Sejarah Pemilu 1997 yang Jarang diketahui

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebagai negara demokrasi maka pemilihan umum atau pemilu merupakan sebuah kegiatan yang rutin diselenggarakan di Indonesia. Pemilu kerap dianggap sebagai pesta rakyat yang sudah digelar di Indonesia sejak tahun 1955.

Indonesia kembali menggelar pemilihan umum ketiganya pada tanggal 2 Mei 1977. Pemilu ini diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih DPR Pusat, DPRD Tingkat 1 Provinsi, dan DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya. Jika pemilu sebelumnya diikuti oleh banyak partai, pada pemilu ketiga hanya diikuti oleh tiga partai saja. Hal tersebut berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh MPR pada tahun 1973 yaitu GBHN mengenai fusi partai politik. Partai-partai yang dianggap sejenis dikelompokkan dan menyatu. 

Partai yang melakukan peleburan adalah partai golongan agama Islam antara lain NU, PERTI, Parmusi, dan PSII yang kemudian membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP)pada 5 Januari 1973. Gerakkan ini kemudian diikuti oleh partai nasionalis dan partai non-islam yakni PNI, IPKI, Murba, dan Parkindo yang kemudian mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973. Sementara itu Golongan Karya yang menguasai pemilu sebelumnya tetap menjadi organisasi masyarakat. 

Ide tentang fusi atau pengelompokkan partai-partai sejenis ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1971. Ide tersebut diungkapkan pada saat menjelang pemilu 1971 oleh presiden Soeharto. Namun ide tersebut ditolak oleh banyak kubu partai seperti partai Katolik dan Partai Kristen Indonesia. Penolakan tersebut dinilai akan menghambat ruang gerak partai-partai yang difusikan. Sementara partai Golkar akan terus kuat dan akan terus mengalami kemenangan mutlak.  

Sistem yang diterapkan pada pemilihan umum 1977 masih sama dengan pemilu 1971 yaitu sistem perwakilan berimbang atau proporsional dengan sistem stelsel daftar. Namun sistem daftar yang diterapkan adalah sistem daftar tertutup. Sehingga pemilih tidak dapat mengetahui siapa yang mereka pemilih melainkan hanya dapat mengetahui partainya saja.

Pemilu 1977 masih menganut asas LUBER dan Jurdil, Sedangkan dasar hukum yang digunakan adalah TAP MPR Nomor IV/MPR/1973 yaitu membahas tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 yaitu tentang Pemilihan Umum, Undang-undang Nomor 3 tahun 1975 yaitu mengenai Partai Politik dan Golongan Karya, Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah, Undang-undang Nomor 8/1974 mengenai Pokok-pokok Kepegawaian, dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 mengenai Pemerintahan Desa.

Hasil dari pemilu ketiga ini kembali mengeluarkan Golkar sebagai pemenang dengan memperoleh kursi sebanyak  232 kursi dengan memperoleh suara sebanyak 37,75 juta  , kemudian disusul oleh PPP sebanyak 99 kursi dengan 18.743.491 suara dan PDI sebanyak 29 kursi dengan 5.504.751 suara. 

Meski masih menjadi pemenang dalam pemilu namun sebenarnya perolehan golkar menurun dibandingkan dengan pemilu sebelumnya dimana Golkar harus kehilangan 4 kursi. Keadaan berbanding terbalik dengan partai PPP dimana partai ini mengalami kenaikan perolehan suara di berbagai daerah.

PPP bahkan berhasil mengungguli Golkar di wilayah DKI Jakarta dan DI Aceh pada basis eks Masyumi. Sayangnya PPP pada basis NU juga mengalami penurunan yang signifikan sehingga tidak dapat meningkatkan perolehan suara PPP di tingkat nasional dan tetap kalah oleh Golkar. 

fbWhatsappTwitterLinkedIn