Hak Asasi Manusia (HAM) atau human rights, merupakan hak dasar semua manusia. John Locke, seorang filsuf dari Inggris, mengatakan bahwa HAM adalah hak yang sudah dibawa manusia sejak lahir, melekat pada setiap manusia, sifatnya mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
Pengertian Hak Asasi Manusia juga tertera di dalam UUD 1945, hal-hal mengenai HAM tercantum di dalam pasal 27 sampai pasal 34. Jenis-jenis HAM yang tertulis di dalam UUD 1945 diantaranya:
Saat ini di era reformasi, perkembangan HAM di Indonesia semakin cerah dan tertuang di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM merupakan hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, sehingga wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan, perlindungan harkat dan matrabat manusia.
Sejarah HAM di Indonesia telah melalui berbagai era, mulai era penjajahan atau sebelum Indonesia merdeka, orde lama, orde baru dan hingga saat ini di era reformasi. Berikut sejarah dan perkembangan HAM di Indonesia.
Empat puluh tahun sebelum Indonesia merdeka, RA Kartini menuliskan pemikirannya yang menyiratkan tentang HAM dalam surat-suratnya. Kemudian seiring waktu muncul berbagai organisasi pergerakan nasional yang mengusung kebebasan berpikir dan berpendapat.
Budi Utomo yang berdiri di tahun 1908 menjadi awal perubahan yaitu dengan menyuarakan hak untuk merdeka dan menentukan nasib sendiri. Sarekat Islam (SI) kemudian muncul dan turut serta menyuarakan keinginan untuk bebas dari penindasan, diskriminasi dan kolonialisme.
SI mengangkat HAM sesuai dengan ajaran Islam. Organisasi lain yang ikut berjuang untuk HAM termasuk juga Partai Komunis Indonesia, dengan landasan memperjuangkan hak yang bersifat sosial. Ada juga Partai Nasional Indonesia yang turut memperjuangkan hak merdeka dari penjajah.
Munculnya berbagai organisasi yang menyuarakan HAM sebelum kemerdekaan tentu memunculkan juga perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai HAM.
Setelah proklamasi kemerdekaan di tahun 1945, perjalanan HAM di Indonesia masih jauh dari sempurna meskipun Indonesia telah merdeka. HAM di masa orla dibahas di dalam sidang BPUPKI, tokoh yang berperan penting karena meminta supaya HAM diatur secara luas di dalam UUD 1945 adalah Moh. Hatta dan Moh. Sukiman.
Meskipun pada kenyataannya hanya sedikit nilai HAM yang diatur di dalam UUD 1945, namun HAM tetap diatur secara keseluruhan di dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Beberapa HAM yang diperdebatkan di masa orla antara lain hak untuk merdeka, hak berpolitik dan hak berpendapat di parlemen. Sistem politik di era orla, yaitu sistem liberal dan parlementer turut mempengaruhi perkembangan HAM.
Di era orde lama, perjuangan HAM ditandai dengan munculnya banyak partai politik, kebebasan pers dan pemilihan umum yang dilaksanakan dengan bebas, jujur dan demokrasi. Meskipun partai politik bermunculan dengan ideologinya masing-masing, namun tetap memiliki visi yang sama tentang HAM, terutama sepakat untuk memasukkan HAM ke dalam UUD.
Di tahun 1965, pemerintahan presiden Soekarno digantikan oleh Jendral Soeharto dan dimulailah masa pemerintahan orde baru. HAM yang belum tuntas di era orde lama justru mengalami kemunduran secara implisit di era orba.
Pemerintahan orba menolak konsep tentang HAM yang diusung oleh pemerintahan orla, dengan alasan HAM adalah pemikiran yang asalnya dari Barat dan bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia.
Anggapan bahwa HAM berasal dari barat menjadi senjata untuk menyudutkan Indonesia, yang pada saat itu adalah negara berkembang. Padahal rakyat Indonesia sudah mengenal HAM lewat UUD 1945, yang sudah lebih dulu lahir sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Dapat dikatakan bahwa di masa orba, perkembangan HAM justru mengalami kemunduran. Banyak pelanggaran HAM terjadi di era orba, antara lain kebijakan politik yang sifatnya sentralistis dan pemerintah tidak mau menerima perbedaan pendapat Slot88, Slot Thailand, Scatter Hitam.
Beberapa kasus pelanggaran HAM di era orba antara lain peristiwa G30S PKI tahun 1965, peristiwa Tanjung Priok di tahun 1984 dan kasus Kedung Ombo di tahun 1989.
Era reformasi turut membawa pencerahan bagi HAM, pengaturan HAM dikaji ulang tanpa mengubah konsep dasar HAM yang sudah ada di dalam UUD 1945. Era reformasi menghasilkan TAP MPR No. XVII/MPR.1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
HAM di Indonesia pada era reformasi menjadi poin penting di segala aspek, di tahun 2005 pemerintah meratifikasi 2 instrumen penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ICESCR) menjadi UU No.11 Tahun 2005 dan Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR) menjadi UU No. 12 Tahun 2005.