Candi Dieng: Asal Usul – Fungsi dan Bentuknya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Etimologi Komplek Candi Dieng

Ketika kita mendengar kata “Dieng” mungkin yang terlintas di benak kita adalah sebuah nama daerah di Jawa Tengah yang bersuhu dingin. Namun tahukah kamu bahwa Dieng juga mempunyai bangunan candi yang tak kalah megah dengan candi Prambanan ataupun candi Borobudur.

Namanya candi Dieng, Candi ini merupakan sebuah kompleks candi yang berlokasi di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. 

Komplek candi memiliki panjang 1900 m dan lebar 800 m. Candi ini disebut sebagai yang tertua karena terdapat sebuah prasasti bertuliskan Jawa Kuno yang berkerangka tahun 808 Masehi.

Di candi Dieng juga ditemukan arca-arca Dewa Syiwa namun arca tersebut kini disimpan di museum Nasional di Jakarta.

Minimnya informasi mengenai candi Dieng, hingga saat ini belum diketahui siapa pendiri asli candi ini. Sampai saat ini komplek candi Dieng menjadi candi yang menyimpan banyak misteri.

Asal Usul Komplek Candi Dieng

Candi-candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 7 dan ke 8. Pembangunan candi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pada pertengahan abad ke 7 dan tahap ke dua pada awal abad ke 8.

Candi ini dibangun pada masa dinasti Wangsa Sanjaya Kerajaan Kalingga yaitu sekitar abad ke 7 hingga 9 M. Pembangunan komplek candi ini atas dasar perintah raja-raja yang memimpin pada saat itu.

Pada tahap pertama dilakukan pembangunan candi Arjuna, candi Gathutkaca, candi Semar, dan candi Sikandi. Candi-candi ini bertambak banyak hingga kurang lebih 400 buah pada tahap pembangunan ke dua.

Penemuan Kembali Komplek Candi Dieng

Candi ini ditemukan oleh seorang tentara Inggris yang sedang berkunjung ke Wonosobo pada tahun 1814. Kondisi candi Dieng pada saat itu terendam air telaga.

Candi yang merupakan peninggalan agama Hindu beraliran Dewa Syiwa ini terdiri dari 8 buah candi kecil yang diberi nama dengan nama tokoh pewayangan seprti Arjuna, Gatut Kaca, Drawarawati, dan Bima. Penamaan candi diberikan oleh warga lokal setempat.

Pada tahun 1856 dilakukan pengeringan oleh Van Kinsbergen guna mempelajari candi tersebut. Pemerintah Hindia Belanda juga membersihkan setiap bangunan candi Dieng pada tahun 1864 untuk diteliti.

Fungsi Komplek Candi Dieng

Sebagaimana ditemukannya arca-arca dewa Syiwa pada candi ini kemungkinan besar masyarakat Hindu menggunaka candi dieng untuk melakukan pemujaan terhadap dewa Syiwa.

Selain itu juga ada beberapa candi yang digunakan untuk menyimpan senjata. Peneliti juga mengatakan adanya kemungkinan komplek candi ini dihuni oleh masyarakat saat itu pada abad ke 7 hingga ke 9.

Saat ini candi Dieng digunakan sebagai lokasi festival budaya tahunan oleh masyarakat Dieng yang dikenal dengan Dieng Culture Festival. Puncak dari rangkaian acara ini yaitu pemotongan dan jamasan rambut gimbal anak-anak Dieng.

Runtuhnya Komplek Candi Dieng

Pada awalnya candi ini berjumlah sebanyak 400 buah namun kini hanya tersisa 8 buah. Tidak ada yang tahu pasti kemana perginya candi-candi yang lain. Beberapa kemungkinan material candi ini dihancurkan dan digunakan untuk kepentingan politik pada mas kolonial Belanda.

Namun Raffles melaporkan bahwa masyarakat sekitar juga menggunakan material candi untuk membangun rumah-rumah mereka. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan kerusakan candi Dieng disebabkan oleh ulah manusia baik itu masyarakat pribumi ataupun penjajah pada saat itu.

Mereka menggunakan material candi untuk membangun jalanan dan membuat fondasi rumah.

Bekas reruntuhan candi dan patung-patung candi yang rusak dapat ditemukan di pedesaan sekitar Dieng yaitu diantara Gunung Dieng dan Brambanan.

Bangunan yang Ada di Komplek Candi Dieng dan Bentuknya

Bentuk candi Dieng berbeda dengan candi-candi yang berada di Jawa Bagian Selatan. Umumnya candi di Jawa Tengah mempunyai bentuk yang relatif lebih kecil, termasuk candi Dieng. Meski kecil , bentuk dan desain candi ini sangat beragam.

