4 Peninggalan Kerajaan Linge

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kerajaan Linge adalah kerajaan tertua serta kerajaan yang memiliki wilayah kekuasan terluas yang ada di Aceh. Kerajaan ini merupakan salah satu turun temurun masyarakat Gayo. Kerajaan Linge juga merupakan pendukung berdirinya kerajaan Aceh Darussalam.

Tanpa adanya dukungan dari kerajaan Linge, Kerajaan Aceh Darussalam sudah pasti tidak akan ada dalam catatan sejarah. Maka dari itu, keberadaan kerajaan Linge berkaitan erat dengan kerajaan Aceh Darussalam.

Raja pertama dari Kerajaan Aceh Darussalam bahkan merupakan orang Gayo Asli dan anak kandung dari Reje Linge yang bernama Merah Johan. Merah Johan atau yang kerap dikenal dengan Sultan Ali Mughayatsyah.

Wilayah kekuasaan kerajaan Linge meliputi semua wilayah Aceh yang terbentang dari Aceh Tamiang sampai ke Sabang dan dari Aceh Jaya sampai ke Aceh Singkil ditambah dengan semua wilayah pegunungan yang ada di semenanjung Aceh yang saat ini meliputi Benar Meriah, Aceh Tengahnya, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.

Bahkan semua pesisir pantai Aceh baik dari pantai timur hingga pantai barat, anak-anak dan keturunan Reje Linge di Gayo mengatakan bahwa semua itu daerah kekuasaan Kerajaan Linge.

Keturunan dari Kerajaan Linge menjadi Raja di sepanjang pesisir wilayah Aceh. Wilayah tersebut seperti :

  • Merah Mersa (Pendiri Kerajaan Islam Perlak),
  • Merah Silu (Pendiri sekaligus raja kerajaan Pasai),
  • Merah Dua (Raja Kerajaan Samalanga),
  • Merah Bacang (Pendiri sekaligus Raja Kerajaan Nagan Raya),
  • Sibayak Lingga (Pendiri sekaligus Raja di Kerajaan Tanah Karo dan sekitarnya),
  • Merah Jernang (Pendiri sekaligus Raja di Kerajaan Daya di Aceh Jaya).

Dengan begitu, hal ini menjadikan posisi kerajaan Linge sebagai sentral kekuatan dan ekonomi kerajaan-kerajaan kecil yang ada di pesisir pantai Aceh.

Kerajaan Linge meninggalkan benda-benda bersejarah yang menarik untuk dipelajari. Bahkan benda-benda tersebut diikutsertakan dalam sebuah festival Gayo. Di dalam festival tersebut benda-benda bersejarah dari Kerajaan Linge diperlihatkan. Adapun benda-benda bersejarahnya dari Kerajaan Linge adalah sebagai berikut.

1. Komplek Makam Reje Linge

Komplek Makam Raja Linge, Peninggalan Kerajaan Linge

Keberadaan kerajaan Linge memang masih dalam pencarian bukti-bukti sejarah. Hal inilah yang terus dilakukan boleh Tim Balar Medan dalam melakukan penelitian dan ekskavasi. Namun, hingga detik ini belum ditemukan prasasti atau pun sumber tulis lainnya yang dapat mengungkapkan secara menyeluruh bagaimana keberadaan Kerajaan tertua di Aceh ini pada masa lalu.

Namun, tim balar menemukan sekitar seribuan kuburan yang dapat dikatakan sebagai makam Reje Linge. Hal itulah yang menjadi salah satu bukti nyata bahwa kerajaan Linge pernah berdiri di Aceh Gayo.

Jika dilihat dari jumlah penduduk di Buntul Linge yang hanya memiliki puluhan KK saja maka tidak mungkin lokasi penguburan manusia bisa mencapai satu gunung dengan banyaknya jumlah makam. Maka dari itu, tim balar menilai bahwa pada zaman dulu Linge merupakan daerah yang padat akan pemukiman warga.

Kemungkinan juga pada masa kejayaan kerajaan Linge, penduduknya telah mengenal ilmu pertanian dan sistem barter dalam perdagangan dengan baik. Sebab, di sekitar makam ditemukan temuan fragmen keramik dan gerabah. Diduga benda-benda tersebut merupakan benda mewah pada masa kerajaan Linge.

Dikatakan benda mewah karena benda tersebut memiliki nilai budaya yang tidak rendah dan memiliki selera. Selain itu, keberadaan makam yang penuh dan berada di tengah hutan belantara ini mampu menjelaskan bagaimana dulunya keberadaan kerajaan Linge.

Ahli arkeolog dari Balar Medan juga mengatakan bahwa keberadaan kerajaan Linge diperkirakan sudah terpendam di dalam tanah dan posisinya tepat berada di bawah umah putu ruang yang saat ini berdiri kokoh.

Para ahli arkeolog juga melakukan penelitian di luar benteng lokasi kerajaan yakni 3 titik yang digali. Dari hasil galian tersebut ditemukan fragmen atau pecahan gerabah, keramik serta tulang pada kedalaman 50 centimeter.

2. Rumah Reje Linge

Rumah Reje Linge, Peninggalan Kerajaan Linge

Rumah Reje Linge ada di Buntul Linge, Kecamatan Linge. Saat ini rumah tersebut merupakan replikasi dari rumah reje. Bentuk replika rumah reje Linge memiliki beberapa perbedaan dengan bentuk bangunan rumah reje Linge yang lama.

