Angkatan 66 merupakan salah satu angkatan dalam sastra Indonesia yang dikemukakan pertama kali oleh tokoh sastra H.B. Jassin.
Pengelompokan ini ia tulis dalam artikelnya yang berjudul Bangkitnya Satu Generasi. Angkatan ’66 menjadi kelanjutan dari angkatan sebelumnya yakni Angkatan ’45 yang dipelopori oleh penyair Chairil Anwar dan rekan-rekannya.
Menurut H.B. Jassin, ada karakteristik atau ciri khas karya yang dilahirkan pada era ini. Di antaranya yakni mempunyai konsepsi Pancasila, menggaungkan protes sosial dan politik, serta membawa kesadaran nurani manusia. Ada sejumlah tokoh terkenal yang mempelopori Angkatan ’66 ini. Siapa saja mereka? Simak uraian di bawah ini.
Taufiq Ismail merupakan salah satu penyair dan sastrawan Indonesia dari Angkatan ’66. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada 25 Juni 1935.
Taufiq lahir dan tumbuh di dalam keluarga guru dan wartawan. Hal tersebut yang membuatnya gemar membaca sejak muda. Bahkan ketika SMA, tokoh yang mendapatkan gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah ini sudah memiliki cita-cita sebagai seorang sasrtrawan.
Beberapa penghargaan pernah diraihnya seperti Anugerah Seni dari Pemerintah Indoensia pada 1970, Penulisan Karya sastra dari Pusat Bahasa pada 1994, dan mendapat penghargaan doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarya.
Penghargaan bergengsi skala internasional juga pernah ia dapatkan di antaranya Cultiral Visit Award dari Pemerintah Australia dan dua kali menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat. Alumnus FKHP-UI Bogor ini banyak mengarang karya puisi yang terkenal, di antaranya terangkum dalam:
Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih akrab dengan nama Goenawan Mohamad merupakan seorang sastrawan sekaligus jurnalis. Dirinya merupakan salah satu pendiri Majalah Tempo.
Tokoh Tanah Air yang lahir di Batang, Jawa Tengah, pada 29 Juli 1941 ini telah menulis banyak esai dan karya sastra. Bahkan, esainya banyak mendapatkan penghargaan.
Salah satu esainya yang berjudul Seribu Slogan dan Sebuah Puisi mendapatkan Hadiah Pertama dari Majalah Sastra pada 1963. Sementara esainya yang lain yang berjudul Sex, Sastra, dan Kita menerima penghargaan dari Majalah Horison pada 1969.
Dirinya juga turut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964. Hal ini membuat dirinya tidak bisa menulis karya di berbagai media. Meski demikian, Goenawan Mohamad telah melahirkan karya-karya satra yang terkenal. Beberapa puisinya dimuat dalam judul:
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal dengan nama W.S. Rendra merupakan salah satu penyair berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia.
Lahir di Solo, Hindia Belanda, pada 7 November 1935, sastrawan yang wafat pada usia 73 tahun ini telah menulis banyak puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra sejak muda. Bahkan ia sangat lihai bermain peran dan membacakan puisi.
Rendra pertama kali menerbitkan puisinya pada 1952 melalui majalah Siasat. Sejak saat itu, puisinya terus terlihat di banyak majalah pada masa itu. Pada 1966-1967, ia memperdalam ilmu berteater di American Academy of Dramatical Arts. Sepulangnya, ia mendirikan Bengkel Teater yang masih eksis hingga sekarang.
Semasa hidup, sastrawan yang mendapatkan julukan Sang Burung Merak ini mendapatkan sejumlah penghargaan di antaranya Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970 dan Hadiah Akademi Jakarta pada 1975.
Berikut beberapa judul karyanya yang telah dipublikasikan:
Sastrawan selanjutnya yang dikategorikan dalam Angkatan ’66 yakni Ajip Rosidi. Ia merupakan seorang pengarang yang lahir di Cirebon, Jawa Barat, pada 31 Januari 1938.
Kemampuannya di bidang sastra dan bahasa telah terlihat sejak masih muda. Bahkan saat duduk di bangku SMP, ia sudah menjadi pengasuh majalah Soeloeh Peladjar, dilanjutkan pada usia 17 tahun ia mendapatkan posisi sebagai redaktur majalah Prosa.
Kiprahnya dalam sastra dan bahasa terus berlanjut. Ia aktif dalam berbagai kegiataan kesusastraan. Ia pernah menjadi Ketua Paguyuban Sastra Sunda pada 1966 sampai 1975. Dirinya juga menjadi dosen Universitas Padjajaran pada 1967.
Untuk memberikan penghargaan kepada sastrawan dan budayawan yang berdedikasi dalam bidang sastra dan budaya, khusunya Sunda dan Jawa, ia menginisiasi Hadiah Sastra Rancange sejak 1989.
Ia sendiri juga pernah memperolah penghargaan di antaranya untuk puisi Pesta yang mendapatlan Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk puisi-puisi tahun 1955/1956. Kumpulan cerpennya yakni Sebuah Rumah buat Hari Tua juga menyabet penghargaan yang sama untuk kategori tahun 1957/ 1958.
Selain dua judul karya tersebut, Ajib juga menerbitkan karya lain yang antara lain:
Soewardi Idris merupakan sastrawan Indonesia modern yang lahir pada 10 November 1930 di Solok, Sumatra Barat. Ia menghembuskan napas terakhir pada 13 Juli 2004 saat berusia 73 tahun.
Namanya erat dengan gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PPRI) karena ia hanya menulis satu novel yang bercerita tentang PRRI. Ia pun menyebut dirinya sebagai satu-satunya pengarang novel yang mengangkat masalah tersebut.
Selama hidupnya, sastrawan yang lahir dari keluarga petani ini banyak menggunakan nama pena di antaranya Swara Iswari dan Essy agar pembacanya tidak termonopoli.
Karyanya banyak menghiasi surat kabar dan majalah sejak 1953. Ia sendiri pernah terlibat dalam majalah sastra di antaranya menjadi pempimpin redaksi Seriosa, wakil pemimpin redaksi Harian Nyata, pemimpin redaksi Majalah Monitor, dan masih banyak lagi.
Terhitung hingga 1999, dirinya telah mengarang 37 cerpen, sebuah novel, sebuah puisi, sebuah cerita anak, 35 pantun, 13 biografi, tiga buku jurnalistik, tiga buku budaya Mianangkabau, serta tiga buku sejarah. Beberapa karyanya yang popular di antaranya: