Sejarah

3 Peninggalan Kerajaan Landak

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kerajaan Landak merupakan kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Wilayah kerajaan Landak kira-kira mencakup seluruh kabupaten Landak. Pada tiga periode awal, secara geografis wilayah yang dikuasai kerajaan meliput daerah sepanjang sungai landak dan sungai kecil di sekelilingnya. Sungai tersebut merupakan anak sungai Kapuas yang memilikinya panjang 390 km.

Pada fase berikutnya wilayah kerajaan semakin berkembang hingga ke pedalaman. Alasan para pendahulu kerajaan Landak memilih bantaran sungai sebagai tempat tinggal kerajaan adalah karena di sepanjang sungai tersebut terdapat banyak potensi kekayaan yang luar biasa seperti intan dan emas.

Tidak banyak sumber yang menjelaskan mengenai kerajaan ini. Namun, diketahui bahwa pendiri kerajaan Landak adalah bangsawan Singasari yang hijrah ke Kalimantan. Namun, tidak diketahui siapa nama bangsawan tersebut. Raja pertama dari kerajaan ini bergelar Sang Nata Pulang Pali. Terdapat cerita bahwa Sang Nata Pulang Pali VII pernah bermimpi jatuh cinta kepada seorang gadis.

Lalu, sang Raja memerintahkan prajurit untuk mencari gadis tersebut. Pencarian pun berhasil, gadis tersebut adalah Dara Itam sosok yang mahir dalam pengobatan. Dara Itam menolak Raja karena sudah memiliki kekasih yang bernama Ria Sinir. Dengan berbagai cara, akhirnya raja berhasil menikahi Dara Itam.

Kemudian, di wilayah kerajaan terjadi kekacauan karena banyak penduduk landak yang terbunuh oleh orang Banjarmasin dan mengambil kepala orang landak untuk keperluan tradisi. Tentunya mendengar hal itu raja marah dan mengadakan sayembara. Siapa saja yang berhasil membawa kepala pengacau maka raja akan memenuhi keinginannya.

Ria Sinir kekasih Dara Itam yang berhasil memenangkan sayembara. Ia meminta dikembalikan kekasihnya. Namun, saat dikembalikan ternyata Dara Itam sedang mengandung anak raja. Kemudian anak yang dikandungnya lahir dan diberi nama Raden Ismahayana.

Setelah dewasa, Raden Ismahayana diangkat menjadi raja Landak menggantikan Raja Pali VII. Raden Ismahayana memerintah kerajaan Landak dari tahun 1472 sampai 1542. Pada masa pemerintahannya, agama Islam masuk dan berkembang di kerajaan Landak. Setelah Islam masuk, Raden Ismahayana mendapatkan gelar Raja Abdul Kahar. Nama Raja diambil menjadi nama kerajaan yakni Kerajaan Ismahayana Landak.

Kerajaan Landak meskipun tak banyak sejarah yang mengungkapnya, namun kerajaan ini meninggalkan bukti sejarah. Bukti sejarah menjadi penanda bahwa kerajaan Landak pernah berdiri. Berikut ini peninggalan kerajaan Landak.

1. Keraton Ismahayana Landak

Keraton Ismahayana Landak merupakan peninggalan kerajaan Landak. Keraton ini berada di Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Keraton ini merupakan keraton baru setelah keraton yang ada di Muguk Ayu dibakar oleh Kerajaan Sukadana.

Kemudian Raja memindahkan ibu kota kerajaan ke wilayah Ngabang dan mendirikan keraton Ismahayana Landak. Keraton ini pernah dilakukan pemugaran dan renovasi kembali dilakukan sekitar tahun 1950 dan 1960-an.

Pemugaran dilakukan karena peristiwa kebakaran yang menyebabkan kerusakan pada beberapa bagian bangunan keraton. Kondisi keraton saat ini merupakan hasil dari pemugaran yang dilakukan pada tahun 2000.

Komplek Keraton Landak terdiri atas beberapa bangunan yakni Istana Landak (istana Ilir), kediaman permaisuri (istana ulu) dan kediaman neang raja (rumah Sultan). Bangunan keraton landak menghadap ke arah sungai Pinyuh.

Arsitektur bangunan berupa rumah panggung dengan berwarna kuning keemasan dan hijau sebagai ciri dari nuansa Melayu. Bangunan keraton ini memanjang ke belakang. Di mana masing-maisng bagian dari bangunan terdiri atas pondasi, lantai, dinding, dan atap sirap yang terbuat dari kayu belian.

