Sosok Pahlawan Nasional Asal Bengkulu

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pahlawa

Saat proklamasi kemerdekaan, turut melibatkan banyak orang. Semua dipersiapkan dengan baik, mulai dari teks proklamasi hingga bendera merah putih yang siap dikibarkan. Semua itu dilakukan dengan persiapan untuk menyambut kemerdekaan RI yang selama ini dinanti-nantikan.

Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi angin segar bagi rakyat Indonesia. Maka dari itu, persiapan kegiatan tidak boleh dilakukan dengan biasa-biasa saja. Semua dipersiapkan dengan rapi agar acara berjalan dengan khidmat. Semua orang memegang peranan masing-masing. Soekarno bertugas mempersiapkan proklamasi, sementara sang istri bertugas mempersiapkan bendera merah putih.

Sosok Fatmawati memang sudah tak asing lagi bagi kita. Beliau merupakan istri dari orang nomor satu pada saat itu yakni Soekarno. Namun, tahukah Anda bahwa Fatmawati termasuk tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Bengkulu?

Bukan hanya suaminya saja yang memberikan pengaruh bagi kemerdekaan Indonesia. Beliau juga turut mengambil peran dalam keberlangsungan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia adalah sosok di balik gagahnya bendera merah putih yang berkibar di tiang.

Untuk mengetahui lebih lengkapnya seputar perjuangan Ibu Fatmawati, selengkapnya akan dibahas berikut ini.

Sosok Fatmawati

Fatmawati merupakan istri dari Presiden Indonesia pertama yakni Soekarno. Perempuan yang memiliki nama asli Fatimah ini lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari 1923. Ia merupakan anak dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah.

Orang tuanya berasal dari keluarga terpandang. Mereka berasal dari keturunan dari Puti Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatera Selatan. Ayahnya sendiri bahkan merupakan salah seorang tokoh Muhammadiyah yang ada di Bengkulu.

Fatmawati menikah dengan Soekarno saat dirinya berusia 20 tahun atau lebih tepatnya pada tanggal 1 Juni 1943. Dari pernikahannya inilah keduanya dikarunia lima orang anak yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra.

Perempuan yang menjadi Ibu Negara Indonesia Pertama ini terkenal sebagai sosok yang berjasa dalam menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dengan gagah dikibarkan untuk pertama kalinya pada upacara pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bendera merah putih sendiri merupakan idenya yang diambil dari panji kebesaran Majapahit. Pengibaran bendera merah putih dilakukan di pekarangan rumah Soekarno yakni di Jl Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.

Bendera bersejarah itu akhirnya menjadi keramat bangsa dengan menyandang nama sang saka merah putih yang terpelihara hingga kini.

Perjuangan Menjahit Merah Putih

Perjuangan Ibu Fatmawati dalam pembuatan bendera merah putih tidak bisa dikatakan mudah. Sebab, ia tidak membuat bendera merah putih sekali langsung jadi. Sebelum tanggal 16 Agustus 1945, ia sudah menyelesaikan sebuah bendera merah putih.

Namun ketika diperlihatkan ke beberapa orang, bendera tersebut dinilai terlalu kecil. Panjang bendera itu hanya sekitar 50 cm. Saat terjadi peristiwa Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda menuntut Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, esok hari.

Bahkan, Ibu Fatmawati sempat ikut dibawa ke Rengasdengklok bersama bayinya, Guntur, sebelum dipulangkan ke Jakarta. Maka dari itu, bendera merah putih yang baru dan lebih besar harus segera dibuat sebab proklamasi akan segera diadakan. Pada malam itu juga, setelah tiba di rumah, Ibu Fatmawati membuka lemari pakaiannya. Ibu Fatmawati mendapatkan selembar kain putih bersih untuk bahan seprai. Sayangnya, pada lemari tersebut ia tak menemukan kain merah. Untungnya saat itu, di kediaman Soekarno terdapat beberapa pemuda yang terus ada di sana.

Salah satu dari pemuda tersebut adalah Lukas Kastaryo. Lukas Kastaryo di kemudian hari ia masuk militer dan memiliki pangkat Brigjen. Seperti diucapkannya pada majalah Intisari edisi Agustus 1991, setelah mendengar Ibu Fatmawati mencari kain merah tersebut. Pada malam itu juga, Lukas Kastaryo mencari kain merah dengan berkeliling di Kota Jakarta.