Di mana ukuran bangunan, serta beberapa pelengkap bangunan seperti tangga masuk, tiang penyangga dan langit-langit ditambahkan. Rumah ini dibangun kembali pada tahun 2000-an. Rumah reje Linge ditempati oleh raja Linge terakhir yakni Raja Linge ke XIII yang memiliki gelar Meuruhum Sultan Gemali pada masa pemberontakan DI/TII.

Pintu masuk ke dalam ruang utama berada di dua ujung beranda. Sementara tata ruang kamar berbentuk memanjang ke belakang. Jumlah kamar yang ada di rumah reje Linge sebanyak 6 kamar. Sedangkan kamar ketujuh merupakan ruang tahap sekat yang biasa digunakan reje Linge untuk melakukan audiensi dengan pembantu atau rakyat. Keenam kamar lainnya digunakan untuk kamar anak-anak raja.

Bahan baku bangunan rumah reje Linge adalah kayu pena yang berasal dari wilayah yang saat ini dinamakan dengan Penarun. Pada bangunan rumah reje Linge yang dulu, lorong sepanjang depan pintu kamar dibuat seperti dapur bagi masing-masing keluarga anak raja.

Terdapat keunikan pada rumah reje Linge yakni adanya motif ukiran yang khas dan memiliki makna masing-masing. Motif-motif yang digunakan merupakan ciri khas pola hias yang kerap digunakan di Aceh Tengah.

Motif yang digunakan adalah Mun berangkat, pucuk rebung, tapak Sulaiman dan putar tali. Mun berangkat memiliki arti embun atau awan yang berangkat. Motif ini memiliki makna dalam sistem sosial masyarakat , mereka memiliki prinsip menjaga keutuhan seperti sebuah awan yang selalu bergerak bersamaan. Bentuk motifnya berupa sukur yang bergulung.

Pucuk rebung merupakan dalam sistem kekerabatan setempat, seseorang yang memiliki usia muda dapat dianggap layak untuk dituakan. Motif ini berupa goresan vertikal dan pada goresan tengah merupakan yang paling panjang.

Tapak Sulaiman merupakan motif yang sama dengan yang ada di telapak tangan nabi Sulaiman A.S. yakni berupa motif mirip kelopak bunga dengan silang melintang dan membujur yang melewati bagian pusat kelopak. Putar tali merupakan motif yang memiliki makna pertalian yang erat dalam kekerabatan. Motif ini berbentuk pilinan tali. Biasnya digunakan di rumah adat dan masjid tua.

3. Mata Uang

Mata Uang Kerajaan Linge, Peninggalan Kerajaan Linge

Kerajaan Linge merupakan satu-satunya kerajaan yang diberikan kuasa oleh Sultan Aceh untuk mencetak uang pada saat itu. Kuasa mencetak uang ini tidak diberikan kepada kerajaan-kerajaan kecil yang berada di semenanjung Aceh. Adapun mata uang kerajaan Linge dinamakan dengan Mata Uang Pa.

Mata uang ini berupa uang emas. Pada bagian sisi pertama terdapat gambar seorang laki-laki yang sedang memegang tombak. Pada sisi lainnya terdapat tulisan dalam bahasa Arab seperti Allah, Muhammad, Abu Bakar, Usman, Umar, dan Ali. Terakhir, pada bagian tengahnya ditulis PA Linge yang sering uang Pa Kerajaan Linge.

4. Gajah Putih

Gajah Putih Linge, Peninggalan Kerajaan Linge

Gajah putih merupakan hewan yang terkenal dari kerajaan Linge. Saat pameran gajah putih dipertontonkan bersamaan dengan bendera dari kerajaan Linge. Gajah putih merupakan sebuah cerita rakyat yang terkenal di masyarakat Aceh.

Cerita ini mengisahkan seorang anak raja Linge yang memiliki nama Bener Meriah. Ia difitnah akan menggulirkan kekuasaan yang sah. Oleh sebab fitnahan tersebut, ia malu dan melarikan diri ke hutan. Lantas ia bertapa dan memohon diubah menjadi seekor gajah putih. Permohonan ini dilakukan agar ia dapat diterima kembali di tengah-tengah keluarganya.

Kemudian pada suatu malam Sengeda yang merupakan adik dari Benar Meriah bermimpi seekor gajah putih yang mengamuk dan mengobrak-abrik kerajaan. Dalam mimpinya ia juga bertemu gurunya yang bernama Reje. Sengeda sangat yakni bahwa gajah putih tersebut adalah jelmaan dari Bener Meriah. Lalu dalam mimpinya, ia diajarkan oleh Reje cara menjinakkan gajah tersebut.

Kemudian, Sengeda terbangun dan menirukan gerakan yang diajarkan gurunya di alam mimpi. Gerakan tersebut mirip dengan bela diri dan tarian yang pernah dilihatnya saat berguru di bukit Gelang Gele. Keesokan harinya, benar seorang gajah putih datang dan mengamuk di kerajaan Linge.

Tak ada yang dapat menjinakkan gajah tersebut. Kemudian Sengade guru tangan. Ia menaiki gajah hitam beserta para teman-temannya. Ia meminta tidak ada yang boleh menyakiti gajah putih. Ia justru meminta semua alat musik tradisional dimainkan.

Sangade juga meminta semua orang untuk memuji kebaikan Benar Meriah. Setelah itu gajah putih tersebut menjadi jinak dan bersujud kepada raja seraya menangis. Sangade menjelaskan kepada ayah ibunya bahwa gajah tersebut merupakan sang kakak yang dituduh akan melakukan penggulingan kekuasaan.

Lalu, seiring berjalannya waktu keberadaan gajah putih diterima di tengah-tengah kerajaan dan bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi kerajaan Linge.

fbWhatsappTwitterLinkedIn