Daftar isi
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Candi Cetho. Berikut pembahasannya.
Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jemawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Candi Cetho itu sendiri diambil dari nama dusun dari tempat candi tersebut dibangun yaitu Dusun Cetho. Dalam bahwasa Jawa, cetho ini berarti jelas. Dengan kata lain, jika berada di Dusun Cetho ini, kita dapat melihat dengan jelas pemandangan pegunungan yang ada di sana. Mulai dari Gunung Merbabu, Gunung Lawu dan juga Gunung Merapi.
Apalagi ditambah dengan adanya puncak Gunung Sindaro dan Gunung Sumbing. Selain dari pemandangan pegunungan, dengan berada di Dusun Cetho kita dapat melihat dengan jelas pemandangan Kota Surakarta dan Kota Karanganyar di bawahnya.
Candi Cetho mempunyai arsitektur berupa punden berundak dengan berbahan dasar dari batu andesit. Candi ini memiliki relief yang sederhana, di mana tidak seperti candi Hindu lainnya yang memiliki struktur relief yang cukup kompleks. Bentuk dari candi ini hampir mirip dengan Candi Suku Maya yang ada di Meksiko dan Candi Suku Inca di Peru. Selain itu, patung yang ada di Candi Cetho juga tidak mirip dengan orang Jawa namun terlihat mirip dengan orang Sumeria atau Romawi.
Mulanya, Candi Cetho ini terdapat 14 buah teras berundak yang ada di sepanjang barat hingga ke timur candi. Akan tetapi hanya tersisa 13 teras saja setelah adanya penemuan kembali. Lebih sayangnya lagi, setelah melakukan pemugaran hanya terdapat 9 teras yang masih utuh.
Candi Cetho ini dibangun di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1.496 m di atas permukaan laut. Selain itu, candi ini juga berdiri di atas lahan seluas 6.907 meter persegi. Adapun luas struktur bangunan yang telah dilakukan pemugaran sekitar 1.159 meter persegi.
Berdasarkan pendapat para pakar sejarah, Candi Cetho ini sudah dibangun pada abad ke-15 sama dengan Candi Sukuh. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Candi ini memiliki arsitektur yang berbeda dengan candi Hindu lainnya yang ada di Pulau Jawa.
Perbedaan tersebut dikarenakan candi ini dibangun pada akhir masa keemasan Kerajaan Majapahit atau kerajaan ini sudah akan runtuh. Dengan keruntuhan dari kerajaan tersebut, akhirnya kebudayaan asli masyarakat sekitar kembali muncul. Oleh sebab itu, arsitektur Candi Cetho telah mempresentasikan kebudayan asli dari masyarakat sekitar Dusun Cetho.
Kemudian tejadi penemuan kembali Candi Cetho yang ditemukan pertama kali oleh seorang ahli sejarah asal Belanda bernama Van de Vlies. Dia menemukan Candi Cetho ini pada tahun 1842. Selain Van de Vlies, ada juga beberapa ahli sejarah lainnya yang sudah melakukan penelitian pada Candi Cetho seperti A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom serta Riboet Darmosoetopo yang merupakan pria berkebangsaan Indonesia.
Setelah kejadian penemuan pertama dan penelitian tersebut, Candi Cetho ini digali kembali pada tahun 1928. Dari penggalian tersebut telah diketahui bahwa Candi Cetho ini dibangun sekitar abad ke-15. Sejak penemuan itu lah akhirnya banyak para wisatawan yang berkunjung ke Candi Cetho karena keunikan arsitekturnya jika dibandingkan dengan candi pada umumnya. Selain itu, letaknya yang berada di dataran tinggi telah mendukung Candi Cetho ini mempunyai pemandangan pegunungan yang tentunya dapat menarik hati para wisatawan.
Bangunan-bangunan yang ada di setiap teras candi ternyata memiliki fungsinya tersendiri. Adapun beberapa fungsi dari Candi Cetho diantaranya:
Adapun fakta unik lainnya dari Candi Cetho sebagai berikut:
Candi Cetho merupakan salah satu saksi bisu dari keindahan dan kemegahan dari Kerajaan Mataram Kuno di masa lalu. Jika berkunjung ke sini, kita tidak hanya dapat belajar sejarah melainkan juga belajar kebudayaan dan tentunya pesan moral untuk menghargai adanya keberadaan berbagai macam agama salah satunya aliran kepercayaan.