Daftar isi
Menilik sejarah negara Afrika Selatan tentunya membuat kita teringat akan dua hal yaitu, Apartheid dan Nelson Mandela. Negara yang terletak diujung selatan Benua Afrika ini merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, terutama emas. Tidak mengherankan bangsa Eropa seperti Inggris dan Belanda sampai memperebutkannya.
Afrika Selatan, seperti kebanyakan negara-negara di Benua Afrika dihuni oleh ras kulit hitam yang merupakan penduduk terbanyak dalam populasi yang mencapai 77%. Mereka terdiri dari suku-suku seperti, Xhosa, Khoi, Bushmen, dan Zulu yang merupakan suku-suku paling dominan di Afrika Selatan.
Tokoh Afrika Selatan yang merupakan presiden kulit hitam pertama yaitu Nelson Mandela adalah seorang keturunan dari pemimpin Suku Xhosa dan merupakan keluarga kerajaan Thembu. Namun apa itu Apartheid? dan siapakah Nelson Mandela? Mari kita pelajari bersama.
Apartheid adalah sebuah kebijakan politik yang diterapkan untuk memisahkan ras yang diberlakukan di Republik Afrika Selatan secara resmi dari tahun 1948 sampai 1993.
Apartheid berasal dari bahasa Afrikaans apart berarti memisahkan dan heid sistem atau hukum.
Namun praktik apartheid sebenarnya sudah jauh diterapkan di Afrika Selatan jauh sebelum 1948.
Hal tersebut erat kaitannya dengan kedatangan bangsa Eropa yaitu Belanda di tahun 1652 yang mendarat di Afrika Selatan dan mendirikan koloni di Tanjung Harapan atau dikenal sebagai Cape Town pada hari ini.
Kedatangan Belanda di Tanjung Harapan pada tahun 1652 dan membangun koloni, di kemudian hari semakin banyak pula populasi mereka dan membentuk sebuah bangsa baru yang disebut dengan Boer.
Kaum Boer inilah yang menjadi cikal bakal dari penduduk kulit putih yang pertama-tama mendiami Afrika Selatan.
Ketika tambang emas ditemukan pada sekitar tahun 1795 di wilayah yang didiami suku-suku asli Afrika Selatan, menarik perhatian Inggris yang selanjutnya melakukan invasi dan merebut wilayah koloni yang ditempati kaum Boer.
Pendudukan Inggris atas Afrika selatan kemudian menimbulkan gelombang migrasi orang Inggris untuk bermukim di Afrika Selatang pula. Jadi dengan datangnya orang Inggris menambah jumlah populasi orang kulit putih di ujung selatan benua Afrika.
Disisi lain, orang Boer yang kehilangan tanah dan tempat tinggalnya lalu mengadakan perlawanan untuk merebut kembali tanah mereka, perang ini dikenal dengan Perang Anglo-Boer I yang berlangsung dari tahun 1880-1881 dan Perang Anglo-Boer II dari 1899-1902.
Dari dua kali peperangan tersebut, orang Boer harus mengakui kemenangan orang Inggris.
Hasil dari berakhirnya perang Anglo-Boer tersebut adalah Inggris berhak untuk memerintah di Afrika Selatan dan menghapus perbudakan.
Dalam perjalanannya, orang Boer kemudian bekerjasama dengan pemerintah yang dikuasai oleh orang Inggris untuk membentuk Komisi Urusan Pribumi Asli Afrika Selatan.
Usulan orang Boer tersebutlah yang menjadi cikal-bakal lahirnya politik apartheid.
Bentuk kerja sama ini kemudian melahirkan kebijakan segresi yaitu pemisahan rasial dibidang lahan, tenaga kerja, pendidikan, dan politik.
Pada tahun 1910, Afrika Selatan mendapatakan status dominion atau menjadi negara jajahan dari Kerajaan Inggris. Dalam pemerintahan Afrika Selatan periode itu, dikuasai oleh orang-orang Inggris dan Boer yang melahirkan kebijakan-kebijakan baru guna mempertegas posisi mereka terhadap pribumi.
Tujuan dari pemberlakuan apartheid adalah untuk memisahkan wilayah tempat tinggal orang kulit putih dan kulit hitam serta segala kebijakan menyangkut sendi-sendi kehidupan seperti kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik
Dalam sistem ini, orang kulit putih mempunyai hak istimewa terhadap orang-orang dari kulit hitam dan kulit berwarna.
Selain hak istimewa, apartheid adalah bentuk dari legalitas atas sikap diskriminasi terhadap kepentingan-kepentingan yang menguntungkan orang kulit putih.
Seperti dalam hal tempat tinggal, orang-orang kulit hitam tidak boleh menempati suatu wilayah perkotaan yang didominasi oleh orang kulit putih.
Secara sah, pemberlakuan apartheid diterapkan pada tahun 1948 saat Partai Nasional memenangi pemilihan umum.
Daniel F. Malan sebagai pimpinan partai mempelopori agar pemisahan total dari apartheid ini diterapkan. Periode pertama ini juga dikenal dengan baaskap yang berarti Afrikaaner berkuasa dan mempunyai hegemoni atas kaum kulit berwarna.
