Daftar isi
Sebelum masyarakat Indonesia memiliki agama dan kepercayaan seperti saat ini mereka percaya pada kekuatan animisme dan dinamisme. Salah satu agama yang masuk dan diterima oleh penduduk Indonesia adalah Hindu Buddha. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan berdirinya kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha di Nusantara.
Lalu bagaimana dan siapa yang pertama kali membawa ajaran Hindu Buddha ke tanah air? berikut adalah teori-teori masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
1. Teori Brahmana
Kasta Brahmana adalah kasta paling tinggi dalam ajaran Hindu yang diisi oleh para pendeta, sedangkan teori Brahmana adalah sebuah pendapat tentang masuknya pengaruh Hindu dan Buddha ke Indonesia yang disampaikan oleh Jacob Cornelis Van Leur. Jacob Cornelis Van Leur adalah seorang peneliti sejarah adalah Belanda. Berdasarkan teori ini mengatakan bahwa ajaran dan kebudayaan Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara karena dibawa oleh para kasta tertinggi ini.
Para petinggi tersebut diundang oleh para penguasa Nusantara pada masa itu. Teori-teori ini didukung oleh adanya ajaran Hindu-Buddha yang mengatakan bahwa acara ini hanya boleh dipelajari orang-orang Brahmana. Karena pada saat itu hanya lah orang-orang kasta tertinggi saja yang bisa baca tulis dan kasta ini lah yang dipercaya untuk menyebarkan ajaran mereka.
Namun sebuah teori adalah pendapat yang belum dipastikan kebenarannya. Teori pada umumnya memiliki pendukung dan yang melemahkannya. Begitu juga dengan teori ini dimana ada yang pro dan ada yang kontra seperti berikut ini.
Tokoh Pendukung
Teori Brahmana didukung oleh Frederik David Kan Bosch yang merupakan seorang sejarawan dan arkeolog. Ia mendukung teori ini dengan bukti yakni adanya jabatan atau kedudukan atau jabatan bagi para Brahmana dalam keraton dan kerajaan pada masa lampau.
Teori tidak asal dirumuskan begitu saja melainkan berdasarkan pada prasasti-prasasti yang telah ditemukan. Menurutnya para Brahmana datang ke Nusantara melalui jalur laut untuk menjadi penasihat para raja.
Tokoh Penentang
Teori bahwa para kasta Brahmana datang ke Nusantara ini datang melalui jalur laut ini dilemahkan dengan teori dari para kaum Hindu kuno. Teorinya mengatakan bahwa kaum Brahmana tidak diperbolehkan untuk menyebrangi lautan. Kasta Brahmana yang melanggar peraturan ini maka akan kehilangan statusnya dan menjadi rakyat biasa.
Teori lainnya yang melemahkan teori Brahmana adalah para raja di Nusantara tidak bisa baca tulis Sansekerta dan pallawa yang terdapat pada kitab weda. Kitab weda adalah kitab yang diajarkan oleh para Brahmana.
2. Teori Ksatria
Ksatria adalah kasta tertinggi kedua dalam ajaran Hindu yang diisi oleh para prajurit. Teori ini dirumuskan oleh Cornelis Christiaan Berg atau lebih dikenal sebagai C.C. Berg. Berdasarkan teori ini mengatakan bahwa pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara karena dibawa oleh para prajurit yang kalah dalam perang di tempat lahir agama ini yakni India.
Para prajurit atau perwira tersebut kalah dan mencari tempat yang aman agar tetap hidup. Mereka tinggal di Nusantara dalam kurun waktu yang cukup lama bahkan ada yang menetap. Sehingga secara tidak langsung mereka membawa budaya mereka dan diterapkan di tempat yang baru.
Serupa dengan teori Brahmana, Teori Ksatria juga memiliki pendukung dan penentangnya seperti berikut ini.
Tokoh pendukung
Teori Ksatria mendapat banyak dukungan dari beberapa pihak seperti:
- J.L Moens
J.L Moens membenarkan teori Ksatria berdasarkan penelitiannya yang menyatakan bahwa India sekitar abad ke-4 hingga 5 telah mengalami peperangan akibat perebutan tahta dan kekuasaan. Mereka yang kalah dan masih hidup kemudian meloloskan diri dan pergi ke Nusantara. Hal ini sejalan dengan awal berdirinya kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang di mulai pada abad 4-5.
- Mookerji
Hal serupa juga diungkapkan oleh Mookerji yang kemudian menambahkan para Ksatria tersebut mendirikan kerajaan di Nusantara. Dalam teorinya juga mengatakan bahwa mereka juga turut membawa para seniman untuk mendirikan candi . Hal ini lah yang menjadikan candi di Indonesia memiliki kemiripan dengan candi di India. Tak hanya itu mereka juga menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di sana.
Tokoh Penentang
Meski mendapat dukungan dari beberapa pihak namun teori ini juga ditentang oleh beberapa tokoh seperti berikut.
- Frederik David Kan Bosch
Frederik David Kan Bosch menentang teori ini karena menurutnya tidak ada bukti yang kuat. Ia mengatakan bahwa tidak ada prasasti yang menunjukkan bahwa raja dari India berhasil menaklukan negeri yang jauh.
Lebih lanjut ia pendapat jika ada dari kasta Ksatria yang menikah dengan pribumi maka sudah pasti ada penerusnya namun hal tersebut tidak dapat dibuktikan. Menurutnya para pelarian Ksatria tidak mungkin mendapat kedudukan mulia sekalipun ditempat yang baru. Selain itu para Ksatria juga tidak bisa baca tulis huruf Pallawa dan Sansekerta seperti yang umum tercantum pada prasasti.
- Nicolaas Johannes Krom
Seorang arkeolog dari Belanda yakni Nicolaas Johannes Krom juga menentang teori ini. Menurutnya tidak ada tekanan yang dilakukan oleh para kaum Ksatria dalam budaya Hindu-Buddha di Indonesia. Dalam hal ini penduduk Nusantara turut berperan aktif dalam membentuk budaya Hindu Buddha di Indonesia.
3. Teori Waisya
Waisya adalah golongan ketiga dalam sistem kasta yang diajarkan oleh agama Hindu. Kasta ini berisikan para para pedagang, pengrajin, dan buruh kelas menengah. Menurut teori Waisya ajaran dan budaya Hindu-Buddha dibawa oleh para pedagang dari India. Mereka tidak hanya membawa barang-barang dagangan mereka saja melainkan juga peralatan ibadah, adat dan kebiasaan mereka.
Para pedagang ini akan melakukan perjalanan dengan memperhatikan kondisi angin yang jika anginnya baik maka mereka akan berlayar namun jika buruk mereka akan tinggal. Hal ini biasanya terjadi selama 6 bulan artinya para pedagang yang datang ke Nusantara setidaknya akan menetap selama 6 bulan.
Sama halnya dengan teori yang lainnya, teori yang dikemukakan oleh Nicolaas Johannes Krom Ini juga mendapat dukungan dan yang menentang.
Bukti Pendukung
Nicolaas Johannes Krom dalam mengemukakan teorinya didasarkan pada bukti yang mendukung pendapatnya. Bukti-bukti tersebut antara lain sebagai berikut.
- Interaksi antar Pedagang
Diketahui pada kehidupan di masa lalu didominasi oleh kegiatan perdagangan termasuk Indonesia. Terutama wilayah Nusantara yang strategis tentu mengundang masyarakat dunia. Banyak pedagang-pedagang bangsa lain yang rela menyebrangi lautan untuk datang ke Nusantara salah satunya adalah India.
Tak hanya berdagang para pedagang ini juga berinteraksi dengan pedagang dan masyarakat lokal lainnya. Dalam Interaksi ini lah yang memungkinkan bangsa Indonesia mulai mengenal ajaran Hindu.
- SDA
Wilayah Indonesia sejak dahulu sudah dikenal sebagai bangsa yang subur dan kaya akan sumber daya alamnya. Hal inilah yang menarik golongan waisya untuk datang dan memanfaatkan SDA di Indonesia.
- Kampung Keling
Kampung keling adalah sebuah daerah pemukiman yang diduga merupakan tempat singgah para waisya yang menunggu angin laut untuk kembali ke India. Kampung Keling bisa kita jumpai di beberapa tempat seperti di Jepara, Medan, Malaka, bahkan di Aceh.
- Pernikahan
Para pedagang India setidaknya menetap di Indonesia untuk 6 bulan bahkan ada yang selamanya. Dalam kurun waktu ini lah terjadi perkawinan antara golongan waisya dengan pribumi. Mereka berkeluarga dan memiliki keturunan yang meneruskan ajaran Hindu-Buddha.
Teori Penentang
Meski banyak faktor yang mendukung, namun teori ini juga memiliki kelemahan.
- Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa
Bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa adalah bahasa yang digunakan dalam ajaran Hindu dan Buddha. Orang-orang yang dapat memahami bahasa dan huruf ini hanyalah kasta Brahmana. Sehingga kasta Waisya kesulitan untuk memahami ajaran Hindu-Buddha terlebih lagi jika harus menyebarkannya.
- Kasta Waisya Fokus Berdagang
Para kaum Ksatria datang ke Nusantara hanya untuk berdagang. Waktu mereka hanya digunakan untuk mencari nafkah sehingga akan kesulitan untuk menyebarkan agama dan ajaran mereka.
4. Teori Sudra
Sudra adalah kasta rendah yang ada dalam ajaran Hindu dan diisi oleh para budak. Teori Sudra dicetuskan oleh Godfried Hariowald Von Faber seorang ilmuwan keturunan Jerman-Belanda sekaligus pendiri dari Museum Surabaya. Ia berpendapat bahwa Indonesia mendapatkan ajaran dan kebudayaan Hindu-Budhda dari para kaum Sudra yang pergi dari negaranya dan ingin mengubah nasibnya.
Namun teori ini sangat lemah dikarenakan kaum Sudra adalah salah satu kaum paling rendah aam Hindu. Sedangkan kitab umat Hindu-Buddha ditulis dalam bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa ang diana kasta satu tingkat diatas golongan ini pun tidak memahami. Sehingga kemungkinan kaum Sudra mengeti ajaran Hindu-Buddha sangat kecil.
Dalam kitab weda juga terdapat aturan yang mengatakan bahwa hanya kaum tertentu saja yang diperbolehkan untuk memegang kitab tersebut.
5. Teori Arus Balik
Teori arus balik dikemukakan oleh Frederik David Kan Bosch yang merupakan ilmuwan dari Belanda. Jika ke 4 teori sebelumnya mengatakan bahwa orang India lah yang datang dan menyebarkan agama Hindu dan Buddha di Indonesia, teori ini mengatakan sebaliknya. Berdasarkan teori iini orang-orang Indonesia mendapatkan ajaran ini karena mereka bepergian ke lembah Indus di India.
Setelah memahami dan mempelajari ajarannya mereka kembali ke Indonesia dan menyebarkannya. Teori ini mendapat dukungan dan juga pertentangan seperti berikut ini,
Teori Pendukung
- Penemuan Prasasti Nalanda
Teori ini diperkuat dengan adanya penemuan prasasti Nalanda yang ditemukan di India. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya meminta untuk pembangunan sebuah vihara. Vihara tersebut akan digunakan untuk belajar para tokoh dari Sriwijaya.
- Soedrajat
Adapun tokoh yang mendukung teori ini adalah drajat yang menurutnya teori ini lebih dapat diterima. Hal tersebut karena yang memahami masyarakat Indonesia adalah bangsa itu sendiri sehingga penyebaran agama atau suatu ajaran akan lebih mudah.
Teori Penentang
Meskipun disebut sebagai teori yang paling mudah diterima namun teori ini masih memiliki menentangnya, Teori ini bertentangan dengan kondisi masyarakat Indonesia pada zaman dahulu cenderung pasif sehingga kurang meyakinkan apabila bangsa Indonesia sendirilah yang mempelajari dan mengajarkan ajaran Hindu-Buddha dan membutuhkan orang lain.