Daftar isi
Perjuangan dalam peperangan tidak hanya dilakukan kaum lelaki saja. Banyak wanita-wanita tangguh yang berani turun langsung dalam medan perang dan mengangkat senjatanya.
Beberapa pahlawan perang wanita di Indonesia diantaranya seperti Malahayati, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang dan lain sebagainya. Ternyata wanita-wanita pejuang tidak hanya ada di Indonesia saja melainkan juga di seluruh dunia seperti mereka di bawah ini.
Joan d’ARC adalah seorang pejuang perempuan asal Perancis pada abad ke 15. Gadis kelahiran Domremy, Perancis pada tahun 1412 ini ikut berperang dalam konflik antara Perancis dan Inggris yang dikenal dengan nama perang seratus tahun.
Saat itu usia pemilik nama asli Jeanne d’Arc masih 18 tahun namun ia bertekad untuk perang karena hal itu merupakan panggilan dari sang Tuhan.
Joan pergi ke Vaucouleurs tahun 1428 untuk bertemu dengan sang Komandan pasukan pendukung Charle yaitu Robert de Baudricourt namun sayangnya ia gagal. Tak ada rasa putus asa, Joan kembali di tahun berikutnya yaitu Maret 1429 dan akhirnya berhasil.
Ia dipercaya Charles untuk memimpin pasukan dan berhasil memenangkan perang yang berlangsung di Orleans. Kota ini lah dijadikan sebagai tempat penobatan Raja Charle VII pada tahun 1429.
Pada tahun 1430 Joan kembali dipercaya untuk bertempur di Burgundi di Compiegne. Nahasnya ia terjatuh dari kudanya hingga tak berdaya. Ia ditinggalkan oleh pasukannya dan ditangkap hidup-hidup oleh tentara Inggris.
Joan dihukum atas tuduhan memiliki sihir dan berpakaian seperti pria. Sementara itu tidak ada usaha dari Perancis untuk membebaskan Joan.
Gadis berusia 19 tahun tersebut akhirnya harus dihukum mati dengan cara dibakar pada tanggal 30 Mei 1431. Nama Joan d’Arc baru bersih kembali setelah 20 tahun kemudian dan diberi gelar sebagai orang kudus dan mendapat julukan Pahlawan Revolusi Perancis.
Nama Maria Bochkareva sangat tersohor pada masa perang dunia pertama. Wanita yang lahir pada bulan Juli 1889 ini di Rusia ini merupakan Perwira tentara wanita pertama sekaligus penggagas batalyon pasukan wanita di Rusia.
Ia mendirikan batalyon ini untuk membela tanah airnya setelah jatuhnya monarki dan juga untuk membangkitkan semangat patriotisme para lelaki yang kala itu takut menghadapi perang.
Maria dan pasukannya dilantik secara resmi pada 21 Juni 1917 di alun-alun dekat Katedral St. Isaac dengan nama “Komando Militer Wanita Pertama Kematian Maria Bochkareva”.
Pasukan ini berada di Front Timur untuk melawan Jerman dengan penuh rasa keberanian dan ketenangan. Bahkan ketangguhan mereka diakui oleh pimpinan masa depan gerakan Putih yaitu Anton Denikin.
Sayangnya Maria ditangkap oleh kaum Bolshevik ketika dalam perjalanan menuju ke Tomsk. Ia ditangkap lantaran menolak untuk bekerja sama dan otoritas baru dan dijatuhi tuduhan kontra revolusioner. Maria pun akhirnya dieksekusi mati oleh pasukan revolusioner Bolshevik Pada tanggal 16 Mei 1920.
Perempuan dengan nama lengkap Roza Georgievna Shanina adalah seorang sniper atau penembak jitu pertama wanita. Lahir di Vologda Uni Soviet pada tanggal 3 April 1924, Roza Shanina adalah wanita yang pertama kali terdaftar dalam militer pada masa perang dunia ke II. Ia tergabung dalam pasukan Belorussian Front 3 dalam perang Vilnius.
Roza sebelum menempuh sekolah snipernya ia terlebih dahulu menjalani pendidikan guru di Arkhangelsk. Ia kemudian menyampaikan keinginannya untuk bergabung dengan pasukan militer Uni Soviet pada tahun 1942 dengan mengirimkan surat kepada Stalin.
Ia akhirnya berhasil bergabung dengan menjadi penembak jitu dan menjalani pendidikannya pada tahun 1943. Keinginannya tersebut muncul setelah saudara laki-lakinya gugur pada tahun 1941 di tangan tentara Jerman.
Kemampuan Roza yang kala itu berusia 20 tahun ternyata tidak bisa dianggap remeh. Ia mampu menembak mati 59 tentara Nazi secara jarak jauh. Karena kepiawaiannya tersebut Roza diberi penghargaan Order of Glory oleh pemerintah Rusia dan mendapat julukan “The Unseen terror of East Prussia” oleh media berita Kanada.
