Perang Tapanuli: Penyebab – Kronologi dan Dampaknya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Indonesia pada zaman dahulu diwarnai oleh peperangan. Salah satu yang akan kita bahas kali ini adalah perang Tapanuli. Berikut ini penyebab, kronologi, hingga dampak dari perang Tapanuli.

Apa itu Perang Tapanuli?

perang tapanuli

Perang Tapanuli disebut juga dengan perang Batak yaitu sebuah bentuk pemberontakan masyarakat batak, Sumatera Utara terhadap pemerintah kolonial Belanda. Perang ini terjadi dalam kurun waktu cukup panjang yakni 29 tahun yang diawali pada tahun 1878 dan berahir tahun 1907. Perang ini berada di bawah kepemimpinan Raja dari negeri Toba yakni Sisingamangaraja XII.

Penyebab Perang Tapanuli

  • Sebuah peperangan tidak mungkin terjadi tanpa ada penyebabnya. Begitu pula dengan perang Tapanuli yang terjadi akibat dari
  • Masuknya agama Kristen di wilayah Sumatera Utara tidak disetujui oleh para pemimpin Batak dimana pada saat itu sebagian dari mereka beragama parmalim atau Batak kuno
  • Organisasi Zending yang merupakan organisasi penyebaran agama kristen tersebut dinilai hanya sebuah tunggangan Belanda untuk melancarkan aksi politik mereka
  • Pihak Belanda sengaja memecah belah Batak dengan alasan melindungi kepentingan para misionaris
  • Raja Sisingamangaraja XII menolak masuknya agama kristen di Batak
  • Belanda menjalankan sistem politik dagang yang mengakibatkan banyak kerugian dan penderitaan terhadap masyarakat Batak
  • Belanda menjalankan kebijakan Pax Neerlandica yaitu kebijakan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya di daerah kekuasaan mereka.

Tokoh dalam Perang Tapanuli

Berikut ini tokoh yang terlibat dalam perang Tapanuli

Raja Sisingamangaraja XII

Raja Sisingamangaraja XII

Beliau merupakan penerus dari raja Sisingamangaraja XI. Sisingamangaraja yang memiliki nama lain sebagai Patuan Bosar lahir pada 18 Februari 1845. Ketika ia menginjak usia 19 tahun, beliau dinobatkan sebagai Raja untuk memimpin negeri Toba. Dalam peperangan Tapanuli ia dibantu oleh putar-putarnya.

Kapten Christoffel

Kapten Christoffel

Kapten Christoffel memiliki nama lengkap yaitu Hans Jakob Christoffel Von Grimmelshausen. Ia lahir di Rothen Brunnen pada 13 September 1865. Kapten Christoffel adalah pemimpin Belanda yang berhasil melumpuhkan Raja Sisingamangaraja XII beserta putra-putrinya pada tahun 1907.

Kronologi Perang Tapanuli

Perang Tapanuli atau perang Batak diawali dengan kedatangan Belanda di negeri Toba yang pada saat itu dipimpin oleh raja Sisingamangaraja XII. Kedatangan Belanda tersebut memicu berbagai konflik di tanah Batak yang semula merupakan wilayah yang tentram. Konflik tersebut akhirnya meletus pada 1 Februari 1878 yang dinyatakan oleh Sisingamangaraja XII.

Masyarakat Batak membakar seluruh pos-pos zending milik Belanda. Sebenarnya perlawanan rakyat Batak ini sudah dinantikan oleh pihak kolonial sehingga mereka bisa berdalih bahwa peperangan dimulai oleh pihak Tapanuli atau Batak.

Pihak Belanda menghadapi perlawanan rakyat Batak dengan mendatang kan pasukan dari Residen Boyle, pasukan kolonel Engels, dan Tentera Sibolga pada tanggal 14 Maret 1878. Belanda menyerang balik pihak Tapanuli pada 1 Mei 1878. Dalam peperangan ini pusat pertahanan Tapanuli yaitu berada di Bangkara sedangkan pihak Belanda berlokasi di Bahak Batu. Pusat pertahanan Sisingamangaraja dan pasukan tersebut diserang dan ditaklukan oleh Belanda.

Beruntungnya Sisingamangaraja beserta pasukannya sempat melarikan diri meski harus mengungsi dan keluar dari wilayahnya sendiri. Akibat dari serangan tersebut para raja Batak yang tertangkap dipaksa untuk bersumpah setia dan Bangkara masuk sedalam daerah jajahan Hindia-Belanda.

Meski mengalami kekalahan pada perang sebelumnya, semangat Sisingamangaraja terus berkobar. Namun pihak Tapanuli harus mengalami kepahitan yang sama yaitu semakin banyak  wilayah mereka yang jatuh ke tangan Belanda seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, dan Huta Ginjang. Sisingamangaraja pun akhirnya meminta bantuan kepada pihak Aceh untuk meningkatkan kemampuan perang mereka. Pihak Aceh bersedia membantu Tapanuli bahkan turut mengirim pasukannya.

Dengan bantuan pasukan dari Aceh, Sisingamangaraja beserta dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap kota tua. Serangan tersebut belum juga membuahkan hasil manis untuk Tapanuli. Pasukan Belanda yang berada di bawah pimpinan J.A Visser mampu membendung perlawanan rakyat Tapanuli. Peperangan terus berlanjut pada tahun berikutnya yaitu tanggal 8 Agustus 1898 yang terjadi di Lobu Talu.

Hingga akhirnya pada tahun 1907, Sisingamangaraja berhasil dikepung oleh Belanda yang kala itu mendapat julukan Kolonel Macan atau Brigade Setan. Akibat dari pengepungan tersebut istri Sisingamangaraja yakni Boru Sagala beserta dengan ibunda dan anggota keluarga yang lain ditangkap Belanda.

Pada tahun yang sama juga, Sisinga Mangaraja yang terus melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan akhirnya gugur terkenal peluru Marsuse Belanda. Sisinga Mangaraja gugur bersama dengan dua putranya yakni Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta seorang putrinya yang bernama Lopian. Dengan gugurnya Sisinga Mangaraja menandakan kemenangan untuk pihak Belanda yang pada saat itu berada di bawah pimpinan Kapten Christoffel.

Dampak Perang Tapanuli

Perjuangan rakyat Tapanuli terhadap Belanda sangatlah panjang. Dengan berita kematian SisingaMangaraja menyisakan kesedihan mendalam. Rakyat Tapanuli mau tidak mau harus menyerahkan wilayah mereka kepada Belanda. Akibatnya penderitaan yang dialami oleh mereka semakin parah. Keluarga Sisingamangaraja yang masih hidup dan ditahan oleh Belanda mengalami penistaan dan penghinaan.

Pihak Belanda semakin leluasa melaksanakan monopoli dagang mereka begitu juga dengan penyebaran agama  kristen di wilayah Batak. Namun dalam peperangan tersebut Belanda juga sebenarnya mengalami kerugian yang cukup besar dikarenakan bersamaan dengan perang Aceh yang  sama-sama tak mudah menyerah.

fbWhatsappTwitterLinkedIn