Hukum Adat: Pengertian – Sumber dan Contohnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kali ini kita akan membahas apa itu hukum adat, baik dari pengertian sampai bagaimana cara melestarikan hukum adat.

Yuk simak penjelasannya sebagai berikut.

Pengertian Hukum Adat

Pengertian Secara Umum

Hukum adat secara umum merupakan suatu peraturan yang tidak tertulis dalam suatu adat atau golongan, yang ditaati atau dijalankan oleh masyarakat yang bersangkutan.

Pengertian Menurut KBBI

Hukum adat menurut KBBI adalah aturan atau perbuatan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahuku kala.

Pengertian Menurut Para Ahli

  • Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
    Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
  • Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven
    Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
  • Dr. Sukanto, SH
    Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
  • Mr. JHP Bellefroid
    Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
  • Prof. M.M. Djojodigoeno, SH
    Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
  • Prof. Dr. Hazairin
    Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.

Sejarah Hukum Adat

Proses pembentukan hukum adat adalah proses bagaimana bisa muncul dan berkembang sebuah peraturan yang di anut oleh sekelompok masyarakat.

Kebanyakan hukum tersebut tidak tertulis namun masyarakat tersebut bisa tunduk dan patuh terhadap peraturan tersebut.

Hukum adat juga lahir dan dipelihara oleh putusan-putusan para warga masyarakat hukum terutama keputusan kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan hukum itu.

Atau dalam hal bertentangan kepentingan dan keputusan para hakim mengadili sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama, dengan kesadaran tersebut diterima atau ditoleransi.

Proses terbentuk nya hukum adat dilihat dari aspek sosiologi dan yuridis.

Aspek Sosiologi

  • Pada prinsipnya manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan manusia lainnya karena manusia adalah makhluk sosial dan miliki naluri “ Gregariousness” yaitu naluri untuk hidup bersama dengan manusia lainnya.
  • Karena hidup manusia membutuhkan manusia lainnya maka setiap manusia akan berinteraksi dengan manusia lainnya, dari interaksi sosial tersebut melahirkan pengalaman .
  • Dari pengalaman ini akan dapat didapati sistem nilai yang dapat dianggap sebagai hal yang baik dan hal yang buruk.
  • Dari Sistem nilai ini akan melahirkan suatu pola pikir / asumsi yang akan menimbulkan suatu sikap yaitu kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat.
  • Bila sikap ini telah mengarah kecenderungan untuk berbuat maka akan timbullah perilaku.
  • Kumpulan perilaku-perilaku yang terus berulang-ulang dapat dilahirkan / diabstraksikan menjadi norma yaitu suatu pedoman perilaku untuk bertindak.

Aspek Yuridis

  • Dilihat dari tingkat sanksi

Bentuk konkret dari wujud perilaku adalah cara (usage) yang seragam dari sekumpulan manusia misalnya cara berjual beli, cara bagi waris, cara menikah, dan sebagainya. Bila ada penyimpangan ada sanksi namun lemah.

Dari cara (usage) tersebut akan terciptanya suatu kebiasaan (Folksway), dan sanksi atas penyimpangannya agak kuat dibanding sanksi cara (usage).

Kebiasaan (Folksway) yang berulang-ulang dalam masyarakat akan lahir standar kelakuan atau mores dimana sanksi atas penyimpangan sudah menjadi kuat

Dalam perkembangan standar kelakuan atau mores ini akan melahirkan Custom yang terdiri dari Adat Istiadat dan Hukum Adat, dan sanksinya pun sudah kuat sekali.

Pembentukan Hukum Adat dilihat dari proses secara umum.                             

Ketika manusia hidup berdampingan satu sama lain, maka berbagai kepentingan akan saling bertemu.

Pertemuan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain ini, tak jarang, menimbulkan pergesekan ataupun perselisihan.

Perselisihan yang ditimbulkan bisa berakibat fatal, apabila tidak ada sebuah sarana untuk mendamaikannya.

Perlu sebuah mediator atau fasilitator untuk mempertemukan dua belah pihak yang bersengketa tersebut.

Tujuannya adalah agar manusia yang saling bersengketa (berselisih) tersebut sama-sama memperoleh keadilan.

Langkah awal ini dipahami sebagai sebuah proses untuk menuju sebuah sistem (tatanan) hukum.

Kenyataan ini menjadikan manusia mulai berpikir secara rasional. Di berbagai komunitas (masyarakat) adat, hal ini menjadi pemikiran yang cukup serius.

Terbukti, kemudian mereka mengangkat pemangku (tetua) adat, yang biasanya mempunyai ‘kelebihan’ tertentu untuk ‘menjembatani’ berbagai persoalan yang ada.

Dengan kondisi ini, tetua adat yang dipercaya oleh komunitasnya mulai menyusun pola kebijakan sebagai panduan untuk komunitas tersebut.

Panduan tersebut berisikan aturan mengenai larangan, hukuman bagi yang melanggar larangan tersebut, serta bentuk-bentuk perjanjian lain yang sudah disepakati bersama.

Proses inilah yang mengawali terjadinya konsep hukum di masyarakat. Ini artinya, (komunitas) masyarakat adat sudah terlebih dahulu mengetahui arti dan fungsi hukum yang sebenarnya.

Inilah yang kemudian disebut sebagai hukum adat. Dapat dirumuskan bersama, bahwa hukum adat merupakan hukum tertua yang hidup di masyarakat.

Hanya saja, mayoritas hukum adat ini biasanya tidak tertulis. Inilah salah satu kelemahan hukum adat.

Teori Hukum Adat

Berikut adalah beberapa teori tentang hukum adat:

  • Teori Receptio in Complexu

Teori yang dibawa oleh CF Winter dan Salomon Keyzer ini menyatakan dasar dari hukum adat adalah ketaatan masyarakat tertentu terhadap hukum agama.

Hukum agama sepenuhnya adalah pedoman hidup dan ideology masyarakat.

  • Teori Receptie

Teori dari Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven ini menyatakan dasar hukum Adat bukanlah Hukum Agama.

Mereka mengatakan Hukum Adat berbeda dengan Hukum Agama, maka tidak bisa menjadi dasar bagi masing-masing hukum.

  • Teori Receptio in Contrario

Menurut Hazairin dasar dari hukum adat adalah kepentingan hidup dari suatu kelompok masyarakat itu sendiri misalnya karena berdasarkan pertalian keluarga atau karena kesamaan kebutuhan perlindungan dari sesuatu.

Karakteristik Hukum Adat

Berikut adalah beberapa karakteristik dari hukum adat:

  • Hukum adat adalah hukum yg berdiri sendiri, terpisah dari pengaruh negara (Hindia Belanda maupun Republik Indonesia)
  • Bersifat dinamis (dapat berubah jika dikehendaki masyarakat)
  • Tidak tertulis (walau dewasa ini untuk memperoleh pengakuan de jure, hak adat mulai disusun tertulis)
  • Dipatuhi oleh kelompok masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

Fungsi Hukum Adat

  • Sebagai Pedoman dalam Bertingkah Laku

Hukum adat dalam fungsinya sebagai pedoman merupakan pedoman bagi manusia dalam bertingkah laku, bertindak, berbuat di dalam masyarakat.

Pedoman ini merupakan landasan bagi masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran pelanggaran hukum yang sifatnya akan merugikan baik terhadap diri sendiri atau juga masyarakat sekitar.

  • Fungsi Pengawasan

Dalam fungsi pengawasan ini, hukum adat melalui petugas-petugas adat akan mengawasi segala tingkah laku anggota masyarakat agar sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam contoh pelanggaran demokrasi.

  • Membina Hukum Nasional

Dalam rangka membina hukum nasional hukum adat tidak saja berarti menciptakan hukum baru yang memenuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian hukum.

Tetapi juga memenuhi tujuan dan tuntutan naluri kebangsaan sesuai ideologi kebangsaan yakni Pancasila.

  • Membantu Dalam Praktik Peradilan

Dalam praktis dan praktik peradilan, hukum adat dapat dipakai dalam memutus tujuan perkara-perkara yang terjadi antarwarga masyarakat yang tunduk pada hukum adat.

  • Dapat Digunakan Sebagai Lapangan Hukum Pedata

Sistem pemerintahan hukum positif di Indonesia selain dikenal menganut sistem hukum pidana didalamnya juga terdapat sistem hukum lain yakni hukum perdata.

Tujuan Hukum Adat

Apabila kita melihat hukum adat istiadat tersebut dapat diartikan menjadi sebuah peraturan yang bersifat baku dan tumbuh di sebuah kalangan dari sebuah kelompok masyarakat tersebut.

Yang dimana memiliki arti apabila hukum tersebut dilanggar oleh seseorang, maka seseorang tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman yang berada dari lingkungan masyarakat itu sendiri.

Dan hal tersebut akan lebih mengacu terhadap moral dari seorang pelanggar yang melakukan tindakan yang melanggar hukum adat tersebut.

Hukum adat sendiri adalah sebuah hukum yang dimana merupakan sebuah budaya asli yang dimana menjadi sebuah nilai kebudayaan dari bangsa Indonesia.

Selain itu juga akan mempertebal sebuah rasa harga diri, meningkatkan rasa akan kebangsaan bagi para warga negara yang dimana pada dasarnya hukum ini lah yang menjadi hukum pertama yang berlaku di bumi Indonesia pada dasarnya.

Tetapi hal ini berbeda apabila kita melihat pada sanksi kebiasaan Sanksi kebiasaan disini memiliki arti sebagai apabila sesuatu yang dilanggar yang dimana pelanggaran tersebut dilakukan oleh seorang tersebut.

Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran tersebut kemudian tidak memiliki acuan terhadap sebuah hukum yang berlaku di Indonesia.

Sehingga apabila dilakukan tidak akan mendapatkan sebuah hukuman yang diberikan oleh hukum yang telah dibuaut.

Kemudian, sanksi ini memiliki sifat yang dimana lebih flexible, lebih luewes, dan bukan sebuah tindakan yang termasuk kedalam sebuah pelanggaran berat.

Hal ini terjadi karena sanksi yang diberikan hal yang berasal dari sebuah kebiasaan yang dimana kebiasaan tersebut dapat dihindari, dapat diperbaiki, dan kemudian pada akhirnya dihilangkan.

Sumber Hukum Adat

Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.

Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Contoh Hukum Adat

Berikut adalah beberapa contoh hukum adat:

  • Adat di papua menyatakan bahwa jika terdapat sebuah kecelakaan maka yang menabrak harus mengantri rugi senilai uang atau ternak dalam jumlah yang besar.
  • Hukum India mengakui banyak kebiasaan sosial India yang sah secara hukum, seperti berbagai bentuk upacara pernikahan Hindu.
  • Sebagian besar adat jawa akan menyatakan bahwa kekayaan orang tua akan diwariskan kepada pihak anak laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan anak perempuan.
  • Di Minangkabau, atau di daerah Sumbar, ada Humun atau adat minangkabau yang mana di dalam hukum adat tersebut menyatakan bahwa pihak wanita akan mendapatkan kekayaan. Dan semua hak dari orang tuanya dan laki-laki dari peranakan orang minangkabau diharuskan merantau dan mencari kesuksesan ditempat lain.

Sanksi Hukum Adat

Sanksi hukum adat diakui sebagai sumber hukum dalam memutus perkara pidana oleh hakim.

Di samping itu, lembaga adat yang menjatuhkan pidana adat itu diakui dalam sistem peradilan Indonesia.

Sehingga bila sebuah kasus selesai di lembaga adat, maka kasus itu sudah dianggap selesai.

Bila ternyata tak selesai juga, baru kemudian berjalan ke peradilan nasional.

Cara melestarikan Hukum Adat

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat khususnya kita sebagai generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal diantaranya adalah:

  • Mau mempelajari budaya tersebut, baik hanya sekedar mengenal atau bisa juga dengan ikut mempraktikkannya dalam kehidupan kita
  • Ikut berpartisipasi apabila ada kegiatan dalam rangka pelestarian kebudayaan
  • Mengajarkan kebudayaan itu pada generasi penerus sehingga kebudayaan itu tidak musnah dan tetap dapat bertahan
  • Mencintai budaya sendiri tanpa merendahkan dan melecehkan budaya orang lain
  • Mempraktikkan penggunaan budaya itu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya berbahasa
  • Menghilangkan perasaan gengsi ataupun malu dengan kebudayaan yang kita miliki
  • Menghindari sikap primordialisme dan etnosentrisme.
fbWhatsappTwitterLinkedIn