Daftar isi
Stunting adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir ini, terutama ketika data 2019 menunjukkan bahwa prevalensi stunting berada pada 27,6% menurut Riset Kesehatan Dasar).
Stunting merupakan salah satu jenis gangguan pertumbuhan pada anak yang ditandai dengan tinggi badan yang kurang apabila dibandingkan dengan anak seusianya. Pada umumnya, masalah stunting dapat terjadi pada siapa saja sebab faktor utama yang menyebabkan kondisi ini pada anak adalah malnutrisi jangka panjang, dari sejak dalam kandungan atau sejak baru lahir.
Anak usia balita dengan tubuh yang kurus kerap dikaitkan dengan stunting karena kurus dianggap sebagai tanda kurang gizi. Meski tidak selalu demikian, anak yang tubuhnya terlalu kurus untuk anak seusianya memiliki risiko kondisi gangguan tumbuh kembang.
Hanya saja, anak terlalu kurus dan pendek juga tidak selalu mengarah pada stunting. Dari sejak bayi, stunting sudah seharusnya dapat terlihat, khususnya jika berat badan anak di 3 bulan pertama tidak sampai 750 gram.
Stunting menjadi perhatian banyak pihak karena potensinya yang mampu menghambat perkembangan sumber daya manusia dan meningkatkan angka kematian anak. Bahkan pemasukan ekonomi yang seharusnya sebagai hasil produktivitas justru menjadi pengeluaran negara.
Artinya, stunting berisiko meningkatkan kerugian negara 2-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Kabar baiknya, prevalensi stunting di Indonesia terus mengalami penurunan yang signifikan, yakni dari tahun 2019 dengan persentase 27,6%, lalu tahun 2021 berada pada angka 24,4%, dan per tahun 2022 berprevalensi 21,6%.
Untuk mencapai target penurunan angka kejadian stunting lebih signifikan lagi di tahun-tahun mendatang, dibutuhkan peran sumber daya manusia yang lebih aktif dan besar lagi.
Stunting dianggap sebagai suatu ancaman terhadap kualitas masyarakat Indonesia ke depannya oleh Kementerian Kesehatan. Karena stunting tidak sekadar memengaruhi bentuk dan ukuran fisik anak saat tumbuh kembang, tapi juga memengaruhi emosional serta intelektual anak.
Perkembangan otak yang terganggu karena stunting kemudian berdampak pada tingkat kecerdasan dan prestasi anak di kemudian hari. Oleh sebab itu, memahami berbagai faktor yang dapat memengaruhi seseorang dapat mengalami stunting penting untuk menetapkan langkah-langkah pencegahannya.
Berikut faktor yang mampu menyebabkan atau meningkatkan risiko anak stunting yang selama ini diketahui dapat terjadi dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
Anak berpotensi mengalami stunting tidak hanya setelah ia dilahirkan, tapi juga dapat dipengaruhi oleh pola makan sang ibu dari sejak mengandungnya. Masalahnya, stunting bisa terjadi bahkan ketika anak belum lahir dan masih berada di dalam kandungan karena sang ibu kekurangan nutrisi, terutama bila orang tua memiliki tingkat ekonomi rendah.
Kekurangan nutrisi artinya selama ibu mengandung tidak mengonsumsi makanan-makanan sehat dan bergizi lengkap. Karena kekurangan protein, mineral, dan vitamin, janin akhirnya ikut terpengaruh menjadi kurang gizi dan tumbuh kembangnya selama di dalam kandungan sudah mulai terhambat.
Setelah anak lahir, kurangnya ketersediaan makanan sehat serta edukasi sang ibu sendiri terkait makanan bernilai gizi tinggi pada akhirnya memengaruhi makanan-makanan yang diberikan kepada si kecil. Anak yang menerima asupan kurang sehat dan kurang gizi pada akhirnya mengalami penghambatan dalam masa tumbuh kembangnya yang juga tidak mudah disadari oleh orang tua.
Faktor eksternal yang mampu memengaruhi anak mengalami stunting adalah keterbatasan air bersih. Lingkungan tempat tinggal dengan sanitasi buruk atau tingkat kebersihan rendah mampu memengaruhi tumbuh kembang anak bila terus-menerus diberi air tidak layak konsumsi.
Tidak sekadar lingkungan tempat tinggal yang kurang baik dan bersih, pelayanan kesehatan yang aksesnya mudah dan berkualitas baik masih cukup sulit diperoleh di sejumlah daerah kecil. Padahal, akses layanan kesehatan yang sulit serta berkualitas buruk mampu meningkatkan risiko stunting pada anak.
Risiko stunting pada anak meningkat juga dapat dipengaruhi oleh tidak adanya perawatan pasca bersalin yang sang ibu dan bayi peroleh. Layanan kesehatan berupa perawatan pasca bersalin sangat menguntungkan ibu dan bayi yang baru lahir untuk menjamin kesehatan keduanya.
