Candi Cetho: Pengertian – Sejarah dan Fungsinya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Candi Cetho. Berikut pembahasannya.

Apa itu Candi Cetho?

Candi Cetho

Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jemawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Candi Cetho itu sendiri diambil dari nama dusun dari tempat candi tersebut dibangun yaitu Dusun Cetho. Dalam bahwasa Jawa, cetho ini berarti jelas. Dengan kata lain, jika berada di Dusun Cetho ini, kita dapat melihat dengan jelas pemandangan pegunungan yang ada di sana. Mulai dari Gunung Merbabu, Gunung Lawu dan juga Gunung Merapi.

Apalagi ditambah dengan adanya puncak Gunung Sindaro dan Gunung Sumbing. Selain dari pemandangan pegunungan, dengan berada di Dusun Cetho kita dapat melihat dengan jelas pemandangan Kota Surakarta dan Kota Karanganyar di bawahnya.

Ciri-ciri Candi Cetho

Bentuk Bangunan Candi Cetho

Candi Cetho mempunyai arsitektur berupa punden berundak dengan berbahan dasar dari batu andesit. Candi ini memiliki relief yang sederhana, di mana tidak seperti candi Hindu lainnya yang memiliki struktur relief yang cukup kompleks. Bentuk dari candi ini hampir mirip dengan Candi Suku Maya yang ada di Meksiko dan Candi Suku Inca di Peru. Selain itu, patung yang ada di Candi Cetho juga tidak mirip dengan orang Jawa namun terlihat mirip dengan orang Sumeria atau Romawi.

Mulanya, Candi Cetho ini terdapat 14 buah teras berundak yang ada di sepanjang barat hingga ke timur candi. Akan tetapi hanya tersisa 13 teras saja setelah adanya penemuan kembali. Lebih sayangnya lagi, setelah melakukan pemugaran hanya terdapat 9 teras yang masih utuh.

  • Teras pertama setinggi 2 m, terdapat 12 arca batu yang disebut dengan Nyai Gemang Arun dan sebuah gabura besar dengan berbentuk candi bentar. Selain itu, terdapat juga pendopo tanpa dinding di bagian selatan.
  • Teras kedua, terdapat 2 arca batu yang disebut dengan Nyai Agni. Selain itu, di teras ini aka nada hamparan batu-batuan yang disusun untuk membentuk gambar burung garuda yang sedang membentangkan sayapnya.
  • Teras ketiga, terdapat dua pendopo tanpa dinding dan juga meja batu yang digunakan sebagai sesaji. Pada meja tersebut tergambar relief orang dan binatang yang cukup sederhana.
  • Teras keempat, terdapat susunan tangga yang nampak sangat rapih. Kemungkinan tangga tersebut adalah hasil dari pemugaran candi.
  • Teras kelima, terdapat dua buah arca batu yang digunakan sebagai penjaga pintu untuk masuk ke teras 5 yang disebut dengan Arca Bima. Selain itu, ada juga dua buah pendopo tanpa dinding.
  • Teras keenam, terdapat bangunan berupa halaman kecil.
  • Teras ketujuh, terdapat sebuah gapura dengan susunan tangga berbatu yang sangat rapi. Tangga itu diapit oleh dua Patung Ganesha dan satu Patung Kalacakra. Selain itu, ada juga  dua bangunan pendopo tanpa dinding.
  • Teras kedelapan, terdapat tangga batu yang diapit juga oleh dua arca dengan relief. Relief yang tertulis adalah tulisan jawa berupa angka tahun pembangunan candi.
  • Teras kesembilan, terdapat dua bangunan penyimpanan benda kuno yang menghadap ke timur. Di sebelah kirinya ada satu Patung Sabdapalon dan sisi kanannya berupa Patung Nayagenggong.

Ukuran Candi Cetho

Candi Cetho ini dibangun di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1.496 m di atas permukaan laut. Selain itu, candi ini juga berdiri di atas lahan seluas 6.907 meter persegi. Adapun luas struktur bangunan yang telah dilakukan pemugaran sekitar 1.159 meter persegi.

