Perjanjian Jepara: Latar Belakang, Kronologi dan Isi

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada zaman dahulu untuk mengatasi berbagai permasalahan ataupun pertentangan selalu dibuat sebuah perjanjian. Perjanjian yang ditetapkan nantinya diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan melalui cara damai. Salah satu perjanjian bersejarah yang perlu kita tahu adalah perjanjian jepara.

Perjanjian ini dibuat untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara Trunojoyo dengan penguasa Mataram dan juga VOC. Untuk dapat memahami mengenai perjanjian Jepara. Berikut merupakan pemaparan mendetail mengenai perjanjian jepara.

Pengertian Perjanjian Jepara

Perjanjian Jepara merupakan perjanjian kesepakatan yang dibuat dengan tujuan untuk melawan semua pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Trunojoyo. Tokoh yang terlibat dalam perjanjian itu adalah Sultan Amangkurat II beserta dengan VOC. Raden Trunojoyo merupakan bangsawan yang berasal dari Madura.

Yang mana sangat menentang semua kebijakan dan keputusan yang dibuat oleh Amangkurat I dan juga Amangkurat II. Hal tersebut dilatarbelakangi karena kedua penguasa Mataram tersebut telah dipengaruhi oleh VOC. Sehingga semua kebijakan dan kewenangannya sangat ditolak oleh Raden Trunojoyo.

Bukan hanya Raden Trunojoyo yang menolaknya, melainkan semua masyarakat juga melakukan hal yang sama. Semua masyarakat tidak menyukai perubahan sifat dari pemerintahan Mataram yang cenderung seenaknya, kejam, dan tidak mempedulikan kepentingan rakyatnya sama sekali. Sehingga tidak heran apabila pada saat itu banyak sekali dari masyarakat yang mati.

Karena dihukum atas upaya penolakan dan ketidaksetujuannya itu. Hal hal seperti itulah yang malah membuat kemarahan Raden Trunojoyo terus meningkat. Bentuk kemarahannya itu diwujudkan dengan beberapa upaya pemberontakannya yang dilakukan terhadap mataram pada kepemimpinan Sultan Amangkurat I dan juga Sultan Amangkurat II.

Latar Belakang Perjanjian Jepara

Perjanjian Jepara ini berawal ketika pulau Madura mulai ditaklukan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Saat itu Sultan Agung merupakan seorang pemimpin kerajaan Mataram islam. Yang mana masih berada di bawah garis keturunan dari kerajaan Mataram Kuno.

Pada tahun 1924, Sultan Agung sangat giat untuk menaklukan beberapa wilayah berada di Pulau Jawa. Yang nantinya wilayah wilayah tersebut akan dijadikan sebagai daerah kekuasaannya. Daerah daerah yang berhasil dikuasai oleh Sultan Agung adalah Madura, Surabaya, Yogyakarta dan juga wilayah lainnya yang berada di wilayah pantai Timur Jawa.

Dan pada saat proses penaklukan wilayah itu, Sultan Agung berhasil menangkap seorang bangsawan Madura yang berusaha untuk mempertahankan wilayahnya. Bangsawan Madura itu bernama Raden Prasena. Raden Prasena mampu menarik perhatian Sultan Agung dengan berbagai kelebihannya.

Salah satu kelebihannya yang mampu memikat Sultan Agung adalah perilaku dan juga ketampanannya. Oleh karena itu, Raden Prasena tidak dijadikan sebagai tawanan oleh Sultan Agung. Melainkan dijadikan sebagai menantunya.

Yang mana juga berperan sebagai pengausa Pulau Madura Barat. Yang sebelumnya pulau itu telah dikuasai oleh kerajaan Mataram. Selain diangkat sebagai menantunya, Raden Prasena juga diberikan gelar sebagai Panembahan Cakraningrat atau pun dapat disebut dengan Cakraningrat I.

Walaupun Raden Prasena telah diberikan kekuasaan untuk dapat memimpin Madura Barat. Ia lebih sering berada di Mataram. Dan mengontrol kekuasaan yang ada disitu. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan dari wilayah Madura Barat.

Sultan agung memerintahkan putranya yang bernama Raden Demang Melayakusuma untuk memimpin semua pemerintahan yang ada di Madura Barat. Beberapa saat kemudian, Sultan Agung dinyatakan wafat. Sehingga untuk memimpin kekuasaan Mataram diturunkan kepada Amangkurat I.

Amangkurat I ini memiliki nama asli yaitu Susuhunan Prabu Amangkurat I ataupun sering disebut dengan Raden Mas Sayidin. Dalam pemerintahannya memimpin Mataram, Amangkurat I memiliki cara yang sangat berlawanan dengan ayahnya. Yang mana seperti yang kita tahu, Sultan Agung selalu memerangi Belanda dengan berbagai kebijakannya.

Namun, hal sebaliknya dilakukan oleh putranya. Amangkurat I lebih memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Belanda. Hal tersebut semata mata dilakukan untuk mendapatkan segala perlindungan atas kepentingannya.

Akibat keputusannya itu, Amangkurat I menjadi sosok pemimpin yang seenaknya dan juga tidak memperdulikan rakyatnya sama sekali. Sehingga banyak sekali dari masyarakat yang menyatakan ketidakpuasaannya terhadap gaya kepemimpinan Amangkurat ini. Adik lelakinya, Pangeran Alit juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh para rakyat.

