Pada materi kali ini kita akan membahas mengenai sanering atau pemotongan uang yang merupakan kegiatan pemotongan terhadap nilai uang. Materi ini akan berisikan mengenai pengertian sanering, kelemahan sanering, dampak sanering dan juga contoh dari sanering yang ada di Indonesia.
Apa itu Sanering?
Sanering merupakan kegiatan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan terhadap nilai uang. Sanering juga merupakan kebijakan dari pemerintah untuk menurunkan nominal atau nilai dari mata uang.
Tujuan dari sanering yaitu agar daya beli dari masyarakat dapat menurun. Kebijakan sanering atau pemotongan uang di Indonesia sendiri pernah dilakukan beberapa kali dengan tujuan yaitu agar perekonomian di Indonesia berjalan lancar dan menjadi sehat kembali.
Kelemahan Sanering
- Nilai mata uang Indonesia yaitu rupiah menjadi menurun terhadap mata uang asing.
- Pembangunan ekonomi nasional menjadi terlantar.
- Masyarakat Indonesia mengalami kesulitan di bidang perekonomian, khususnya pada masyarakat kecil atau miskin.
- Terjadi penurunan daya beli dari masyarakat sehingga mengakibatkan kerugian yang meningkat.
Contoh Sanering di Indonesia
- Sanering Pertama di Tahun 1950
Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan sanering pertama kali di tahun 1950 yaitu pada tanggal 19 Maret. Pada saat itu kebijakan tersebut dinamakan gunting syarifudin yaitu uang kertas digunting menjadi dua bagian baik secara nominal atau fisik. Pengguntingan uang atau sanering dilakukan pada uang Rp. 5 yaitu secara fisik bagian kiri yang nilainya Rp. 2,5 sedangkan bagian kanan tidak memiliki nilai lagi. - Sanering Kedua di Tahun 1959
Pengguntingan uang atau sanering kedua kalinya dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1959 yaitu tanggal 25 Agustus. Pada saat itu pecahan uang Rp. 1000 nilainya berubah menjadi Rp. 100. Sedangkan uang Rp. 500 nilainya berubah menjadi Rp. 50. - Sanering Ketiga di Tahun 1965
Pengguntingan uang yang terakhir di dalam perekonomian Indonesia dilakukan pada tangal 13 Desember tahun 1965. Pada saat itu pecahan uang Rp. 1000 nilainya berubah menjadi Rp. 1.
Dampak dari Sanering
Pada mulanya kebijakan sanering di tetapkan atau dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki perekonomian masyarakat Indonesia dan menekan laju inflasi. Namun, di dalam sejarah perekonomian Indonesia pada tahun 1955 pernah terjadi kekacauan yang diakibatkan dari kebijakan sanering.
Ada peraturan mengenai kebijakan penerbitan sanering atau pemotongan uang yaitu UU Nomor 2 Prp. Tahun 1959 yang mengatur mengenai keputusan pemerintah untuk menerbitkan kebijakan sanering tersebut.
Kemudian pemerintah Indonesia yang saat itu presidennya adalah Ir. Soekarno memutuskan untuk menurunkan nilai atau nominal dari uang Rp. 500 dan Rp. 1000 menjadi 10% yaitu Rp. 50 dan Rp. 100.
Namun, pada jaman dahulu informasi menyebar tidak mudah seperti pada jaman modern sekarang ini. Sehingga pada hari pertama pengumuman kebijakan dari sanering tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah yang berada di Indonesia.
Hal tersebut mengakibatkan masyarakat yang sudah mengetahui informasi kebijakan dari sanering berlomba lomba untuk membelanjakan uang Rp. 500 dan Rp. 1000 dengan serentak. Banyak toko toko diserbu oleh masyarakat untuk membelanjakan kedua uang yang di terapkan kebijakan sanering tersebut.
Hal tersebut menyebabkan kepanikan masyarakat dan menyebabkan kerugian yang besar bagi para pelaku usaha atau bisnis. Dan pada saat itu perekonomian masyarakat Indonesia menjadi kacau, dikarenakan tidak ada masyarakat yang mau memiliki uang Rp.500 dan Rp. 1000 yang nilainya menjadi turun.
Kebijakan dari sanering tersebut malah semakin memperburuk keadaan perekonomian masyarakat Indonesia, meningkatkan beban pemerintah dan menguatkan inflasi.