Melalui perawatan yang dimaksud, sederet gangguan kesehatan yang berpotensi terjadi pada ibu dan anak akan mudah diidentifikasi lalu diatasi secepatnya. Begitu pula dengan bayi yang baru lahir segera memperoleh asupan ASI dari sang ibu untuk menguatkan daya tahan tubuhnya.
Ibu dengan kondisi hipertensi (tekanan darah tinggi) dan/atau gangguan mental mampu menjadi faktor lain yang meningkatkan risiko stunting pada anaknya. Keduanya dikaitkan dengan cara asuh sang ibu terhadap anak yang kemungkinan memengaruhi pula asupan anak sehari-hari.
Ibu berkondisi hipertensi maupun gangguan mental dapat berpengaruh pada perilaku sekaligus prakteknya dalam memberi makan anak. Terdapat kemungkinan bahwa sang ibu kurang begitu mengerti apa yang harus diberikan sebagai gizi cukup dan baik bagi anak sehingga tumbuh kembang anak, khususnya perkembangan otak dapat terhambat.
Imunitas atau sistem daya tahan tubuh anak yang lemah atau rendah dapat menyebabkan anak mudah terkena penyakit infeksi berulang. Imunitas lemah dapat berhubungan dengan gizi yang diterima tubuh anak tidak cukup banyak dari makanan-makanan yang selama ini ia asup.
Ketika imunitas tidak bekerja sebagaimana mestinya, anak akan lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit, tidak terkecuali stunting. Ini menjadi alasan mengapa para orang tua perlu mengerti konsep gizi untuk memberi asupan makanan terbaik bagi anak-anak mereka.
Agar prevalensi stunting menurun dan anak-anak yang lahir ke depannya pun semakin memiliki tingkat kesehatan yang baik, dibutuhkan peran banyak orang dalam pencegahan maupun solusi mengatasinya. Berikut adalah sumber daya manusia yang sangat penting keberadaan dan fungsinya dalam menekan angka penderita stunting.
Walau ibu dianggap sebagai pihak yang harus paling paham terkait pencegahan dan penanganan stunting, sebenarnya peran ayah juga sangat sentral. Tidak hanya satu pihak (ibu saja) yang perlu merencanakan dan bertindak ini dan itu demi kesempurnaan tumbuh kembang anak.
Kesiapan ibu maupun ayah (peran orang tua tidak hanya merujuk pada ibu saja, tapi ayah serta ibu) dalam mengasuh dan merawat anak sangat penting dalam mengurangi atau justru meningkatkan risiko stunting.
Walau ibu berperan menjaga kesehatan kandungan dengan mengasup makanan bernutrisi tinggi sampai anak lahir dan pada tahap menyusui, peran ayah tak kalah besar. Sejak anak masih di dalam kandungan, ayah perlu menjalankan fungsinya dengan baik.
Tidak hanya dengan menafkahi tapi juga turut terlibat dalam pembentukan karakter anak dari kecil sampai dewasa. Pengasuhan yang dilakukan oleh dua pihak, yakni ibu dan ayah dalam sehari-hari membantu agar nilai IQ anak lebih tinggi.
Perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak berjalan dengan baik apabila ayah mendukung secara optimal sekalipun praktek kemungkinan didominasi oleh sang ibu. Penyediaan secara materi memang penting untuk ibu dan anak bisa mengonsumsi makanan-makanan tinggi gizi, namun ayah juga berperan memberi kasih sayang yang cukup serta memaksimalkan interaksi dengan anak agar anak tumbuh terhindar dari stunting.
Tenaga kesehatan tidak hanya melayani para ibu yang memeriksakan kandungannya maupun membantu mereka saat bersalin dan memberi perawatan pasca bersalin. Lebih dari itu, pelatihan kesehatan ibu dan anak penting untuk disediakan sejak dini.
Penyuluhan dan pemberian edukasi terkait stunting, seperti pengetahuan konsep gizi, tingkat sanitasi yang baik, seberapa penting ASI eksklusif, pengetahuan tentang MPASI, dan lainnya secara benar dari sebelum, selama, maupun sesudah mengandung penting untuk diketahui dan dipahami oleh para ibu maupun ayah.
Ahli gizi merupakan sumber daya manusia yang juga dibutuhkan untuk mengurangi angka penderita stunting. Risiko stunting dapat berkurang ketika terdapat konseling gizi yang dilakukan para ibu (akan lebih baik lagi jika kedua orang tua anak melakukannya) dengan mendatangi ahli gizi secara langsung.
Penyuluhan yang dilakukan oleh para ahli gizi juga dapat membantu para pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan, yang menunggu kelahiran anak mereka, maupun yang sudah menjadi orang tua untuk lebih sadar dan paham apa saja yang dibutuhkan agar ibu dan bayi memiliki kesehatan yang baik.
