Daftar isi
Dalam ilmu sosiologi yang memelajari seluk-beluk kemasyarakatan, terdapat istilah mobilitas sosial yang kita kenal dengan istilah awam pergeseran status sosial pada seseorang atau suatu kelompok. Pergeseran status sosial tersebut tidak hanya bisa terjadi secara mendatar atau horisontal, tapi juga naik-turun atau vertikal.
Oleh sebab itu, mobilitas sosial secara vertikal sendiri masih dibedakan menjadi dua jenis bentuk perubahan sosial lagi, yakni vertikal turun dan vertikal naik.
Sosiologi vertikal merujuk pada mobilitas sosial atau pergeseran status seseorang yang berubah secara vertikal. Ketika status seseorang bergeser vertikal, artinya kekuasaannya dapat naik (menjadi lebih baik daripada sebelumnya).
Dan menjadi golongan kelas atas; atau justru kekuasaannya turun (menjadi lebih buruk daripada sebelumnya) dan menjadi golongan kelas bawah. Bicara soal pergeseran status sosial dalam sosiologi, hal ini juga mengarah pada hierarki sosial yang tingkatannya dapat berubah-ubah pada seseorang atau kelompok tertentu.
Sosiologi vertikal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni meliputi :
Sosiologi vertikal atau perubahan mobilitas dan status individu atau kelompok dalam masyarakat dapat terjadi karena perubahan lingkungan sosial. Akan selalu ada kondisi maupun situasi yang menguntungkan bagi beberapa pihak (individu maupun kelompok tertentu).
Dan ada pula beberapa pihak yang dirugukan karenanya. Ketika merugi, individu atau kelompok tersebut akan mengalami penurunan status atau tingkat sosial, sedangkan yang beruntung akan mengalami kenaikan status sosial.
Kekuasaan seperti roda yang berputar di mana yang di atas tidak selalu di atas dan yang di bawah juga tidak selamanya di bawah. Sosiologi vertikal dipengaruhi oleh kekuasaan orang-orang kelas atas yang dapat mengalami rendahnya tingkat kelahiran. Penurunan angka kelahiran orang-orang kelas atas pada akhirnya membuka peluang bagi orang-orang kelas bawah untuk naik dan mengisi kekosongan tersebut.
Jabatan-jabatan tertentu yang berlaku di dalam masyarakat memiliki masa aktif hingga beberapa waktu saja. Seperti halnya jabatan seorang presiden yang berlaku 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode lagi yang artinya jangka waktu posisi presiden hanya sampai 10 tahun (jika memang masyarakat memilih lagi di periode kedua).
Ketika masa jabatan berakhir, posisi tersebut kemudian kosong dan perlu diganti dengan orang yang baru. Orang yang akan mengisi jabatan tersebut tentu biasanya berasal dari jabatan yang lebih rendah untuk kemudian mengisi jabatan lebih tinggi.
Sosiologi vertikal menunjukkan bahwa orang-orang yang berada pada status yang lebih rendah atau kelas bawah tidak akan selamanya berada di sana, khususnya jika dapat memenuhi syarat atau kriteria tertentu.
Seperti kita ketahui, masyarakat kelas atas terkadang memiliki gaya hidup yang berbeda di mana cara hidup dan tata krama sangat berpengaruh dalam menjaga agar mereka tetap berkelas. Individu maupun kelompok kelas bawah yang dapat mengikuti gaya hidup dan tata krama ala orang-orang kelas atas pun kemudian bisa jadi memperoleh kesempatan untuk menjadi bagian dari kelas atas.
Asalkan telah memenuhi syarat dan kriteria golongan kelas atas atau status yang lebih tinggi, siapa saja dapat merangkak ke posisi tersebut.
Sosiologi vertikal juga disebabkan oleh mumpuni tidaknya kemampuan individu atau kelompok tertentu dalam menjalankan fungsinya. Dalam suatu usaha turun-temurun, pemilik usaha terdahulu (kakek-nenek maupun orang tua) dapat menjaga kualitas, kapasitas dan nama baik mereka.
Namun jika keturunan-keturunannya tidak memiliki kemampuan sama baik dan tidak lebih baik dari leluhurnya, usaha tersebut dapat mengalami penurunan.
Jika semula keluarga tersebut berhasil berada di tingkat atau kelas atas karena usahanya yang begitu sukses, ketidakmampuan keturunan-keturunannya dapat membawa usaha dan kelas sosial jatuh atau turun. Sebaliknya, ada pula usaha yang justru dibawa jauh lebih sukses oleh keturunan-keturunannya.
Sosiologi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yakni naik dan turun sebagai tanda perubahan kelas, kekuasaan hingga status sebuah kelompok maupun individu di tengah masyarakat.
Sosiologi vertikal naik artinya seseorang atau sebuah kelompok mengalami kenaikan status, kekuasaan atau kelas. Social climbing adalah istilah bahasa Inggris untuk pergerakan status sosial dalam masyarakat yang menunjukkan bahwa individu/kelompok kelas bawah atau status yang lebih rendah bisa memiliki posisi lebih tinggi dan bahkan berada di puncak kekuasaan.
Sosiologi vertikal turun artinya seseorang atau sebuah kelompok mengalami penurunan status, kekuasaan atau kelas. Social sinking adalah istilah bahasa Inggris untuk pergerakan status sosial dalam masyarakat satu ini, di mana individu/kelompok kelas atas atau status lebih tinggi bisa memiliki posisi lebih rendah dan bahkan jatuh hingga titik terendah setelah memiliki kekuasaan dalam jangka waktu tertentu.
Sosiologi vertikal pada dasarnya sangat mudah dijumpai dalam kehidupan sosial kita sehari-hari, dan berikut ini adalah contoh-contoh umum baik sosiologi vertikal naik maupun sosiologi vertikal turun :
Contoh Sosiologi Vertikal Naik
Kenaikan status, kelas dan kekuasaan bukan suatu hal asing di tengah masyarakat kita, seperti halnya contoh-contoh ini :
Contoh Sosiologi Vertikal Turun
Dalam kehidupan sehari-hari, di sekeliling kita pun terdapat banyak contoh penurunan status, kekuasaan, dan kelas sosial, seperti :
Sosiologi vertikal atau pergerakan status sosial secara vertikal sudah sangat umum terjadi di dalam masyarakat dengan berbagai faktor sebab akibat yang bervariasi.