Perjuangan dalam melawan penjajah tidak hanya dilakukan oleh golongan tua saja. Kita pasti pernah mendengar peristiwa Rengasdengklok. Di mana pada peristiwa tersebut terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua serta golongan muda.
Hal inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa bangsa ini tidak hanya diperjuangkan oleh para orang tua melainkan juga oleh generasi muda. Dengan semangat membaranya mereka hadir untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Mereka mampu berkolaborasi dengan golongan tua guna merumuskan ide-ide kemerdekaan. Meskipun usianya tergolong muda, namun keberaniannya tak dapat dipatahkan. Mereka rela mengorbankan masa mudanya demi kemerdekaan. Tak sedikit dari tokoh tersebut harus gugur di Medan perang.
Meskipun, kisah hidup mereka singkat. Namun, sejarah hidup mereka begitulah menarik untuk dibahas. Di dalamnya ada perjuangan melawan penjajah. Lalu, siapa saja tokoh pahlawan dari golongan muda? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.
1. Chaerul Saleh
Siapa yang tak kenal dengan pejuang yang satu ini. Ia adalah Chaerul Saleh, laki-laki kelahiran Sawahlunto, Sumbar pada tanggal 13 September 1916. Ia merupakan anak dari pasangan Achmad saleh dan Zubaidah. Ayahnya merupakan seorang dokter.
Chaerul Saleh pernah mengenyam pendidikan di ELS atau Europeesche Lagere School yang ada di Bukittinggi. Setelah lulus, ia kemudian melanjutkan ke HBS yang ada di Medan. Setelah menikah dengan Yohana dan tinggal di Batavia, Chaerul Saleh kembali melanjutkan pendidikannya. Ia bersekolah di Koning Willemdrie dan Recht School.
Saat menempuh pendidikan terakhirnya, ia kemudian terlibat dalam pergerakan nasional. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia. Tidak hanya itu, ia juga pernah menjadi anggota panitia seinendan dan anggota muda indonesia serta anggota putera. Keanggotaan tersebut dilakukan saat kependudukan Jepang.
Namun, karena melihat bagaimana Jepang memperlakukan rakyat Indonesia, Chaerul Saleh kemudian membenci Jepang. Ia ikut terlibat dalam pembentukan Barisan Benteng. Di saat para golongan tua masih menaruh harapan pada Jepang, namun tidak dengan Chaerul Saleh.
Meskipun, Jepang telah berjanji akan memberikan kemerdekaan pada Negara Indonesia dengan membentuk beberapa badan seperti BPUPKI. Namun, hal tersebut tak membuat Chaerul lantas mendukungnya. Ia justru menolak ikut masuk kedalam BPUPKI.
Ia beserta kawan-kawannya yakni golongan muda melakukan penculikan pada Bung Karno dan Bung Hatta yang kemudian dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok. Tidak hanya terlibat pada peristiwa rengasdengklok yang kemudian menjadi momentum untuk melakukan proklamasi.
Namun, Chaerul Saleh juga terlibat dalam perumusan Naskah Proklamasi. Saat itu, ia menentang usulan Bung Karno yang di mana meminta seluruh peserta yang hadir untuk menandatangani naskah proklamasi.
Di mana saat perumusan tersebut tidak hanya ada bangsa Indonesia melainkan juga ada para pegawai Jepang. Hal inilah yang ditentang oleh Chaerul Saleh. Menurutnya, para pegawai Jepang tidak berhak menandatanganai naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia sebab mereka tidak memiliki kontribusi apa-apa.
Maka dari itulah, akhirnya Soekarno mengurungkan niatnya tadi. Naskah proklamasi kemudian hanya ditulis atas nama Bangsa Indonesia dengan Soekarno dan Hatta yang menandatangani naskah tersebut.
2. Wikana
Wikana merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok. Ia lahir pada tanggal 18 Oktober 1914 di Sumedang. Bersama dengan Chaerul Saleh, Sukarni serta pemuda lainnya, mereka kemudian menculik Soekarno-Hatta.
Penculikan tersebut kemudian dengan peristiwa rengasdengklok. Adapun tujuan penculikan tersebut adalah untuk mendesak golongan tua yang dalam hal ini diwakili oleh Soekarno dan Hatta agar segera membacakan proklamasi kemerdekaan.
Menurutnya, kemerdekaan Indonesia tidak perlu menunggu bantuan dari Jepang. Sebab, kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari perjuangan rakyat Indonesia bukan hadiah Jepang. Maka dari itu, saat Jepang menyerah pada sekutu, golongan muda termasuk wikana mendesak untuk segera diadakan proklamasi kemerdekaan.
Tidak hanya terlibat dalam peristiwa rengadengklok, namun Wikana berjasa dalam pembacaan proklamasi. Berkat relasinya dengan salah Angkatan Laut Jepang, Proklamasi dapat dirumuskan di rumas dinas seorang Laksamana Maeda.