Bangunan keraton memiliki kombinasi bentuk atap pelana serta Limasan yang terdiri dari 2 bagian yakni Balairung atau tempat pertemuan di bagian depan serta tempat tinggal Sultan yang berada di bagian belakang. Kedua bangunan tersebut dihubungkan oleh selasar yang terbuat dari kayu belian.

Keraton Ismahayana Landak memiliki 3 buah bangunan utama yakni istana keraton, masjid Jami dan komplek makam para raja. Tiga buah bangunan ini memiliki ciri khas masing-masing dan terbangun megah dan kokoh. Bangunan tersebut hingga saat ini masih ada dan dilestarikan meskipun sudah mengalami beberapa perubahan.

2. Masjid Jami Keraton Ismahayana Landak

Masjid Jami Keraton Ismahayana Landak berada di komplek keraton Ismahayana Landak di Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Komplek keraton sendiri terdiri atas 3 bagian yakni istana kerajaan, masjid dan makam para raja serta kerabatnya. Masjid Jami berada di sebelah Utara istana Ismahayana Landak.

Sejarah masjid ini dimulai saat masa pemerintahan Panembahan Gusti Abdil Aziz Kusuma Akamuddin atau raja Landak yang ke-21. Semula masjid Jami beras di tepi sungai Landai atau di sebelah timur istana. Namun, raja memerintahkan Bagar masjid dibangun dengan menggunakan kayu belian, kayu khas Kalimantan dan dipindahkan ke sebelah Utara istana.

Setelah masjid dipindahkan ke sebelah Utara, Bilal Achmad menjadi Maha Sultan Imam Masjid hingga masa pemerintahan Sultan Landak ke-22 yakni Gusti Abdul Hamid. Kemudian, posisi Bilal Achmad digantikan oleh Osu Anang sampai Jepang berkuasa di Kalimantan Barat.

Sebagai salah satu situs budaya, masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi dilakukan oleh departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980-an dan pemerintah daerah pada tahun 2000-an.

Masjid Jami memiliki luas bangunan sekitar 400 meter. Saat ini masjid Jami Keraton Ismahayana Landak masih digunakan oleh masyarakat sekitar. Masjid ini seolah menambah nuansa religiusitas masyarakat muslim di desa Pedalaman yang ada di sekeliling istana. Saat sore hari, orang-orang beramai-ramai mengunjungi masjid untuk melaksanakan solat.

Di dalam masjid, biasanya jamaah putri ditempatkan pada bagian kiri yang dibatasi dengan tirai berwarna putih. Sementara itu, jamaah laki-laki menempati bagian tengah yang diikuti oleh shaf para anak-anak yang menambah kesan ramai pada masjid.

Konstruksi bangunan masjid begitu sederhana dan kokoh. Kayu Belian sebagai unsur utama penopang bangunan. Begitupun atap sirap yang menggunakan bahan dari kayu sirap. Pada bangunan masjid terdapat empat pilar dari kayu utuh.

Di setiap sudut masjid terdapat hiasan ornamen dari kayu yang memiliki ukiran ayat-ayat suci Al-Qur’an dan motif Melayu. Pada dinding masjid berwarna biru muda dan putih gading dan terdapat pula pilar-pilar masjid yang kesan sejuk pada masjid.

Pada tanggal 11 Agustus 2009 telah dilakukan peletakan batu pertama pembangunan kembali masjid Jami Keraton Ismahayana. Peletakan batu pertama ini diresmikan oleh Bupati Landak dan Pangeran Ratu Ismahayana Landak.

Pembangunan kembali masjid ini banyak mendapatkan kecamanan dan ditantang oleh banyak pihak karena merubah total bentuk masjid Jami Keraton Ismahayana Landak. Kemudian nama masjid ini diusulkan untuk berubah status dari Masjid Jami menjadi Masjid Agung Keraton Ismahayana Landak oleh Pangeran Ismahayana Landak Drs Gusti Suryansyah, M.Si.

3. Makam Raja Abdul Kahar

Makam Raja Abdul Kahar berlokasi di Desa Munggu, Kecamatan Ngabang. Raja Abdul Kahar merupakan raja yang memiliki gelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua. Ia adalah raja yang membawa kerajaan Landak untuk memeluk agama Islam.

Raja Abdul Kahar adalah anak dari Sang Nata Pulang Pali VII dan Dara Itam. Sang Nata Pulang Pali VII menikahi Dara Itam karena mimpinya yang bertemu seorang gadis. Kemudian gadis tersebut dinikahinya dan melahirkan Raja Abdul Kahar.

