yang gugur, termasuk Margonda yang tertembak di daerah Kalibata, Depok. Margonda menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 27 tahun atau lebih tepatnya pada tahun 1918. Namanya tertulis bersama nama para pejuang lain yang gugur dalam berbagai pertempuran di dinding Museum Perjuangan Bogor.

Gugurnya Margonda di Medan perang ternyata tidak diketahui oleh istrinya yang bernama Maemunah. Istrinya begitu merindukan suaminya, dan sering berkunjung ke Stasiun Bogor bersama anak perempuannya yang bernama Jopiatini yang pada saat itu baru bisa berjalan. Keduanya datang ke Stasiun Bogor untuk menyambut kedatangan Margonda. Sayangnya, penantiannya selama ini tidak kunjung terbalas. Margonda, sang suami tidak datang untuk menemuinya meskipun perang telah selesi pada tahun 1949. Kemudian, pada suatu hari teman-teman Margonda datang mendatangi rumah Maemunah.

Di sanalah mereka bercerita bahwa suaminya itu bertempur dengan gagah berani dan gugur setelah tertembak peluru Sekutu. Namun, saat itu Maemunah tidak percaya begitu saja cerita tersebut. Dia masih percaya suaminya masih hidup dan dia tetap sabar menantikan kedatangan sang suami.

Sementara itu, di kalangan para pejuang di Bogor, tersebar kabar bahwa Margonda telah dimakamkan dalam satu liang lahat di suatu tempat yang ada di Depok bersama dengan para pejuang lainnya. Mereka pun kemudian berkunjung ke makam tersebut dan membongkar makam serta membawa jasad Margonda untuk dimakamkan kembali di samping Stasiun yang ada di Bogor.

Jasad Margonda kemudian dimakamkan kembali di sebuah lahan pekuburan yang dulu berada di dekat Stasiun Bogor atas saran rekan-rekannya. Kelak area ini menjadi Taman Ria Ade Suryani, sedangkan makam-makam yang ada di sana dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Dreded.

3. Mayor Oking Jaya Atmaja

Mayor Oking Jaya Atmaja merupakan sosok pejuang yang lahir pada tahun 1918. Karier Mayor Oking dikenal saat ia menjadi Komandan Kompi. Pada masa itu pasukan NICA (tentara Inggris) masuk menyerang Sukabumi melalui Pelabuhan Ratu.

Pasukan Siliwangi dipimpin oleh Mayor Oking untuk melawan dan menghalau pasukan Inggris agar tidak ke Sukabumi. Mayor Oking Jaya Atmaja juga terlibat dalam penumpasan PKI. Mayor Pling Jaya Atmaja adalah seorang tokoh yang melakukan operasi pemberantasan PKI Muso.

Mayor Oking meninggal dunia pada 7 Oktober 1963 dalam keadaan sakit. Untuk mengenang jasa-jasanya, kini namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bogor, Citeureup, dan Bekasi.

Itulah para tokoh pahlawan nasional yang berasal dari kota Hujan, Bogor. Ternyata, Bogor tidak hanya mengundang banyak orang karena destinasi wisatanya. Namun, Bogor menyimpan banyak sejarah termasuk perjuangan para pahlawan menghadapi para penjajah.

Bogor salah satu dari sekian daerah yang ada di Indonesia telah melahirkan para tokoh yang hebat seperti Mayor Oking, Margonda, dan Soekanto. Di mana ketiga tokoh ini merupakan sosok yang hebat dalam mempertahankan negara Indonesia.