Candi Dieng dibagi menjadi empat bagian dimana 3 bagian terdiri dari beberapa candi kecil dan satu bagian hanya terdiri dari satu candi.  Bagian bagian tersebut adalah Candi Arjuna yang memiliki 5 candi, Candi Gathutkaca memiliki 5 candi,

Candi Dwarawati memiliki 4 candi, dan Candi Bima yang hanya terdapat satu candi. Berikut penjelasan setiap komplek candi.  

Kelompok Candi Arjuna

Kelompok candi Dieng yang pertama adalah candi Arjuna. Candi ini memiliki 5 candi yang lokasinya empat berjejer berdekatan dari utara ke selatan dan satu candi berada di sebrang candi arjuna.

  • Candi Arjuna

Candi Arjuna adalah candi yang pertama di kelompok candi Arjuna. Candi ini berukuran 4 meter dan berbentuk persegi dan berada di tengah komplek candi Dieng.

Bangunannya mirip dengan candi Gedong Songo yang ada di Semarang. Candi Arjuna memiliki alas yang cukup tinggi sehingga mempunyai tangga untuk mencapai pintu. Di samping pintu candi terdapat bingkai yang menjorok hingga membentuk jendela. Pada bingkai ini mempunyai tempat yang digunakan untuk meletakkan arca.

Pada bagian pintu candi Arjuna juga terdapat pahatan kalamakara yaitu sesosok raksasa dengan taring di mulutnya. Masyarakat jawa biasa menyebut sosok ini dengan nama ”buto”.

Candi Arjuna juga mempunyai ukiran dengan gaya khas india pada bingkai yang terdapat di dalam candi. Di bawah bingkai tersebut terdapat ukiran kepala naga. Di dalam Candi tersebut terdapat tempat yang digunakan untuk meletakkan sesajen. Bentuk atap candi ini  yaitu seperti piramida berundak.

  • Candi Semar

Candi Semar letaknya berada di sebrang candi Arjuna. Candi ini berbentuk persegi panjang dengan tinggi alas 50 cm. Candi ini juga memiliki ukiran kalamakra namun terletak di atas pintu.

Bagian dalam candi ini hanya tempat kosong yang diperkirakan digunakan untuk menyimpan senjata. Atapnya berbentuk seperti limas. Pada bagian samping kanan dan kiri candi candi ini terdapat lubang yang membentuk seperti jendela.

  • Candi Srikandi

Candi Srikandi berada di utara candi arjuna. Bentuk candi ini adalah kubus dengan tinggi alas 50 cm. Pada bagian depan terdapat ukiran-ukiran dewa Hindu. Ukiran Dewa Wisnu berada di dinding kanan, dewa Brahma di dinding kiri, dan dinding belakang terdapat ukiran dewa Syiwa.  Sangat disayangkan kondisi ukiran di candi ini sedikit rusak sehingga sudah tidak terlalu jelas lagi ukirannya.

  • candi Sembadara

Candi ke empat adalah candi Sembadara yang terletak di samping candi srikandi. Sembadra merujuk kepada Dewi Subadra yaitu istri dari Arjuna. Bentuk candi ini persegi panjang dengan ukuran 4,75×5,50 m.  Bagian depan dan juga samping kanan dan kiri menjorok ke luar.

Candi ini memiliki bentuk yang unik yaitu mirip dengan rumah bertingkat dengan atap seperti rumah limas. Bagi masyarakat lokal candi Sembadra menyimpan nuansa spiritual yang kuat. Hal ini karena candi sembadra berkaitan dengan tokoh kepercayaan setempat.

  • Candi Puntadewa

Candi ke lima yaitu candi Puntadewa. Candi ini berdiri di atas fondasi bersusun setinggi 2,5 m, namun candi ini tidak lebih besar dari yang lainnya hanya lebih tinggi saja. Untuk menuju pintu candi terdapat sebuah tangga yang memiliki pipi dua dan bersusun.

Pintu dari candi ini memiliki hiasan seperti kertas temple dan berbingkai. Bagian dalamnya hanya ruangan sempit dan kosong. Sedangkan dinding-dinging candi memiliki lekukan yang digunakan untuk meletakkan arca.

Atap candi Puntadewa berbentuk datar dan bersusun ke atas sebanyak tiga tingkatan dengan puncaknya menyerupai bentuk ratna yaitu bentuk khas candi Hindu.  Pada bagian depan candi terdapat susunan batu-batu mengelilingi kaki candi seperti pagar.

Kelompok Candi Gathutkaca

Candi ini berdiri di sebelah barat komplek candi Arjuna. Antara candi Arjuna dengan candi Gathutkaca terdapat jalan setapak yang menghubungkan keduanya.

Seperti komplek candi Arjuna, Komplek candi Gathutkaca terdiri dari lima candi namun sayangnya hanya candi Gathutkaca lah yang masih berdiri hingga saat ini.

