Daftar isi
Papua kerap kali diidentikkan dengan surga dunianya Indonesia. Kekayaan alam yang indah membuat mata siapapun terpukau melihatnya. Namun, di samping itu, Papua kerap kali dihampiri isu konflik antar suku hingga isu ingin memisahkan diri dari Indonesia. Keinginan memisahkan diri ini sudah ada sejak lama, namun hingga sekarang Papua masih menjadi bagian dari Indonesia.
Di samping banyak sekali isu yang beredar terkait pemisahan diri dari NKRI, tahukah kamu ternyata di tanah Papua ini terdapat beberapa pahlawan nasional. Pahlawan tersebut ikut memerjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa itu. Siapa saja mereka dan bagaimana peranannya dalam mempertahankan Indonesia? Selengkapnya akan kita bahas berikut ini.
1. Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo merupakan pahlawan yang lahir di Wardo, Biak Papua pada tanggal 10 Oktober 1921. Ia terlibat dalam Konferensi Malino yang di mana saat itu ia menjadi wakil dari Papua. Saat Konferensi tersebut, Frans Kaisiepo mengusulkan nama Irian yang dalam Bahasa Biak memiliki arti tempat yang panas. Selain itu, Frans juga terlibat dalam menyembunyikan lagu kebangsaan Indonesia Raua di Kampung Harapan Jayapura saat tiga hari menjelang proklamasi atau lebih tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1945.
Setelah proklamasi atau pada tanggal 31 Agustus 1945, ia beserta teman-temannya mengadakan upacara dan pengibaran bendera merah putih yang diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tidak hanya terlibat saat proklamasi saja, Frans juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua pada tahun 1964.
Pada tanggal 10 April 1979, Frans Kaisiepo menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cenderawasih, Jayapura. Untuk mengenang atas jasa-jasa yang telah diberikannya, nama beliau diabadikan di sebuah bandar udara bernama Bandar Udara Frans Kaisiepo yang berada di Biak. Tidak hanya itu, namanya juga diabadikan di salah satu KRI yakni KRI Frans Kaisiepo. Selain itu juga, pada tanggal 19 Desember 2016, pahlawan asal Biak ini diabadikan di dalam uang kertas rupiah pecahan baru senilai Rp10.000,00.
2. Johannes Abraham Dimara
Johannes Abraham Dimara lahir di Korem, Biak Utara pada tanggal 16 April 1916. Perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan adalah terlibat dalam pengibaran bendera merah putih di Namlem Pualu Buru, Maluku. Tidak hanya itu, ia juga ikut memperjuangkan upaya mengembalikan wilayah Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.
Berkat hal inilah, pada tahun 1950, Johannes diangkat menjadi Ketua OPI atau Organisasi Pembebasan Irian Barat. Selanjutnya pada tahun 1954, Johannes menjadi anggota TNI dan melakukan Infiltrasi. Sayangnya, ia berhasil tertangkan oleh tentara Belanda dan dibuang ke Digul. Johannes baru dibebaskan pada tahun 1960.
Kegigihannya dalam mengembalikan Irian Barat ke tangan Republkk Indonesia tidak hanya sampai di situ. Saat presiden Soekarno mengumumkan Trikora, ia ikut serta bersama Soekarno untuk menyerukan dan mendukung penyatuan wilayah Irian Barat ke dalam Republik Indonesia. Hingga, perjuangannya menemukan titik terang dengan adanya perjanjian New York pada tahun 1962. Dalam perjanjian itu, ia didaulat menjadi salah satu delegasi bersama Menlu Indonesia.
Perjanjian New York memiliki isi, yang mengharuskan pemerintah Kerajaan Belanda untuk menyerahkan wilayah Irian Barat ke tangan Republik Indonesia. Mulai saat itulah, wilayah Irian Barat kembali menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bakti Johannes kepada NKRI harus berhenti sampai tahun 2000 sebab ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 oktober 2000. Johannes meninggal di Jakarta. Atas semua jasa-jasanya ia mendapatkan penghargaan berupa Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatuan dan Satyalancana Bhakti. Tidak hanya itu, ia juga ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keppres No. 113/TK/2011.
3. Silas Papare
Pahlawan selanjutnya yang berasal dari tanah Papua adalah Silas Papare. Ia lahir pada tanggal 18 Desember 1918 di Serui. Perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan adalah dengan menyatukan Irian Jaya ke dalan wilayah Indonesia. Kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan, membuat dirinya kerap berurusan dengan keamanan Belanda. Hingga akhirnga, ditangkap dan dipenjarakan di Jayapura karena mempengaruhi Batalyon Papua untuk memberontak pemerintahan Belanda.