Tenaga pendidik, khususnya untuk layanan PAUD dan TK perlu memberi edukasi bagi orang tua anak terkait apa yang baik dan sehat bagi anak dan apa yang buruk dan tidak sehat bagi anak. Selain memberi penjelasan kepada orang tua, anak-anak sendiri sejak dini perlu diajar dan dibimbing untuk terbiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta mengonsumsi makanan dan minuman yang baik bagi tubuh mereka.
Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun menteri kesehatan adalah pihak-pihak yang paling penting dalam membuat kebijakan dan menyediakan dana terkait solusi pencegahan dan penanganan stunting. Berbagai tenaga perlindungan sosial, layanan kesehatan, dan pendidikan tidak akan bergerak apabila pemerintah tidak lebih dulu menyanangkan berbagai program terkait.
Pemerintah berperan untuk menurunkan prevalensi stuning yaitu dengan cara meningkatkan status gizi anak dengan cara program Pemberian Makanan Tambahan dengan program peningkatan gizi masyarakat.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang dampaknya bagi sang anak dengan masalah ini dapat lebih buruk dari yang dibayangkan. Untuk itu, pemerintah dan masyarakat tengah gencar mencari cara dan terus berupaya mencegah stunting serta menanganinya.
Tujuan pencegahan stunting sendiri yang paling utama adalah memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan pada anak sehingga menurunkan angka kejadian stunting. Melalui identifikasi penyebab maupun faktor risiko stunting, program atau langkah pencegahan baru dapat dilaksanakan, terutama sebelum atau pada masa awal kehamilan.
Penerapan pola makan seimbang dan menjalani gaya hidup sehat bahkan ketika sebelum hamil akan jauh lebih baik supaya anak lahir dan tumbuh berkembang tanpa mengalami penurunan kemampuan intelektual, peningkatan risiko penyakit degeneratif, penurunan produktivitas, dan penurunan kemampuan motorik.
Pencegahan stunting dilakukan melalui penyebaran edukasi terkait penyebab, faktor risiko, gejala, hingga langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menurunkan risiko dan mengatasi stunting. Informasi-informasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para orang tua agar dapat melakukan menghindarkan calon anak mereka dari stunting.
Kenapa pencegahan stunting pada anak penting ?
Stunting kini tengah menjadi isu nasional sekalipun belum jelas diketahui sejak kapan stunting merebak dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia sekaligus masyarakat luas. Istilah stunting pun terdengar baru-baru ini sehingga tidak dapat dipastikan kondisi stunting itu sendiri sudah ada sejak kapan.
Namun menilik dari zaman sejarah penjajahan Belanda di Indonesia, sistem tanam paksa diyakini sebagai faktor yang memulai timbulnya kondisi stunting. Sekalipun istilah stunting sangat baru dan masih cukup asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, sejarah kolonial turut andil dalam turunnya stunting dari generasi ke generasi.
Pada zaman penerapan sistem tanam paksa, banyak daerah khususnya di Pulau Jawa mendapat pengiriman beras yang sudah tidak layak konsumsi. Ketidaklayakan makanan pokok yang diperoleh pada zaman kolonial Belanda tersebut dapat menjadi awal dari kondisi stunting yang banyak orang-orang di negeri kita tidak sadari.
Stunting hingga kini masih menjadi persoalan karena Indonesia sendiri merupakan negara yang masih berkembang dengan pemenuhan gizi dan layanan kesehatan yang belum baik secara merata. Oleh sebab itu, pencegahan stunting menjadi penting, terutama dilakukan sejak dini karena dalam jangka panjang tumbuh kembang anak bisa memburuk.
Tidak hanya sekadar mengena pada fisik anak, anak dengan kondisi stunting juga dapat mengalami gangguan emosi seiring tumbuh kembangnya. Selain gangguan perkembangan sosial emosional, perkembangan kecerdasan lainnya juga dapat terpengaruh secara negatif.
Hal tersebut menjadi alasan mengapa pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, pemenuhan gizi itu perlu dioptimalkan, termasuk lingkungan yang sehat dan bersih agar tidak berdampak pada kerugian ekonomi di masa mendatang. Pencegahan stunting sangat penting karena dengan penurunan angka stunting, tumbuh kembang anak menjadi lebih normal.
Ketika anak mengalami tumbuh kembang normal, maka kemampuan motorik dan intelektualnya, perkembangan sosial emosional, produktivitas, serta risiko peningkatan penyakit degeneratif di masa mendatang dapat dihambat. Dan walaupun pencegahan itu penting, diperlukan adanya kerja sama banyak pihak untuk menekan angka masalah stunting agar semakin menurun secara signifikan.