Daftar isi
Kali ini kita akan membahas mengenai Masa Perundagian, berikut pembahasannya.
Pengertian Masa Perundagian
Perundagian berasal dari kata Undagi, yang artinya sama dengan tukang atau seseorang yang memiliki keterampilan atau ahli dalam melakukan pekerjaan tertentu. Masyarakat perundagian adalah masyarakat dimana masing-masing orang bekerja sesuai dengan keterampilannya masing-masing.
Itu berarti, spesialisasi kerja sudah sangat maju pada masa ini. Zaman ini dimulai sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa ini, manusia purba sudah mengenal bijih logam. Mereka sudah lebih berpengalaman sehingga dapat mengenali bijih-bijih logam yang dijumpai meleleh di permukaan tanah.
Bijih logam yang ditemukan terutama berasal dari tembaga. Kemudian mereka membuat alat-alat yang diperlukan dari bahan bijih logam yang ditemukan.
Pengertian lain dari masa perundagian adalah tempat dimana orang-orang yang ahli dalam membuat barang-barang atau alat-alat dari logam.
Ciri-ciri Masa Perundagian
- Kepercayaan yang mereka anut adalah kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
- Tempat mereka tinggal di daerah pegunungan atau dataran rendah.
- Sudah mahir atau bisa dalam teknik bersawah yang baik (sistem pengaturan air).
- Berkemampuan dalam membentuk suatu kelompok kerja dalam bidang pertukangan.
- Berkemampuan dalam membuat berbagai perkakas dari logam.
- Menganut suatu keyakinan dan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang, yang terbuat dari batu – batu besar.
Kehidupan pada Masa Perundagian
Pada masa perundagian manusia di Indonesia di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang terpimpin.
Melalui data dari perunggu-perunggu dapat di simpulkan bahwa rumah orang-orang merupakan rumah bertingkat tiang dengan atap melengkung, biasanya kolongnya merupakan tempat ternak dan rumah semacam ini didiami oleh beberapa keluarga.
Kegiatan Ekonomi
Pada masa perundagian, kemampuan manusia dalam kegiatan ekonomi semakin maju. Kegiatan ekonomi makin beraneka ragam diantaranya pertanian, peternakan, membuat keranjang, membuat gerabah, bepergian ke tempat-tempat lain untuk menukar barang-barang yang tidak dihasilkan di desa tempat tinggalnya.
Kegiatan mereka merupakan permulaan dari kegiatan perdagangan.
Pada masa perundagian, dalam masyarakat timbul golongan-golongan para ahli dalam mengerjakan kegiatan tertentu, misalnya ahli mengatur upacara keagamaan, ahli pertanian, ahli perdagangan dan ahli membuat barang-barang dari logam dan sebagainya.
Teknologi
Pada saat berlangsungnya proses pembauran antara pendatang Melayu Austronesia dari Yunani Selatan dengan Australomelanesid pada sekitar tahun 300 SM, tibalah gelombang II emigran Melayu Austronesia yang berasal dari Dong Son (Vietnam sekarang).
Kebudayaan bangsa Melayu Austronesia gelombang II ini setingkat lebih maju daripada emigrant bangsa Melayu Austronesia gelombang I mereka telah menguasai teknologi sebagai berikut:
- Teknologi pertanian basah, yaitu bersawah. Teknologi pertanian basah, dikembangkan bersama dengan teknologi pengairan. Mereka belum mengenal usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan cara penumpukan, tetapi dilakukan melalui upacara magis (fertility cult).
- Teknologi metalurgi/pengecoran logam. Teknologi metalurgi setidak-tidaknya mencakup dua teknik pokok, yaitu teknik pengambilan logam dan teknik pengolahan barang logam.
Kehidupan Sosial Budaya
Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.
Sistem sosial Ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam.
Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam.
Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial. Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai.
Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya.
Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan.
Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan.
Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah.
Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen.
Sistem Kepercayaan Masa Perundagian
Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya.
Anggapan seperti ini memunculkan jenis kepercayaan:
Animisme
Dalam kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta pertolongan pada saat diperlukan.
Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan hebat. Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.
Dinamisme
Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain.
Timbullah kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak).
Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada batu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang.
Peninggalan Masa Perundagian
Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu.
Pada masa perundagian, manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Benda-benda logam pada masa itu antara lain:
1. Nekara
Nekara seperti genderang / berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengah dan sisi atasnya tertutup. Jadi kira-kira seperti dandang yang ditelungkupkan.
Secara proporsional dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Nekara dipercaya sebagai bagian dari bulan yang jatuh dari langit.
Kegunaannya sebagai salah satu alat dalam upacara mendatangkan hujan.
Tempat ditemukan: Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sangeang, Pulau Roti, Pulau Leti, Pulau Selayar, Kepulauan Kai, dan Papua.
2. Moko (Mako)
Nekara perunggu yang berukuran kecil dan ramping disebut moko atau mako. Mako dianggap keramat.
Kegunaan: Sebagai alat pusaka dan mas kawin.
Tempat ditemukan: Pulau Alor.
3. Kapak Perunggu atau Kapak Sepatu atau Kapak Corong
Bentuk kapak perunggu beraneka ragam, ada yang berbentuk pahat, jantung atau tembilang. Pola hiasannya berupa topang mata dan pola geometri.
Tipe kapak dari Pulau Rote merupakan jenis kapak yang sangat indah bentuknya dan di Indonesia hanya ditemukan tiga buah, dua buah disimpan di Museum Pusat Jakarta, sedangkan satu lagi terbakar saat dipamerkan di Paris pada tahun 1931.
Digunakan sebagai alat upacara atau benda pusaka dan sebagai pekakas atau alat untuk bekerja.
Tempat ditemukan: Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan dekat Danau Sentani di Papua.
4. Bejana Perunggu
Bejana perunggu ini memiliki bentuk yang bulat panjang, seperti keranjang tempat ikan yang biasa digunakan oleh para pencari ikan di sungai (kepis) atau menyerupai bentuk gitar model Spanyol tanpa tangkai.
Bejana yang di temukan di Kerinci (Sumatera) memiliki panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedang bejana yang di temukan di Sampang lebih tinggi dan lebar ukurannya yaitu tingginya 90 cm dan lebar 54 cm.
Fungsinya belum diketahui dengan pasti. Tempat ditemukan: Sumatera dan Madura.
5. Arca-arca Perunggu
Bentuknya menggambarkan kegiatan penduduk pendukung peradaban ini, seperti, arca menari, naik kuda, memanah, dan berburu.
Tempat ditemukan: Arca ini banyak ditemukan di Indonesia Barat, seperti di Bogor, Palembang, Lumajang, dan Bangkinang, Riau.