Pembahasan Kali ini kita akan membahas mengenai biografi atau profil dari seorang pahlawan yaitu Pierre Tendean, berikut pembahasannya.
Kehidupan Awal
Pierre Andries Tendean lahir pada tanggal 21 Februari 1939. Beliau anak dari seorang dokter yang berdarah Minahasa bernama Dr.A.L Tendean dengan wanita belanda Belanda yang berdarah Perancis bernama Maria Elizabeth Cornet.
Pierre Tendean adalah anak ke dua dari tiga bersaudara. Beliau memiliki kakak dan seorang adik yang bernama Mitze Farre dan Rooswidiati. Lettu Pierre Tendean bersekolah dasar di Magelang. Lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bekerja.
Sejak kecil Beliau sangat ingin menjadi tentara dan masuk Akademi Militer. Namun orangtuanya ingin Beliau menjadi seorang dokter seperti sang ayah atau insinyur. Tetapi karena tekadnya yang kuat, akhirnya Beliau berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.
Sewaktu menjadi taruna,Beliau ikut tugas praktik lapangan dalam operasi militer penumpasan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Rebuplik Indonesia (PRRI) di Sumatera.
Karier
Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1961 dengan pangkat letnan dua, Tendean menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II /Bukit Barisan di Medan.
Setahun kemudian, Beliau mengikuti pendidikan di sekolah Intelijen di Bogor. Setamat dari sana, Beliau ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan Konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia.
Beliau bertugas memimpin sekelompok relawan dibeberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.
Pada tanggak 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.
Masa Perjuangan
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 , pasukan Gerakan 30 September mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknyam Tendean yang sedang tidur di ruang belakang rumah dinas Jenderal Nasution terbangun karena suara tembakan dan keributan yang luar biasa dan segera berlari ke bagian depan rumah.
Beliau ditangkap oleh gerombolan G30S dipimpon oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Djaharup. Gerombolan itu mengira bahwa dirinya adalah Nasution karena kondisi rumah yang gelap.
Sedangkan Nasution berhasil melarikan diri dengan melompati pagar. Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya.
Antara lain : Soeprapto, Soetojo, Parman, Ahmad Yani yang masih hidup dan D.I.Pandjaitan dan M.T. Harjono yang sudah dibunuh.
Beliau lalu di bunuh ditembak mati dan mayatnya dimasukkan ke sebuah sumur tua bersama ke enam jasad perwira lainnya.
Akhir Hayat
Lettu Pierre Tendean bersama ke enam Perwira lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Untuk menghargai jasa-jasanya Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965.
Pasca kematiannya Beliau secara anumerta dipromosikan menjadi kapten. Sejumlah jalan juga dinamai sesuai namannya. Termasuk di Manado, Balikpapan dan Jakarta.