Tak lengkap rasanya jika berbicara tentang dunia lukis tapi tak menyebut sosok Affandi. Dia lah salah satu aset terbaik bangsa Indonesia khususnya bidang seni lukis yang telah mengharumkan nama Indonesia hingga kancah Internasional. Berikut kita akan mengenal lebih dekat sosok Affandi mulai dari kelahiran, kehidupan masa remaja dan dewasa, karya-karyanya hingga tutup usia.
Affandi Koesoeman lahir pada tanggal 18 Mei 1907 di Kota Cirebon, Jawa Barat. Affandi adalah anak dari Raden Koesoema, seorang pribumi berprofesi sebagai mantri ukur di pabrik gula, kota Ciledug. Affandi kecil sudah memiliki ketertarikan pada dunia seni. Ia suka menggambar sejak sekolah dasar, tapi baru pada tahun 1940 an lah dia mulai benar-benar menekuni dunia lukis.
Affandi termasuk salah satu anak pribumi yang beruntung dari segi pendidikan saat itu, karena tak banyak yang bisa menamatkan sekolah setingkat SMA yaitu AMS (Algemene Middelbare School). Setelah menamatkan pendidikan formal, beragam profesi pernah dijalani oleh Affandi muda sebelum menjadi pelukis terkenal. Ia pernah menjadi tukang sobek karcis dan menggambar iklan di papan reklame sebuah bioskop di Kota Bandung. Pada usia 26 tahun, Affandi menikahi pujaan hatinya, Maryati. Dari perkawinan mereka lahir seorang putri cantik pelengkap kehidupan yang diberi nama Kartika Affandi.
Karir awal Affandi sebagai pelukis bermula saat ia bergabung ke dalam kelompok seniman Lima Bandung. Dalam kelompok ini juga tergabung pelukis-pelukis besar Indonesia lainnya seperti Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Affandi sendiri yang menjabat sebagai ketua kelompok seni ini. Kelompok ini bersifat tidak formal seperti Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia).
Pameran tunggal pertama kali Affandi digelar tahun 1943 yang diadakan di Gedung Poetra Jakarta, yang saat itu Indonesia masih diduduki oleh Jepang. Pada pagelaran tersebut, tokoh perjuangan Indonesia seperti Soekarno, Mohamamad Hatta, dan Kyai Haji Mas Mansyur juga turut ambil bagian dengan terlibat sebagai tenaga pelaksana. Sejak saat itu, Affandi perlahan-lahan menjadi pelukis besar dengan ciri khas nya. Ia dikenal dengan teknik melukis yang unik, yaitu dengan cara langsung menumpahkan cat dari tube ke kanvas yang selanjutnya akan ia sapu menggunakan jari-jarinya.
Selanjutnya, pada tahun 1945 saat proklamasi kemerdekaan, banyak pelukis Indonesia yang melukis dan menulis di gerbong kereta api, “Merdeka atau Mati” yang bersumber dari pidato Soekarno pada hari lahir Pancasila 1 Juni 1945. Saat itu, Affandi mendapat tugas dari Bung Karno untuk menggambar sebuah poster dengan menjadikan seseorang yang sedang dirantai sebagai objeknya, lalu digambarkan pula rantainya telah putus. Makna dari poster ini sangat jelas, mendeskripsikan negara Indonesia yang selama ini dirantai, dan dijajah sekarang sudah bebas dan merdeka, selain gambar, poster tersebut juga diberi kata-kata yang merupakan ide dari Chairil Anwar, “Bung Ayo Bung”.
Affandi pernah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan melukis dengan program beasiswa Sanitekan India. Affandi pun menerimanya dan berangkat ke India. Sesampai disana, ia ditolak bukan karena tidak pantas, tapi mereka merasa bahwa Affandi tidak memerlukan pelatihan melukis apapun lagi karena sudah sangat piawi. Alhasil, uang beasiswa yang awalnya untuk belajar, digunakan oleh Affandi untuk menggelar pameran lukis di India. Affandi tinggal di India selama dua tahun dengan terus melukis dan berkeliling India dari satu kota ke kota lain untuk menggelar pameran lukisnya. Hal ini semakin mengokohkan nama Affandi sebagai salah satu pelukis terbaik dari Indonesia.
Affandi semakin sering mengadakan pameran lukis. Tahun 1951 sampai 1977, Affandi mengadakan pameran di berbagai negara Eropa. Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia menunjuk Affandi untuk mewakili Indonesia dalam pameran lukisan yang berlangsung di Brazil dan Venezia. Saat itu, Affandi keluar sebagai pemenang pertama pameran di Sao Paolo, Brazil. Affandi juga pernah belajar tentang metode pendidikan seni di Amerika Serikat selama empat bulan. Ini merupakan program residensial yang ditawarkan langsung oleh Amerika Serikat. Disana, ia juga pernah mengadakan pameran tunggal yang berlokasi di World House Gallery, kota New York.
Ada beberapa penghargaan dan gelar yang diterima oleh Affandi. Tahun 1952, Ohio State University menganugerahkan guru besar kehormatan kepada Affandi dan dipercaya untuk memberikan mata kuliah seni di kampus tersebut. Selanjutnya, tahun 1969, Mendikbud RI memberikan medali emas dan anugerah seni kepada Affandi serta diangkat sebagai anggota kehormatan seumur hidup di Akademi Jakarta. Ia juga terpilih sebagai ketua International Art Plastic Association (IAPA), badan seni di bawah naungan UNESCO.
Tak berhenti sampai disitu, pada tahun 1974 Affandi dianugerahkan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari University of Singapore. Lainnya, pada tahun 1977, Affandi medapatkan hadiah perdamaian Internasional dari Yayasan Dag Hammerskoeld dan gelar Grand Maestro dari San Marzano, Florence, Italia. Tahun 1978, Presiden Soeharto memberi piagam tanda kehormatan bintang jasa utama kepada Affandi karena jasanya dalam bidang seni untuk Indonesia.
Hingga tahun 1984, Affandi masih menggelar pameran di luar negeri. Ia bersama pelukis terkenal Indonesia lainnyaseperti Basuki Abdullah dan S. Sudjojono mengadakan pameran di Houston, Texas. Pada tahun 1987, ia mengadakan pameran sekaligus untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 80 dan juga dalam rangka peresmian gedung pameran seni rupa milik departemen pendidikan dan kebudayaan di jalan Medan Merdeka Timur Jakarta yang saat ini dikenal dengan Galeri Nasional.
Affandi juga seorang maestro lukis yang sangat rendah hati dan sederhana. Ia tak pernah menganggap dirinya hebat, ia juga mengaku tak terlalu paham dan mementingkan teori dalam melukis. Dia cenderung langsung mempraktekkan ke atas kanvas tanpa mengetahui teknik apa yang ia gunakan. Ia memainkan jari-jarinya dan mengolah warna sebagai wadah untuk mengekspresikan diri.
Selama hidupnya, Affandi telah menghasilkan ribuan lukisan. Berikut beberapa karya lukisan terkenal dari Affandi:
Memasuki tahun 1980, kesehatan Affandi mulai menurun bahkan saat mengadakan pembukaan pameran, Affandi telah menggunakan kursi roda. Meski begitu, semangatnya dalam melukis dan menggelar pameran tidak pernah pudar. Hingga akhirnya sang maestro harus menyudahi kegiatan lukisnya pada tanggal 23 Mei 1990 dalam usia 83 tahun. Sosoknya boleh saja sudah tiada sejak 31 tahun yang lalu, tapi nama dan karyanya tetap hidup sebagai salah satu penyumbang nama baik bagi Indonesia di mata dunia.