Ketidakpuasannya itu ditunjukan dengan pemberontakannya yang dilakukan pada tahun 1648. Untuk mengatasi berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Alit, Amangkurat I memerintahkan Cakraningrat dan juga Demang Melayakusuma untuk melakukan perlawanan terhadap Pangeran Alit.

Namun, cara itu sangat sia sia dilakukan, Cakraningrat dan juga Demang Melayakusuma berhasil terbunuh saat melakukan perintahnya. Namun, hal tersebut tidak menentukan kemenangan dari Pangeran Alit. Pangeran alit justru mengalami kekalahan dalam pemberontakannya itu.

Dan semua menteri yang mendukungnya dibantai oleh Amangkurat I. Setelah perlawanan itu, beberapa tahun kemudian Pangeran Adipati Anom yang saat itu menjabat sebagai Pangeran Mahkota terancam dilengserkan dari kekuasaannya. Yang mana akan digantikan oleh putra dari Amangkurat I.

Tentunya hal itu sangat ditentang oleh Pangeran Adipati Anom. Pangeran Adipati Anom pun meminta bantuan dari Raden Kajoran untuk melakukan pemberontakan. Dan Raden kajoran mengusulkan menantunya yang bernama Trunojoyo untuk menjadi alat bagi Pangeran Adipati Anom.

Namun, Trunojo sendiri sebenarnya masih keturunan dari Sultan Agung.

Kronologi Perlawanan Trunojoyo

Perlawanan yang dilakukan oleh Trunojo ini dilatarbelakangi karena adanya ketidakpuasan pemerintah terhadap pemerintahan Amangkurat I dan juga II. Yang  mana hal itu lagi lagi disebabkan karena Amangkurat I dan II yang menjalin hubungan kerja sama dengan VOC. Namun, pengambilalihan Raden Trunojoyo bukan malah menjadi titik penyelesaian dari permasalahan tersebut.

Justru malah menyebabkan permasalahan yang baru, yaitu timbulnya perselisihan antara Amangkurat I dengan pihak ulama. Perselihan tersebut menyebabkan banyak sekali pihak dari ulama yang harus dihukum mati oleh Mataram. Hal itu tentunya sangat memancing amarah dari Raden Trunojoyo.

Kemarahan itu ditunjukan dengan berbagai upaa pemberontakannya yang terjadi selama 5 tahun. Yang mana saat proses pemberontakan itu kekuasaan mataram sedang dipimpin oleh Sultan Amangkurat II. Namun, kedua gaya kepemimpinan dari Amangkurat I dan juga Amangkurat II sama sama tidak disegani oleh masyarakatnya.

Gaya kepemimpinan kedua raja itu sangat lekat dengan tindakan kejam dan juga seenaknya. Untuk memperkuat pemberontakan dan perlawanannya terhadap Mataram, raden trunojoyo memutuskan untuk bekerja sama dengan Karaeng Galesong. Yang mana Karaeng Galesong merupakan pengikut Sultan Hasanudin yang sebelumnya telah dikalahkan oleh VOC.

Bahkan untuk mempererat kerja sama antara kedua pihak itu, Raden Trunojo menikahi putri dari Karaeng Galesong. Pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo ini juga mendapatkan respon positif dari Panembahan Giri. Yang mana beliau juga mendukung semua upaya yang dilakukan oleh Trunojoyo untuk mengalahkan Amangkurat I.

Dalam upaya pemberontakannya, Pasukan Trunojoyo dapat memukul mundur pasukan Amangkurat I dan mendapatkan kemenangan yang diinginkan. Namun, kesenangan atas kemenangan itu tidak dirasakan juga oleh Trunojoyo. Atas kemenangan itu, Trunojoyo harus terjebak dalam permasalahan yang erat kaitannya dengan Adipati Anom.

Yang mana permasalahannya adalah Adipati Anom yang tidak mau menyerahkan kekuasaaanya. Dan permasalahan ini pun berakhir dengan kematian Adipati Anom oleh pasukan tentara Trunojoyo.

Isi Perjanjian Jepara

Dalam isi perjanjian Jepara, telah dituliskan kesepakatan yang mengharuskan Sultan Amangkurat II untuk membayar harga tinggi atas keputusannya untuk meminta bantuan VOC. Yang mana dalam perjanjian Jepara Sultan Amangkurat II harus bersedia menyerahan sebagian wilayah kekuasaannya kepada VOC.

Daerah tersebut mencakup daerah yang berada di wilayah pantai utara Jawa. Semua imbalan itu akan diberikan Sultan Amangkurat II kepada Belanda apabila VOC mampu untuk mengalahkan pemberontakan Trunojoyo.

Kondisi Pasca Perjanjian Jepara

Setelah disepakati imbalan yang sesuai itu, VOC langsung bergegas untuk mengalahkan Trunojoyo. Yang mana di saat yang bersamaan Trunojo telah mendirikan pemerintahannya sendiri. Dan memiliki kekuasaan untuk mengendalikan hampir semua wilayah yang berada di pantai Jawa.

Untuk dapat mengalahkan Trunojoyo, VOC memusatkan semua kekuasaanya berada dalam pimpinan Jenderal Cornelis Speelman. Yang mana VOC juga memerintahkan pasukan bugis untuk melakukan perlawanan terhadap Karaeng Galesong. Dengan semua kekuatan gabungan yang dikerahkan oleh VOC.

Trunojoyo dapat dikalahkan dan diserahkan kepada Amangkurat II. Yang mana Trunojoyo harus menerima hukuman mati atas pemberontakan yang dilakukannya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn