2 Puisi Karya Sanusi Pane dan Maknanya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, pada 14 Mei 1905. Ia meninggal di Jakarta pada 2 Juni 1968. Setelah menamatkan pendidikannya di H.I.K gunung Sari, ia lalu mengajar Bahasa Melayu disana saat usianya baru 19 tahun. Dia pernah bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka, tapi lebih banyak aktif dalam lapangan Pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah kebangsaan.

Seperti terlihat pada sajak-sajak dan karangan-karangannya, Sanusi Pane sangat tertarik pada kebudayaan serta mistik India dan Jawa. Pada tahun 1928, ia berangkat ke India dan di sana ia menulis sajak-sajak yang paling baik. Kumpulan sajak-sajak yang ditulisnya di India diterbitkan dengan judul Madah Kelana (1931).

Sepulangnya di Indonesia, ia mendirikan dan menerbitkan majalah Timboel edisi Bahasa Indonesia pada kisaran tahun 1932 – 1933. Sanusi Pane aktif menulis dalam Poejangga Baroe, terutama karangan-karangan tentang sejarah, kebudayan, dan filsafat.

Sanusi Pane adalah salah satu penyair Top Indonesia yang karyanya turut memberikan warna dan makna perkembangan kesastraan Indonesia, khusunya di bidang karya seni puisi.

TERATAI

Kepada Ki Hadjar Dewantara

Dalam kebun di tanah airku

Tumbuh sekuntum bunga Teratai;

Tersembunyi kembang indah permai,

Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,

Daun berseri Laksmi mengarang;

Biarpun ia diabaikan orang,

Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,

Berseri di kebun Indonesia,

Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat

Biarpun engkau tidak diminat,

Engkaupun turut menjaga Zaman.

Makna dan Arti Puisi ‘Teratai’ Sanusi Pane

Untuk memahami arti puisi Teratai karya Sanusi Pane di atas, perlu dipahami beberapa metafor atau kiasan-kiasan yang digunakandalam puisi tersebut. Dalam puisi Teratai, yang paling jelas digunakan adalah anak kalimat : Kepada Ki Hadjar Dewantara.

Dengan judul penjelas itu, maka dipermudah memahami makna puisi Teratai. Bahwa ‘Teratai’ yang dimaksud adalah simbol atau personifikasi dari Ki Hadjar Dewanatara.

Untuk memudahkan memahami Puisi Teratai Karya Sanusi Pane, terlebih dahulu dicari makna atau arti beberapa kata sulitnya. Adapun beberapa kata sulit dalam Puisi Teratai adalah sebagai berikut :

Teratai = jenis bunga yang tumbuh di air

Seroja = jenis bunga yang mirip dengan bunga Teratai

Laksmi = cantik/elok (Bahasa Indonesia Klasik)

Selain kata-kata sulit, dalam Puisi Teratai juga terdapat kata kiasan. Kata kiasan   yang dimaksud adalah kata yang mewakili maksud tertentu.

Berikut kata kiasan yang terdapat dalam Puisi Teratai Karya Sanuni Pane dengan maksud yang mewakilinya :

Tanah Air = Negara Kesatuan Republik Indonesia

Teratai; Seroja = Ki Hadjar Dewantara

Kebun = Bidang Pendidikan

Menjaga Zaman = Menjaga/Menyiapkan Masa Depan

Penjaga Taman = Pihak yang turut menjaga pentingnya Pendidikan

Setelah mengetahui maksud dan makna kata sulit dari Puisi Teratai karya Sanusi Pane, langskah selanjutnya untuk mengetaui arti puisi tersebut secara keseluruhan adalah dengan membuat paraphrase puisi tersebut.

Teratai, sebuah penghormatan kepada Ki Hadjar Dewanatara.

Seperti bunga Teratai yang tumbuh subur, di bidang Pendidikan untuk bangsa Indonesia. Kegiatan yang tersembunyi dan tidak diminati banyak orang.

Akar dunia Pendidikan pada dasarnya mengakar ke seluruh dunia. Seluruh umat manusia membutuhkan penddidikan untuk mengembangkan diri. Buah Pendidikan akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan bangsa. Tidak banyak yang sadar pentingnya Pendidikan. Padahal Pendidikan itu akan membuka cakrawala pengetahuan dan memuliakan bangsa.      

Teruslah bermekaran, teruslah berkembang. Wahai orang yang peduli pada dunia pendidkan. Tetaplah berkembang di Indonesia. Meskipun sedikit yang peduli dan mendukung.

Meskipun belum seberapa penghargaan yang diberikan pada Ki Hadjar Dewantara sebagai insan Pendidikan di Indonesia. Beliaulah yang menjaga masa depan Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman.

SAJAK

Sajak (I)

Di mana harga karangan sajak,

Bukanlah dalam maksud isinya,

Dalam bentuk, nan rancak kata,

Dicari timbang dengan pilihnya.

Tanya pertam akeluar di hati,

Setelah sajak dibaca tamat,

Sehingga nama tersebut sakti,

Mengikat diri di dalam hikmat.

Rasa bujangga waktu Menyusun

Kata yang dating berduyun-duyun

Dari dalam, bukan nan dicari.

Harus kembali dalam pembaca,

Sebagai bayang di muka kaca,

Harus bergoncang hari Nurani.

Sajak (II)

O, bukannya dalam kata yang rancak,

Kata yang pelik kebagusan sajak.

O, pujangga, buang segala kata,

Yang kan Cuma mempermainkan mata,

Dan hanya dibaca selintas lalu,

Karena tak keluar dari sukmamu.

Seperti matari mencintai bumi,

Memberi sinar selama-lamanya,

Tidak meminta sesuatu kembali,

Harus cintamu senantiasa.

1931

Makna dan Arti Puisi ‘Sajak’ Karya Sanusi Pane

Dari kutipan puisi ‘Sajak’ di atas dapat diketahui bahwa Sanusi Pane menulis dua bagian puisi ‘Sajak’. Ada bagian I dan bagian II. Berdasarkan kutipan tersebut pula, diketahui bahwa pusi ‘Sajak’ ditulis 14 tahun sebelum Indonesia merdeka.

Makna dalam puisi ‘Sajak’ adalah dalam berkarya jangan hanya kulitnya saja yang diperindah. Tapi juga isi dan maksud tujuannya. Dalam membaca karya sastra, khususnya puisi, pembaca harus sadar dan menempatkan diri sebagai pihak yang dituju makna puisi tersebut.

Sebuah karya sastra, khususya puisi, harus mampu menyentuh perasaan pembacanya. Bukan hanya sekedar berisi kata-kata indah tapi juga memiliki makna yang dalam pula. Dengan demikian akan ‘menggoncangkan hati nurani’. Maksud kata ‘mengguncang’ adalh menyentuh hati. Menyentuh perasaan pembaca agar menjadi manusia yang lebih toleran.

Secara naratif pernyataan penting Sanusi Pane dalam Puisi ‘Sajak’ dapat dijelaskan sebagai berikut :

Sebuah sajak tidak hanya berisi kata yang bagus dan enak didengar, tapi juga harus dipertimbangkan pilihan katanya karena pasti akan memiliki makna yang berbeda.

Setelah membaca puisi, orang pasti akan perpikir seberapa kuat puisi yang dibacanya. Apakah bisa diambil hikmah (pelajaran) dari puisi yang telah dibaca.

Seorang penyair tidak Menyusun kata kering makna, tapi muncul dari dalam hati.

Dengan demikian, pembaca akan tersentuh perasannya. Seakan-akan Ketika membaca sebuah sajak, pembaca akan merasa bercermin.

fbWhatsappTwitterLinkedIn