Sedangkan lima candi lainnya sudah dalam kondisi rusak. ke lima candi tersebut adalah candi Setyaki, candi Nakula, candi Sadewa, candi Gareng, dan candi Petruk. Menurut sejarawan candi ini dibangun pada masa pemerintahan Ratu Sima.

Dahulu kala terdapat sebuah telaga di bawah bukit tempat berdiri candi gathutkaca ini. Namun telaga tersebut sekarang sudah tidak nampak lagi karena rumput dan tumbuhan lainnya yang tumbuh liar. Telaga tersebut bernama telaga balai kambang.

Candi ini memiliki fondasi setinggi satu meter yang disusun menjadi dua dengan susunan pertamanya berbentuk bujur sangkar. Pintu candi Gatutkaca terletak di sebelah barat dengan hiasan kalamkara yang tidak memiliki rahang bawah.

Bagian dalamnya terdapat yoni yang digunakan untuk meletakkan penerangan. Seperti candi lainnya bagian samping kanan dan kiri candi menjorok keluar dan terdapat lekukan untuk menaruh arca.

Bentuk asli dari atap candi ini bertingkat dan meruncing atau berbentuk ratna namun karena sudah sedikit hancur sehingga yang terlihat saat ini ukuran atap hampir sama dengan bagian tubuh candi.

Kelompok Candi Dwarawati  

Lokasi komplek candi ini lebih tersembunyi dari pada komplek lainnya. Berada di lereng gunung Prau candi Dwarawati memiliki empat candi lainnya yaitu Abiyasa, candi Margasari, Candi Pandu, dan candi Parikesit. Namun candi yang tersisa saat ini hanya candi Dwarawati itu senidiri.

Ke tiga candi lainnya hanya tinggal reruntuhan saja. Bentuk candi ini persegi panjang dengan ukuran panjang 5 m, lebar 4 m, dan tinggi 6 m. Candi ini memiliki tangga tanpa pipi untuk menuju pintu. Atap candi ini berbentuk kubus dengan dekorasi yang mirip dengan dinding candi.

Jika nama  candi lainnya diambil dari tokoh pewayangan mahabarata, nama candi ini diambil dari nama ibukota kerajaan Dwarata yaitu Dwarawati.

Candi yang dibangun pada abad ke 8 masehi ini dahulu ditemukan arca Ganesha, Durga, dan Agastya yang kini berada di Museum Kailasa. Karena letaknya yang tersembunyi candi ini memiliki sedikit pengunjung.

Namun candi ini merupakan candi yang paling sering digunakan untuk pemujaan oleh masyarakat setempat.

Masyarakat setempat akan meletakkan persembahan mereka di atas batu yang terdapat di depan candi.

Kelompok Candi Bima

Candi ini berdiri sendiri dan memiliki bentuk arsitek yang berbeda dengan candi lainnya. Candi ini ditopang oleh fondasi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 6×6 m dan tinggi 8 m.

Lokasi candi ini ada di jalur kawah Sikidang, Bukit Sikunur. Candi ini merupakan candi tertinggi yang di komplek candi Dieng.

Bentuk arsitek candi ini bergaya khas India Utara yaitu berbentuk sikhara atau mangkuk yang manungkup dan sentuhan gaya India selatan pada bagian hiasannya yang berbentuk seperti tapal kuda.

Pada bagian atapnya terdapat ornamen kepala yang tidak dijumpai pada candi lainnya di Indonesia.

Pemugaran Komplek Candi Dieng

Karena lokasinya berada di ketinggian yang rawan longsor dan suhu dingin yang bisa merusak bangunan pemerintah melakukan pemugaran terhadap candi-candi di Dieng. Pemugaran ini dilakukan untuk merawat dan menjaga kelestarian candi Dieng.

Untuk melakukan pemugaran candi harus memiliki tidak kurang dari 70% batu asli. Candi yang telah dipugar antara lain candi Bima yang dilakukan pada tahun 2012.

Pemugaran yang dilakukan antara lain melakukan pengecoran di bawah fondasi candi agar candi lebih kuat berdiri dan pemberian kaitan pada batu candi.

Candi Setyaki juga telah mengalami pemugaran total pada April 2020. Hal ini dilakukan karena tanah tempat berdiri candi ini amblas. Candi ini dibongkar total lalu disusun kembali dan diperbaiki.

Candi Sembadra juga telah mengalami pemugaran bahkan sejak masa kolonial Belanda. Pemugaran candi Sembadra pertama kali dilakukan oleh Belanda karena kondisi saat itu sudah retak.

Kemudian pada tahun 2018 dilakukan pemugaran kembali oleh pemerintah agar tidak hancur.

fbWhatsappTwitterLinkedIn