Sejarah Candi Cetho

Berdasarkan pendapat para pakar sejarah, Candi Cetho ini sudah dibangun pada abad ke-15 sama dengan Candi Sukuh. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Candi ini memiliki arsitektur yang berbeda dengan candi Hindu lainnya yang ada di Pulau Jawa.

Perbedaan tersebut dikarenakan candi ini dibangun pada akhir masa keemasan Kerajaan Majapahit atau kerajaan ini sudah akan runtuh. Dengan keruntuhan dari kerajaan tersebut, akhirnya kebudayaan asli masyarakat sekitar kembali muncul. Oleh sebab itu, arsitektur Candi Cetho telah mempresentasikan kebudayan asli dari masyarakat sekitar Dusun Cetho.

Kemudian tejadi penemuan kembali Candi Cetho yang ditemukan pertama kali oleh seorang ahli sejarah asal Belanda bernama Van de Vlies. Dia menemukan Candi Cetho ini pada tahun 1842. Selain Van de Vlies, ada juga beberapa ahli sejarah lainnya yang sudah melakukan penelitian pada Candi Cetho seperti A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom serta Riboet Darmosoetopo yang merupakan pria berkebangsaan Indonesia.

Setelah kejadian penemuan pertama dan penelitian tersebut, Candi Cetho ini digali kembali pada tahun 1928. Dari penggalian tersebut telah diketahui bahwa Candi Cetho ini dibangun sekitar abad ke-15. Sejak penemuan itu lah akhirnya banyak para wisatawan yang berkunjung ke Candi Cetho karena keunikan arsitekturnya jika dibandingkan dengan candi pada umumnya. Selain itu, letaknya yang berada di dataran tinggi telah mendukung Candi Cetho ini mempunyai pemandangan pegunungan yang tentunya dapat menarik hati para wisatawan.

Fungsi Candi Cetho

Bangunan-bangunan yang ada di setiap teras candi ternyata memiliki fungsinya tersendiri. Adapun beberapa fungsi dari Candi Cetho diantaranya:

  • Di tahun 1397 saka yakni berdasarkan dari prasasti yang ada di dinding gapura disebutkan bahwa Candi Cetho berfungsi sebagai peringatan pendirian untuk tempat peruwatan (penyucian) atau tempat pembebasan diri dari kutukan. Biasanya peruwatan tersebut dilakukan di teras keempat.
  • Di teras kelima, terdapat pendopo yang biasanya digunakan untuk tempat berlangsungnya upacara-upacara keagamaan.
  • Di teras kesembilan sering digunakan sebagai tempat pemajatan doa yang tidak dibuka setiap saat. Sementara pada tangga masuk yang terdapat gerbang biasanya digunakan untuk sembahyang pada acara-acara tertentu saja.

Fakta Tentang Candi Cetho

Adapun fakta unik lainnya dari Candi Cetho sebagai berikut:

  • Salah satu candi tertinggi yang ada di Indonesia yakni berada pada ketinggian 1.496 di atas permukaan laut setelah Candi Dieng dan Candi Kethek.
  • Candi yang dipercaya sebagai tempat melepas kutukan.
  • Candi Cetho adalah salah satu jalur untuk melakukan pendakian Gunung Lawu.
  • Terdapat mitos bahwa perjaka atau perawan akan lancar melewati tangga di piramida. Akan tetapi sebaliknya, apabila tidak maka mereka akan buang air kecil sebelum masuk piramida.
  • Terdapat prasasti berbentuk menyerupai penis yang disebut dengan Phallus. Prasasti ini terletak di puncak candi dengan ukuran 2 m.
  • Sebagai tempat foto artistik dan penuh makna. Hal itu dikarenakan candi ini memiliki bangunan punden berundak dan terdapat gapura yang dikelilingi oleh kebun teh. Selain itu, jika sunset tiba akan menghadirkan suasana yang sangat bagus di mana tidak kalah dengan sunset yang ada di Bali.

Candi Cetho merupakan salah satu saksi bisu dari keindahan dan kemegahan dari Kerajaan Mataram Kuno di masa lalu. Jika berkunjung ke sini, kita tidak hanya dapat belajar sejarah melainkan juga belajar kebudayaan dan tentunya pesan moral untuk menghargai adanya keberadaan berbagai macam agama salah satunya aliran kepercayaan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn