Tembaga di alam umumnya berupa mineral tembaga-besi-sulfat dan tembaga-sulfat. Bijih tembaga yang paling umum adalah sulphides, chalcocite Cu2S, chalcopyrite CuFeS2, covellite CuS, dan Bornite Cu5FeS4.
Pada umumnya, proses terbentuknya tembaga bisa dilakukan dalam berbagai macam proses, yaitu :
1. Hydrometallurgy
Konsentrasi mineral tersebut rendah dalam sebuah bijih. Umumnya copper ore mengandung dari 0,5% (open pit mines) hingga 1 atau 2 % Cu (underground mines). Tembaga murni yang diproduksi dari bijih bijih ini menggunakan metode pembentukan konsentrat, peleburan dan pemurnian.
Tembaga juga didapat dari mineral yang teroksidasi, cuprite (Cu2O): karbonat, malachite, dan azurite: silica, chrsocholla. Bijih dalam bentuk ini kebanyakan diolah dengan menggunakan metode hydrometallurgy.
2. Pyrometallurgy
Proses lain untuk memperoleh tembaga yaitu proses Pyrometallurgy. Proses pyrometallurgy menggunakan perlakuan panas dengan temparatur pemanasan dapat mencapai lebih dari 1500 derajat Celcius.
3. Smelting/ Metode Mini Blast Furnace
Pada saat ini kebanyakan di dunia menggunakan teknologi smelting seperti Noranda, Mitusibshi, Outokumpu, Flash Furnace, dll untuk mengolah mineral tembaga dengan deposit yang besar. Namun jika digunakan untuk mengolah mineral tembaga dengan deposit yang kecil akan sangat tidak ekonomis.
Oleh karena itu, dibuatlah smelter ukuran kecil yang ekonomis untuk mengolah hasil tambang rakyat dengan deposit mineral tembaga yang kecil. Pada penelitian ini digunakan Mini Blast Furnace sederhana, tanpa mengubah prinsip dasar dari teknologi yang sudah ada, akan tetapi ditambahkan beberapa hal yang dapat meningkatkan efisiensinya.
Tinggi blast furnace banyak di kurangi, untuk mereduksi biaya pembuatan. Dan efek dari pengurangan tinggi blast furnace ini adalah meningkatkan tekanan pada daerah melting zone menjadi 2,3 atm. Dengan tekanan yang tinggi ini, menjadikan pembakaran pada daerah di bawah tuyer menjadi lebih maksimal.
Tekanan pada desain blast furnace yang umum adalah 1,2 atm. Pada tungku bagian atas, diameter tungku dikurangi secara bertahap, sampai menjadi diameter 3.5 inch.
Kemudian disalurkan melalui pipa ke dalam air yang terdapat pada drum drum yang telah disiapkan. Fungsi dari teknik ini adalah untuk mereduksi asap yang terjadi dan menangkap partikel logam yang terbang ataupun menguap.
Reduksi asap ini dilakukan tiga kali, sehingga asap dapat tereduksi secara maksimal. Jarak antara tuyer dan lubang tap diperpendek. Hal ini dapat menambah suhu pemanasan, sehingga mengurangi resiko beku pada logam cair.
Dengan suhu yang tinggi, sangat berpengaruh terhadap liquiditas terak. Tungku dipisah perbagian (knock down). Sehingga dengan mudah dapat diangkut ke daerah-daerah kecil sekalipun. Proses pemasangannya pun menjadi sangat mudah.
Pengolahan mineral tembaga terjadi di dalam reaktor mini blast furnace. Pada reaktor ini dimasukkan batu bara, mineral tembaga dan limestone.
Batu bara, mineral tembaga dan limestone dimasukkan secara berlapis dengan lapisan paling bawah diisi oleh batu bara, kemudian mineral tembaga di atasnya, dan limestone pada layer paling atas. Begitu seterusnya disusun berlapis-lapis hingga memenuhi reaktor mini blast furnace.
Pada proses peleburan dibutuhkan suplai udara agar terjadi reaksi pembakaran. Oksigen pada udara selain digunakan dalam reaksi pembakaran juga dibutuhkan untuk menghasilkan gas CO yang berfungsi sebagai reduktor.
Sehingga suplai udara sangat penting untuk diperhatikan dalam proses peleburan di dalam cupola. Pada rasio kokas : logam tertentu (atau lebih tepatnya, rasio karbon yang dibakar dengan besi), peningkatan blast rate akan menyebabkan peningkatan baik kecepatan pelelehan dan temperatur logam hingga mencapai nilai optimal tertentu.
Kemudian, peningkatan blast rate akan menyebabkan temperatur logam turun.