Setelah masuk agama Islam, Raja Abdul Kahar memindahkan ibu kota kerajaan ke kaki bukit dan menghadap ke arah sungai Menyuke. Lokasi baru kerajaan kemudian dinamakan dengan Kota Ayu atau Munggu (Mungguk Ayu).

Namun, setelah pemindahan kekuasaan terjadi perselisihan dengan Kerajaan Sukadana. Penyebab perselisihan ini dikarenakan Danau Raja menghasilkan intan. Sehingga pada tahun 1698, Kerajaan Sukadana melakukan penyerangan pada kerajaan Landak dan berhasil menguasai ibu kota kerajaan.

Setelah menguasai ibu kota kerajaan, Kerajaan Sukadana membakarnya. Untuk membalaskan dendamnya, kerajaan Landak meminta bantuan Banten untuk menyerang Kerajaan Sukadana. Sayangnya, saat itu kerajaan Banten telah berhasil dikuasai oleh VOC.

Akibatnya, VOC mengetahui hal tersebut dan ikut terlibat dalam masalah kerajaan Landak. Terlebih lagi VOC mengetahui bahwa Danau Raja kaya akan potensi sumber daya alam. Pada tahun 1699, kerajaan Landak bersama Banten dan VOC berhasil mengalahkan Kerajaan Sukadana di bawah pimpinan Roelof Goens.

Akibat dari kekalahan yang diterima Kerajaan Sukadana harus membayar ganti rugi peperangan kepada Banten. Setelah keadaan pulih, Kerajaan Landak memindahkan ibu kota pemerintahan ke Bandong. Namun, peperangan melawan Kerajaan Sukadana kembali terjadi dan dimenangkan oleh kerajaan Sukadana.

Setelah peperangan, Kerajaan Landak memindahkan kembali ibu kota kerajaan ke Ngabang. Setelah pertempuran tersebut plla, Landak menjadi bagian dari Banten dan diserahkan kepada VOC. Berada di bawah pengaruh VOC, membuat kerajaan Landak mengalami banyak kerugian seperti berkurangnya wilayah kekuasaan terutama setelah berdirinya Pontianak.

Selain itu, VOC juga kerap melakukan kontak politik dengan raja Landak. Hal itu tentu saja merugikan pihak kerajaan. Akibat sering mengalami kerugian, para punggawa kerajaan Landak menjadi kesal. Pada abad ke-19, kerajaan Landak melakukan perlawanan dibawah pimpinan Gusti Andut. Perlawanan ini terus dilakukan sampai tahun 1940-an.

Pada saat Belanda menyerah kepada Jepang, Kalimantan menjadi daerah kekuasaan Jelang. Di bawah pemerintahan Jepang yang kejam, banyak terjadi kekacauan. Hal ini membuat adanya beberapa pemberontakan. Dari pemberontakan tersebut, Jepang berhasil menangkap para punggawa pemberontakan seperti Gusti Abdul Hamid.

Hal ini pun berlaku pada kerajaan Landak. Kerajaan Landak di bawah pimpinan Gusti Sotol melakukan pemberontakan. Kemudian pemberontakan dilanjutkan oleh Mohammad Appandi Ranie. Ia turut melakukan gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan bersama dengan rakyat Landak dan Kalimantan.

Akhirnya, Landak berubah menjadi sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan. Perubahan status ini menandakan berakhirnya masa kerajaan. Tak jauh dari makam Raja Abdul Kahar berdiri pula sebuah keraton yang berada di pertemuan Sungai Banyuke dan Sungai Landak.

Keraton tersebut merupakan keraton ismahayana Landak yang pernah menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota kerajaan. Namun, keberadaan keraton tersebut tak berlangsung lama karena keraton berhasil dibakar oleh Kerajaan Sukadana setelah adanya peperangan.

Keberadaan keraton tersebut dibuktikan dengan adanya dua buah meriam. Meriam tersebut merupakan pemberian dari Kerajaan Sukadana, kerajaan yang ada di Kabupaten Ketapang. Kerajaan Sukadana memberikan meriam tersebut sebagai tanda perdamaian dengan Kerajaan Landak.

Perdamaian tersebut dilakukan setelah adanya beberapa kali peperangan yang dilakukan oleh Kerajaan Sukadana. Di mana awal mula peperangan terjadi karena daerah Danau Raja menghasilkan intan.