Kerajaan Namatota berada di Semenanjung Bomberai, Papua Barat. Kerajaan ini biasa dikenal dengan kerajaan Koiwai. Kerajaan Namatota memiliki peranan yang penting dalam perdagangan karena daerahnya termasuk ke dalam bagian jalur perdagangan. Adapun komoditas yang biasa diperjualbelikan berasal dari pedalaman Papua seperti bulu burung cendrawasih, papa, teripang atau sisik penyu dan kayu Masohi.
Kerajaan Namatota mayoritas dihuni oleh Suku Koiwai. Suku Koiwai dikenal sebagai masyarakat yang menghuni wilayah pesisir dan pulau-pulu kecil yang ada di Kaimana. Menurut sumber sejarah pada Semenanjung Onin dan Semenanjung Bomberai terdapat sebuah kerajaan. Di mana salah satunya yakni kerajaan Namatota yang ada di Semenanjung Bomberai.
Berbeda dengan kerajaan lainnya, sistem kerajaan Namatota hingga saat ini masih bertahan. Bahkan keberadaan rajanya masih diakui oleh masyarakat Koiwai. Meskipun begitu, tidak terdapat banyak situs peninggalan dari kerajaan ini. Hany terdapat rumah ada yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan pernak-pernik atau aksesoris raja-raja Namatota. Berikut ini peninggalan kerajaan Namatota.
1. Rumah adat
Menurut sejarah kerajaan Namatota berbeda dengan kerajaan lainnya. Di mana kerajaan ini tidak memiliki istana yang megah melainkan hanya terdapat sebuah rumah raja yang biasa dinamakan dengan rumah adat.
Rumah adat ini tidak ditinggali raja melainkan dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan pernak-pernik atau aksesoris raja-raja Koiwai. Rumah adat atau balai adat dalam bahasa Irarutu dinamakan dengan istilah siras. Sementara rumah sebagai tempat tinggal dinamakan dengan fide.
Selain digunakan sebagai tempat penyimpanan pernak-pernik, rumah adat juga biasa digunakan sebagai tempat untuk merembukan masalah. Saat membicarakan atau membahas masalah di rumah adat, akan diawali dengan menggelar tikar.
Biasanya saat menggelar tikar akan dilakukan oleh sosok yang dituakan dan memang sudah ditugaskan. Posisi duduk akan membentuk huruf U yang disesuaikan dengan lebar Siras. Nahrid Nadad akan duduk di depan ada tua-tua adat lain dengan kaki bersila.
2. Makam Raja Namatota
Selain terdapat rumah adat terdapat pula makam raja yang berasal di depan rumah raja. Di mana makam raja tersebut menyatu dengan masjid yang berada di sampingnya. Keturunan raja-raja Namatota berasal dari gunung baik. Di mana saja Namatota yang pertama diketahui bernama Ulan Tua.
Ulan Tua memeluk agama Islam sehingga kerajaan ini bercorak Islam. Pada pulau kecil dibdekat pemukiman terdapat sebuah kawasan hutan keramat yang merupakan gua berisi tengkorak. Kawasan hutan keramat ini diperkirakan lebih tua usianya dari kerajaan Namatota.
Peninggalan sejarah itu diperkirakan berasal dari zaman Pra sejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya dinding-dinding cadas di seberang Selat Namatota dalam membentuk lukisan yang menggambarkan keadaan pra sejarah.
3. Tradisi Sasi
Di Kampung Namatota terdapat sejumlah norma dan kebiasaan. Silsilah raja atau kerajaan Namatota hanya boleh diceritakan oleh Raja Namatota dan hanya sampai kepada enam keturunan ke belakang. Norma tersebut dipegang oleh masyarakat bahkan hingga saat ini.
Salah satu kebiasaan yang masih bertahan hingga saat ini adalah tradisi Sasi. Secara turun temurun ada umumnya penduduk kampung Namatota memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Dalam praktiknya mereka masih memegang teguh dat istiadat dengan mempertahankan kearifan lokal.
Tradisi Sasi Nggama ini merupakan bentuk kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam agar kekayaan sumber daya perairan di Namatota tetap terjaga. Suatu daerah akan ditutup dalam jangka waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.
Penutupan daerah tersebut akan diawali dengan upacara adat yang menggunakan simbol buah kelapa. Ritual ini melambangkan sebuah ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta atas keberkahan hasil laut dan simbol pembayaran kepada alam.
Sasi Nggama ini akan berlangsung selama dua pekan dan ukuran hewan yang dapat diambil diatur oleh Raja Namatota. Saat pemanenan hewan laut akan dilakukan menggunakan metode tradisional yakni molo.
Molo merupakan kegiatan menyelam untuk mengambil hasil di dasar laut tanpa menggunakan alat bantu pernapasan seperti tabung untuk menyelam. Biasanya molo laut dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana seperti kacang mata molo yang terbuat dari kayu sebagai bingkainya dan kaca yang diambil dari tutup botol.
Berbeda halnya dengan Sasi Ikan Lompa. Tradisi ini akan dijumpai oleh setiap wisatawan saat berkunjung ke Namatota. Ikan Lompa terdapat banyak dan hidup bebas di pantai depan dan belakang Namatota. Raja akan memerintahkan untuk mengambil secukupnya ikan yang dapat dikonsumsi saat tidak ada lagi auk di rumah atau diambil untuk umpan saat memancing.
Namun hal ini dengan catatan tidak boleh mengambil menggunakan wadah melainkan menggunakan tangan kosong. Ikan Lompa ini dipercaya memiliki legenda yang mengikat masyarakat Namatota. Siapa saja yang memakan ikan Lompa akan terikat selamanya dengan Kampung Namatota.