Saat itu, hanya rumah Laksamana Maeda yang dianggap aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Bahkan Wikana juga mengatur berbagai keperluan untuk pembacaan proklamasi. Proklamasi dapat dibacakan di rumah Bung Karno yang beralamat di Pegangsaan No 56. Saat menjelang pembacaan proklamasi, Wikana penuh dengan rasa cemas.
Sebab, Bung Karno yang dalam hal ini akan membacakan proklamasi mensadak sakit malaria. Namun, akhirnya pembacaan proklamasi dapat berjalan lancar. Bahkan tidak ada militer Jepang yang menggangu jalannya acara. Hal ini dikarenakan hasil negosiasi Wikana dengan kalangan militer Jepang.
3. Sayuti Melik
Sama seperti Chaerul Saleh dan Wikana, Sayuti Melik juga termasuk ke dalam kelompok Menteng 31. Kelompok Menteng 31 merupakan kelompok yang terlibat dalam aksi penculikan Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945.
Bersama dengan para tokoh golongan muda lainnya, Sayuti Melik membawa Soekarno beserta Ibu Fatmawati dan anaknya yang masih kecil yakni Guntur ke Rengasdengklok. Tentunya tujuan penculikan tersebut bukanlah untuk melukai orang nomor satu di Indonesia tersebut melainkan untuk menjauhkan para tokoh penting dari pengaruh Jepang.
Selain itu, dengan adanya peristiwa Rengasdengklok mereka berusaha untuk meyakinkan bahwa Jepang telah menyerah dan tidak akan berkuasa lagi di Indonesia. Mereka juga siap untuk melawan siapapu yang menghadang kemerdekaan Indonesia.
Setelah peristiwa Rengasdengklok, Sayuti Melik juga terlibat dalam penyusunan naskah teks proklamasi. Ia turut menyaksikan bagaimana Bung Karno, Bung Hatta dan Acmad Soebarjo merumuskan naskah proklamasi. Ia bahkan yang mengetik naskah proklamasi tersebut.
Namun, saat naskah tersebut selesai, naskah tersebut ditolak dan ditentang oleh para golongan muda. Mereka menganggap bahwa naskah tersebut masih mendapatkan pengaruh dari Jepang. Situasi yang tegang pun terjadi karena persoalan keterlibatan Jepang dalam penandatanganan naskah proklamasi.
Sayuti Melik kemudian memberikan saran agar naskah tersebut hanya ditandatangani oleh perwakilan saja yakni Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kalimat atas nama bangsa Indonesia. Kemudian usulan tersebut disepakati.
Atas perubahan tersebut, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetiknya. Ia juga mengubah kalimat yang semula wakil-wakil bangsa Indonesia menjadi atas nama bangsa Indonesia.
4. Sukarni
Sukarni merupakan sosok yang memiliki pengaruh dalam peristiwa proklamasi. Ia merupakan soosk yang memimpin Asrama Pemuda di Jalan Menteng No 31. Ia mempimpin asrama tersebut bersama dengan Chaerul Saleh.
Asrama tersebut bukan sembarang asrama melainkan juga untuk melatih para pemuda agar mau berjuang demi kemerdekaan. Tempat tersebut yang melahirkan para pejuang muda yang hebat dan tak pernah takut akan penjajahan seperti wikana, darwis, sayuti melik dan lainnya.
Sama seperti yang lainnya ia juga terlibat dalam peristiwa penculikan Soekarno Hatta. Ia turut mendesak kedua tokoh penting itu untuk segera melakukan kemerdekaan. Setelah peristiwa rengasdengklok, di saat yang lain terlibat dalam perumusan naskah, ia justru mengemban amanah yang berat.
Ia beserta para pemuda lainnya memiliki tanggung jawab untuk menyiarkan berita mengenai kemerdekaan Indonesia. Untuk melakukan tugasnya, ia kemudian membentuk Comite Van Aksi yang didirikan pada tangal 18 Agustus 1945. Comite Van Aksi memiliki tugas untuk menyebarkan berita kemerdekaan ke seluruh Indonesia. Sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mengetahui kabar gembira tersebut.
5. Darwis
Darwis merupakan sosok yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok. Sosok ini kerap disandingkan dengan Wikana, pemuda asal Sumedang. Bersama denga para pemuda lainnya, ia terlibat dalam aksi penculikan Soekarno dan Hatta. Sebab, ia termasuk ke dalam barisan pemuda jalan menteng 31. Barisan pemuda pimpinan Chaerul Saleh dan Sukarni.
Ia juga turut hadir dalam perumusan naskah proklamasi. Naskah yang kemudian dibacakan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Sayangnya, tak banyak sumber yang menjelaskan akan sosok yang luar biasa ini.
Itulah sejumlah tokoh golongan muda yang terlibat dalam peristiwa penting menjelang detik-detik kemerdekaan. Peristiwa itu menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.
Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Rengasdengklok karena terjadi di sebuah daerah yang ada di Karawang yang bernama Rengasdengklok. Peristiwa rengasdengklok menjadi bukti bahwa kemerdekaan tidak hanya diperjuangkan oleh para golongan tua saja melainkan juga golongan muda ikut terlibat. Keduanya bersinergi demi mencapai kemerdekaan Republik Indonesia yang selama ini dinanti-nanti.