Roza Shanina akhirnya harus menghembuskan nafas terakhirnya pada 27 Januari 1945. Ia tewas tertembak di bagian dada ketika sedang menolong seorang perwira Rusia yang terluka.
Pada 24 Agustus 1912 di Portland Oregon Amerika Serikat lahirlah seorang wanita keturunan China-Amerika Serikat. Wanita tersebut adalah Hazel Ying Lee yang kelak ketika dewasa sukses menjadi wanita pertama sebagai pilot pesawat tempur Amerika Serikat.
Hazel berhasil menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1929 dan bekerja sebagai operator lift di sebuah supermarket di Portland. Ia mendaftarkan dirinya dalam Chinese Flying Club of Portland ketika usianya 19 tahun dan berhasil lulus pada tahun 1932.
Setelah mendapatkan lisensi pilot Hazel tergerak hatinya untuk membela negeri asalnya yaitu China, yang kala itu terus diserang oleh Jepang. Namun usaha yang dilakukan pada tahun 1933 ini menemui kegagalan dan ia ditempatkan di bagian administrasi militer. Hazel kembali ke negeri Paman Sam setelah terjadi pembantaian di Nanjing.
Pada tahun 1941 Amerika Serikat membuka kesempatan semua wanita untuk turut serta bertempur dalam medan perang setelah pengeboman di Pearl Harbour. Hazel bersama Maggie Gee berhasil bergabung dengan Women’s Auxiliary Ferrying Squadron pada 1942.
Hazel tetap membawa kapal militer dan perlengkapan perang lainnya meski dalam keadaan kokpit terbuka di musim dingin. Perjalanan Hazel berakhir pada 25 November 1944 di Great Falls, Montana dikarenakan pesawatnya bertabrakan dengan pesawat lainnya yang mengakibatkannya meninggal setelah dua hari perawatan medis.
Nakano Takeko merupakan seorang samurai wanita Jepang yang berjaya pada tahun 1847-1868. Wanita tidak kenal takut ini merupakan seorang putri dari pejabat Aizu yang lahir pada bulan April 1847 di Tokyo.
Pada tahun 1868 sampai 1869 perang Boshin meletus di Aizu. Di tahun tersebut kelompok Aizu tidak mengizinkan seorang wanita untuk terjun dalam peperangan oleh sebab itu Nakano bertempur secara rahasia.
Takeko membentuk sebuah kelompok bersenjata naginata dengan beranggotakan 20 wanita yang diberi nama Joshintai. Kelompok tidak resmi ini menyerang pasukan kekaisaran dan berhasil membunuh ratusan pasukan lawan.
Takeko bertempur bersama dengan ibu dan saudara perempuannya yaitu Nakano Koko dan Nakano Yuko. Meski berhasil membunuh banyak tentara namun Nakano Takeko sendiri terkena tembakan. Yuko yang melihat saudara perempuannya sekarat langsung menghampirinya.
Takeko meminta agar Yuko memenggal kepalanya sebelum diambil oleh pihak musuh dan dijadikan trofi. Kepala Nakano pun dikubur di kuil Honkai-Ji Fukushima dan dibangun sebuah monumen penghargaan untuk keberaniannya. Nakano Takeko pun disebut sebagai salah satu wanita petarung paling berpengaruh dalam sejarah Jepang dan dunia.
Noor Inayat Khan merupakan seorang penulis cerita anak-anak sekaligus mata-mata Inggris selama perang dunia II. Meski merupakan anggota Satuan Operasi Khusus Inggris atau disebut dengan SOE namun Noor adalah wanita kelahiran Moskow, Rusia pada 1 Januari 1914. Kemahirannya dalam berbahasa Inggris membantu Noor untuk bergabung dengan pasukan mereka.
Ia adalah anak cucu dari Sultan Tipu yang pada masa itu memimpin kerajaan Islam. Noor yang sejatinya sangat menentang kekerasan jatuh cinta kepada umat Yahudi. Hal tersebut menyatakan keinginannya untuk menentang Nazi. Ia rela bergabung dengan SOE untuk melawan Third Reich bahkan juga memperjuangkan kemerdekaan India.
Sayangnya, usaha mata-mata Noor tidak selamanya berjalan mulus. Ia tertangkap oleh pasukan Nazi dan diberi hukuman mati. Selama Noor ditawan oleh Nazi ia bahkan tetap merahasiakan informasi penting dan bahkan nama asli dan kewarganegaraannya pun tidak pernah diberitahu.
Berkat keahlian mata-mata dan kesetiaannya, Noror diberi penghargaan berupa anumerta George Cross oleh Inggris pada tahun 1949 dan bintang perak Croix de Guerre oleh Prancis. Ia pun menjadi muslimah pertama yang mendapat gelar kepahlawanan dari Inggris.