Pemberlakuan apartheid periode pertama berhasil mengusir orang kulit hitam dan kulit berwarna dari tempat tinggalnya sejauh mungkin dari pusat pemukiman, lahan pertanian, serta pusat perekonomian kulit putih.
Disisi lain, mereka juga kehilangan hak sebagai warga negara, bahkan kewarganegaaraannya itu sendiri.
Satu dekade kemudian, atau pada tahun 1958 saat Hendrick Verwoerd menjabat sebagai perdana menteri kebijakan politik apartheid mendapat sedikit “kelonggaran”, yaitu dengan diberlakukannya pembangunan terpisah bagi kaum kulit hitam dan berwarna.
Kelonggaran ini tertuang dalam undang-undang yang disahkan tahun 1959, yaitu Bantu Self-Government Act 1959 dengan ditempatkannya sepuluh suku kulit hitam Afrika Selatan dalam satu wilayah yang sama.
Sehingga membuat dominasai kulit putih di Afrika Selatan semakin besar dengan menempati sekitar 87% tanah Afrika Selatan.
Nelson Mandela merupakan motor penggerak perlawanan terhadap apartheid ditanah Afrika Selatan. Mandela merupakan putra dari kepala suku Xhosa yang masih mempunyai darah keturunan raja.
Sosok Mandela begitu dihormati oleh kalangan kulit hitam Afrika Selatan, dan mendapat panggilan Madiba yang berarti kepala suku dalam bahasa klan Thembu.
Lewat kendaraan politiknya yaitu African National Congress (ANC), Mandela melakukan protes terhadap kebijakan politik apartheid. Dimotori oleh Mandela, mereka melakukan perlwanan terhadap hukum yang tidak adil. Istimewanya, gerakan ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan.
Melalui gerakannya ini, Mandela mendapat perhatian khusus dari pemerintah kulit putih. Bahkan pada 1962 Mandela dijebloskan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman seumur hidup dengan tuduhan teroris. Mandela akhirnya dibebaskan pada 1990, atau sekitar 27 tahun.
Namun kondisinya yang terpenjara tidak menyurutkan motivasinya untuk membawa keadilan dan kesetaraan bagi kulit hitam di Afrika Selatan. Surat-suratnya kepada anggota ANC membuat gerakan perlawanan kulit hitam Afrika Selatan tetap tumbuh dan berkembang.
Pada 1983, sebanyak 600 oranisasi Afrika Selatan bersatu padu untuk membentuk Front Demokratis Bersatu. Mereka menuntut untuk dihapuskannya istilah “homelands“. Sampai sekitar akhir tahun 1989-an kondisi politik Afrika Selatan semakin memanas. Akibatnya perekonomian negara pun terganggu dan mengalami depresi ekonomi.
Disaat kondisi ekonomi yang parah dan gelombang demonstrasi merajalela, pada tahun 1989 dibawah kepemimpinan perdana menteri Frederik Willem de Klerk, tahanan politik termasuk Mandela banyak dibebaskan dari penjara.
Hal ini mendapat sambutan hangat dari rakyat Afrika Selatan, yang diwarnai gelombang anarkisme. Mandela secara resmi dibebaskan dari penjara pada Februari 1990.
Empat tahun berselang setelah bebas dari penjara, Mandela terpilih menjadi presiden Afrika Selatanpada tahun 1994. Dengan terpilihnya Mandela, berakhir juga apertheid di Afrika Selatan.
Yang istimewa dari Mandela adalah, dalam pemerintahannya dia tidak menyingkirkan orang-orang kulit putih dari jajaran pemerintahan, namun malah menggandeng dan merangkul mereka. Ini adalah bukti bahwa kesetaraan adalah hal yang utama yang harus dilakukan manusia dalam kehidupan.
Dampak yang terjadi akibat pemberlakuan apertheid di Afrika Selatan yang paling merugikan adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan, seperti praktek diskriminasi, pengusiran, kekerasan, dan perampasan hak hidup,
Seperti diawal kedatangan orang Belanda di Afrika Selatan, porang Belanda mulai membangun pemukiman yang merampas tanah dan lahan rakyat pribumi Afrika Selatan. Hal tersebut membuat pribumi Afrika Selatan harus terusir dari tanah airnya sendiri.
Praktek diskriminasi ras makin nyata setelah diberlakukan secara resmi pada tahun 1948, dimana dilakukan pemisahan tempat tinggal antara warga kulit putih dan kulit hitam. Warga kulit hitam menjadi masyarakat yang terpinggirkan akibat kebijakan tersebut. Pemerinah mengeluarkan Undang-undang Wilayah Kelompok pada tahun 1950 dan berhasil memindahkan sebanyak 3.5 juta penduduk kulit hitam dari wilayah pemukiman yang tersebar di berbagai penjuru negara. Relokasi ini berlangsung sampai periode 1980-an.
Dalam bidang pendidikan, warga kulit hitam tidak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan sebagaimana yang didapat warga kulit putih. Akses pendidikan sangat terbatas karena kebanyakan warga kulit hitam hidup dalam kemiskinan.
Pemisahan fasilitas umum pun dilakukan pemerintah kulit putih untuk membatasi akses pertemuan dengan warga kulit hitam, Undang-undang Reservasi Pemisahan Fasilitas pun disahkan pada 1953 guna memperkuat kebijakan dari pemerintah.