Salah satu cita-cita bangsa ini sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Namun faktanya sengketa dan konflik agraria terjadi di banyak daerah di penjuru negeri hingga di saat ini.
Banyak korban dari konflik ini yang kehilangan tempat tinggal, rumah, mata pencaharian, dan semua itu akan menambah beban negara karena penambanhan angka kemiskinan naik. Berikut pembahasan mengenai Hukum Agraria.
Hukum agraria menurut Soediko Mertokusumo adalah keseluruhan kaedah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agrarian.
Hukum agraria menurut Budi Harsono merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atau sumber-sumber daya alam tertentu termasuk pengertian agrarian.
Misalnya hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan, dan hukum atas penguasaan atas tenaga dan unsur dalam ruang angkasa.
Begitu vitalnya hukum agraria ini sehingga asas-asas hukumnya tertulis jelas dalam UUPA, berikut penjelasannya:
Asas Kebangsaan di pasal 1 UUPA
Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
Asas Hak Menguasai Negara di pasal 2 UUPA
Negara termaksud memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Asas pengakuan Hak Ulayat di pasal 3 UUPA
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Asas Hukum Agraria Nasional berdasar hukum adat di pasal 5 UUPA
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Asas Fungsi Sosial di pasal 6 UUPA
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Asas Landreform di pasal 7, 10 dan 17 UUPA
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Asas Tata Guna Tanah di pasal 13, 14 dan 15 UUPA
Pemerintah berusaha supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat serta menjamin setiap warga negara Indonesia hidup sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Asas Kepentingan Umum di pasal 18 UUPA
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.
Asas Pendaftaran Tanah di pasal 19 UUPA
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Beberapa kejadian yang dialami masyarakat berkaitan dengan agraria telah banyak terjadi. Adanya hukum agraria tidak menutup adanya konflik-konflik pertanahan.
Kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap-2 di Indramayu. Dua warga bernama Sawin dan Sukma yang terpaksa harus ditahan karena dituduh mengibarkan bendera dengan posisi terbalik saat mengajukan gugatan dibangunnya PLTU. Jika ditinjau kepada Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Kasus serupa juga dialami Sholihin dan Koko, petani dari Kecamatan Takokak, Cianjur. Mereka dihukum penjara 1 tahun 5 bulan karena mempertahankan lahan garapan yang akan digunakan untuk perkebunan. Rumah petani di wilayah itu dihancurkan pihak perusahaan perkebunan yang membawa aparat keamanan.
Di Kulon Progo, sebagian warga menolak rencana pemerintah membangun bandara internasional. Adapun di Sumba Barat, konflik agraria di pesisir Pantai Marosi menewaskan satu orang.
Rentetan konflik itu menunjukkan bahwa persoalan agraria tak bisa diselesaikan hanya lewat pemberian sertifikat tanah secara gratis. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu melakukan evaluasi menyeluruh tentang kebijakan sektor agraria di perkebunan, kehutanan, pertambangan, hingga wilayah pesisir yang berakibat tumpang-tindih kepemilikan lahan.