Perjuangan para pemuda di masa lalu sangat fenomenal dan penuh semangat. Guna mewujdukan kemerdekaan, banyak pemuda yang meninggal dalam perjuangannya. Pada hakikatnya, pemudalah yang memegang peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sejak kebangkitan nasional, sumpah pemuda samapi terciptanya proklamasi kemerdekaan RI.
Berikut tokoh sumpah pemuda dalam perjuangan kemerdekaan republik Indonesia.
Wage Rudolf Supratman adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia,”Indonesia Raya” dan pahlawan nasional Indonesia. W.R Supratman lahir di Somongari, Purworejo, 19 Maret 1903 dan meninggal di Surabaya, Jawa Timur 17 Agustus 1938.
Beliau menyelesaikan sekolah dasar di Jakarta dan meneruskan pendidikan ke normal School Makasar hingga tamat. Setelah itu pindah ke Bandung setelah sebelumbya beliau bekerja sebagai wartawan dan sejak itu ikut aktif dalam pergerakan nasional.
Sewaktu tinggal di Makasar, W.R Supratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Wilem Van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. W.R Supratman juga memiliki kepandaian bermain biola.
Pada tahun 1924 ketika tinggal di Jakarta, inspirasinya muncul untuk menciptakan lagu kebangsaan setelah ia membaca sebuah artikel di majalah “Timbul”. Penulisa karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Maka lahirlah lagu Indonesia Raya.
W.R Supratman merupakan sosok penting dalam peristiwa sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada malam penutupan Kongres pemuda II, W.R Supratman diberik kesempatan menampilakn lagi Indonesia Raya lewat gesekan biolanya.
Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarkannya. Lagu yang sangat menggugah jiwa patriotisme itu dengan cepat terkenal di kalangan pergerakan nasional. Sejak itu, kalau partai-partai politik mengadakan kongres, lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan.
Setelah di kumandangkan tahun 1928, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang peredaran lagu kebangsaan bag Indonesia Raya. Belanda yang gentar dengan konsep kebangsaan Indonesia juga melarang penggunaan kata “Merdeka”.
Setelah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya yang juga dinyanyikan secara spontan saat proklamasi kemerdekaan tangga; 17 Agustus1945 ditetapkan sebagai lagu kebangsaan perlambang persatuan bangsa karena lagu Indonesia Raya merupaka perwujudan dari rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.
Berdasarkan SK presiden No.16/TK/1971, W.R Supratman kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Jiwa kebangsaan W.R Supratman sangat tinggi. Rasa nasionalisme itu membuahkan karya bernilai tinggi yang dikemudian hari telah menjadi pembangkit semangat perjuangan pergerakan nasional. Lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan tanpa kata-kata, hanya alunan biola W.R Supratman.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 26 Juli 1922. Chairil Anwar bersekolah di Hollandsch-Inlandsche school. Sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Dia kemudaian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi tidak sampai tamat. Chairil Anwar adalah penyair angkatan 45. Ia telah menulis sebanyak 94 karya, termasuk 70 puisi. Puisinya memiliki berbagai macam tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensalisme.
Salah satu puisinya yang terkenal berjudul “Aku”. Adapun kumpulan puisinya antara lain :
Belum genap 27 tahun, Chairil Anwar meninggal dunia di rumah saki CBZ (sekarang rumsah sakit Dr.Cipto Mangunkusumo) Jakarta pada tanggal 28 April 1949. Walaupun hidupnya sangat singkat, Chairil Anwar dan karya-karyanya sangat melekat pada dunia sastra Indonesia. Karya-karya Chairil Anwar banyak di terjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa inggris, jerman, dan spanyol.
Robert Wolter Monginsidi adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari daerah Bantik Minanga (Malalayang). Beliau lahir di Malalayang, Manadao, Sulawesi Utara pada tanggal 14 Februari 1925 dan meninggal di Pacinang, Makasar, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 September 1949 di usia 24 tahu.
Jiwa patriotisme Robert Wolter Monginsidi begitu menggebu-gebu, seakan mengajaknya untuk menyingsikan lengan dan turun tangan langsung menghadapi para penjajah. Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontakan Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya menyerang posisi Belanda.
Pada tanggal 28 Februari 1947, Monginsidi di tanggap tentara Belanda, namun berhasil melarikan diri pada 27 Oktober 1947 bersama Abdullag Hadade, HM Yosep, dab Lewang Daeng Matari setelah hampir 8 bulan mendekam di tahanan. Sepuluh hari kemudian Robert Wolter Monginsidi kembali tertangkap dan kali ini Belanda memvonisnya dengan hukuman mati.
Robert Wolter Monginsidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949. Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makasar pada 10 November 1950. Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada 6 November 1973.
Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10 November 1973. Ayahnya, Petrus yang berusia 80 tahun pada saat itu, menerima penghargaan tersebut.
Selama hidupnya, Robert Wolter Monginsidi banyak memberikan teladan bagi generasi kita. Meskipun masa perjuangannya sangat singkat, tetapi jiwa nasionalismenya berpadu dengan keberanian, keteguhan hati, kesetiaan, dan iman yang sangat luar biasa.
Sikap rela berkorban dan patriotisme yang tinggi, serta semangat untuk meraih pendidikan yang berkualitas dan tinggi, sepantasnya diteladani oleh anak-anak mudah masa kini.
I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional dari pulau Dewata Bali yang lahir di Carang Sari kabupaten Badung 30 Januari 1917 di wafat 20 November 1946 kemudian dimakamkan di Candi Marga Tabanan Bali. Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Palung yang berprofesi sebagai manca (jabatan setingkat camat).
Setelah menamatkan pendidikannya di HIS Denpasar dan MULO di Malang, tahu 1936 beliau melanjutkan pendidkan di sekolah kader militer di Gianyar Bali. Selanjutnya mengikuti pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren di Magelang. Pada masa pendudukan Jepang, I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.
Setelah Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai diangkat menjadi komandan TKR Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel. I Gusti Ngurah Rai kemudian pergi ke Yogyakarta untuk konsolidasi dan mendapatkan petunjuk dari pimpinan TKR.
Sekembalinya dari Yogyakarta, Bali ternyata penyergapan terhadap kedudukan Belanda di desa Marga Tabanan Bali dan berhasil memukul mundur pasukan Belanda pada tanggal 18 November 1946. Untuk membalas kekalahannya, Belanda kemudian melancarkan serangan besar-besaran lewat darat dan udara.
I Gusti Ngurah Rai meminta pasukannya untuk perang puputan (habis-habisan). Akhirnya, beliau gugur bersama seluruh anggota pasukannya di sebelah timur laut Tabanan (Bali Selatan). Perang tersebut terkenal dengan sebutan puputan margarana. Untuk beliau menghormati jasanya, pemerintah RI memberikan gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975.