Akhirnya, ia menemukan kain merah yang tengah dipakai sebagai tenda sebuah warung soto. Kemudian, Lukas menebusnya dengan harga yang cukup mahal kala itu yakni 500 sen. Setelah berhasil mendapatkan nya, ia kemudian menyerahkannya ke Ibu Fatmawati untuk dijahit.

Berkat kain merah yang diberikan Lukas, Ibu Fatmawati akhirnya menyelesaikan bendera merah putih yang baru pada malam itu juga. Ukuran bendera merah putih yang baru adalah sekitar 276 x 200 cm.

Bendera baru ini akhirnya dikibarkan tepat 17 Agustus 1945, dan menjadi bendera pusaka negara di tahun-tahun sesudahnya. Namun, pada beberapa sumber ada yang menyatakan berbeda soal dari mana kain merah itu berasal.

Seperti dilansir dari Republika Sabtu, 17 Agustus 2013. untuk menjahit Sang Merah Putih, Fatmawati memanggil seorang pemuda, Chaerul Basri, untuk menemui Shimizu yang merupakan seorang pembesar Jepang. Shimizu adalah pimpinan barisan Propaganda Jepang, yaitu Gerakan Tiga A. Dia juga ditunjuk sebagai perantara dalam perundingan Indonesia-Jepang pada tahun 1943.

Oleh sebab itu, Shimizu rajin mendengarkan uneg-uneg, pikiran, dan pendirian orang Indonesia saat itu, lebih bisa diterima bahkan dianggap ‘teman’. Apalagi, dia juga mampu berbahasa Indonesia, meskipun tidak begitu lancar sebab masih terpatah-patah.

Shimizu lantas menghubungi seorang pembesar Jepang lainnya yang mengepalai gudang di bilangan Pintu Air. Gedung tersebut berada di depan eks Bioskop Capitol. Setelah berhasil mendapatkannya, kain itu kemudian dijahit oleh Ibu Fatmawati menjadi sebuah bendera berukuran 2×3 meter.

Pada 1946-1968, bendera tersebut hanya dikibarkan setiap hari ulang tahun kemerdekaan. Sejak 1969, bendera itu tak dikibarkan lagi dan disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek pada kedua ujungnya lantaran sudah dimakan waktu.

Ujung berwarna putih sobek 12X42 cm, sedangkan ujung berwarna merah sobek 15×47 cm. Ada pula bolong-bolong. Selanjutnya, pemerintah membuat bendera duplikat dengan ukuran 300 x 200 cm. Bendera duplikat inilah yang kemudian kerap dikibarkan saat kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kematian Fatmawati

Sosok yang menjahit sang saka merah putih ini kemudian meninggal dunia pada tanggal 14 Mei 1980 . Ibu Fatmawati meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah.

Jenazahnya kemudian dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Untuk mengenang semua jasanya, nama beliau di beberapa fasiltas publik. Nama Fatmawati dijadikan sebuah nama Rumah Sakit di Jakarta, nama Fatmawati Soekarno juga dijadikan sebuah nama Bandara Udara di Indonesia tepatnya di Bengkulu, kota kelahiran Fatmawati.

Tidak hanya itu, Fatmawati mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Pemerintah indonesia memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Fatmawati pada 4 November 2000 dengan dikeluarkannya Keppres No. 118/TK/2000.

Itulah sosok pahlawan nasional yang berasal dari Bengkulu. Ia adalah perempuan hebat di balik kegagahan sang saka merah putih, Ibu Fatmawati. Selama ini kita hanya mengenal pahlawan nasional dari golongan pria saja.

Namun, kenyatannya banyak sosok perempuan tangguh pada zaman dulu yang membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bahkan beberapa di antara mereka berhasil mendapatkan gelar pahlawan nasional. Seperti Ibu Fatmawati, Cut Meutia, Cut Nyak Dian, Dewi Sartika, Kartini dan masih banyak lagi.

Para tokoh tersebut menjadi bukti bahwa perempuan bisa jadi sumber kekuatan negara. Perempuan tidak seperti yang kita pikirkan selama ini, hanya sosok yang lemah.

fbWhatsappTwitterLinkedIn