Saat diasingkan, Silas Papare berkenalan dengan Sam Ratulangi, salah seorang pejuang dari Sulawesi. Sam Ratulangi bernasib sama dengan Silas Papare yakni sama-sama diasingjan. Perkenalannya dengan Sam Ratulangi, semakin membuat Silas Papare bertekad untuk membebaskan Papua.
Pada tahun 1949, Silas Papare mendirikan sebuah Badan Perjuangan Irian yang berada di Yogyakarta. Badan ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam mengembalikan Irian Barat ke NKRI. Tidak hanya itu, Silas diminta menjadi salah satu delegasi dalam perjanjian New York. Perjanjian yang membuat Irian Barat kembali ke dalam NKRI dan mengakhiri sengketa tersebut. Setelah Irian Barat kembali menyatu dengan NKRI, ia diangkat menjadi anggota MPRS.
Untuk mengenang semua jasa-jasanya, nama Silas Papare diabadikan dalam salah satu Kapal Perang Lorvet kelas Parchim TNI AL KRI Silas Papare. Tidak hanya itu, didirikan pula Monumen Silas Papare yang berada dekat pantai dan pelabuhan laut Serui. Di Jayapura, namanya diabadikan di Sekolah Tinggi Sosial Politik Silas Papare.
4. Marthen Indey
Marthen Indey lahir pada tanggal 14 Maret 1912 di Doromena. Ia merupakan polisi Belanda yang mendukung Indonesia. Pada tahun 1946, ia bergabung dengan organisasi politik yang bernana Komite Indonesia Merdeka atau KIM yang kemudian dikenal dengan Partai Indonesia Merdeka atau PIM. Ia pernah menjabat sebagai ketua dan beberapa kali menyampaiakna protesnya terhadap pemerintahan Belanda mengenai rencana pemisahan Irian Barat dari NKRI. Oleh sebab inilah, ia ditangkap dan dipenjara selama tuga tahun di hulu digul.
Tidak hanya itu menjabat sebagai ketua PIM, Marthen juga diangkat menjadi anggota MPRS dan diangkat menjadi kontrolir yang diperbantukan pada resuden Jayapura dengan pangkat Mayor.
5. Machmud Singgirei Rumagesan
Pria bernama lengkap Machmud Singgirei Rumagesan ini lahir pada tanggal 27 Desember 1885 di Kokas, Fakfak, Papua Barat. Pada tahun 1915, ia pernah ditunjuk ssbagai kepala distrik Kokas oleh Belanda. Meskipun demikian, pada praktiknya Rumagesan justru bertentangan dengan keinginan pemerintah Belanda. Ia bahkan menuntut maskapai minyak Belanda yang berbuat semena-mena pada penduduk Kokas. Sebab hal inilah, dirinya berkali-kali ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda.
Pada tahun 1953, Rumagesan mendirikan sebuah organisasi pembebasan Irian Barat di Makassar yang bernama Gerakan Tjenderawas Revolusioner Irian Barat (GTRIB). Tujuan pendirian organisasi adalah untuk membantu pemerintah RI dalam memperjuangkan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Kemudian, Rumagesan juga pernah diangjat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung di Papua pada tahun 1954.
Begitu sungguh-sungguhnya perjuangan Rumagesan sehingga membuat Presiden Soekarno memberinya julukan “Si Jago Tua” dari Irian Barat. Sayangnya, gerak perjuangan Si Jago Tua dari Irian Barat harus terhenti. Sebab, ia wafat pada tanggal 5 juli 1964
Itulah kelima tokoh pahlawan nasional di tanah dengan julukan mutiara hitam. Meskipun bentuk perjuangan mereka dalam mempertahankan kemerdekaan berbeda-beda, namun perjuangan mereka sama besarnya. Ada yang berjuang melalui pemberontakan secara langsung, ada yang menggunakan jabatan yang diembannya dan ada yang melalui jalur pendirian organisasi. Jika dilihat dari motif perjuangannya, mereka sama-sama memperjuangkan Irian Barat yang di mana saat itu berada di cengkraman Belanda. Melalui berbagai cara, mereka berusaha mengembalikan Irian Barar ke dalam pelukan NKRI.