Daftar isi
Istilah Pancasila pertama kali ditemukan dalam sebuah kitab yang dikarang oleh Empu Tantular, yakni Kitab Sutasoma. Kitab yang ditulis pada era Kerajaan Majapahit di abad XIV ini menyebutkan bahwa istilah Pancasila mempunyai dua pengertian. Pengertian yang pertama adalah “Berbatu Sendi yang Lima”, sedangkan pengertian kedua adalah “Pelaksanaan Kesusilaan yang Lima”.
Adapun yang dimaksud kesusilaan yang lima di waktu itu adalah 5 larangan pokok, yaitu larangan melakukan kekerasan, laranga mencuri, larangan berjiwa dengki, larangan berbohong, dan larangan mabuk/minum minuman keras.
Nilai Pancasila memang telah ada dalam diri bangsa atau masyarakat Indonesia jauh sebelum ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara. Lantas bagaimanakah sejarah lahirnya Pancasila sebagaimana yang kita kenal saat ini?
Sejarah awal lahirnya Pancasila tidaklah lepas dari adanya peran Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). BPUPKI merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai pada tanggal 1 Maret 1945 untuk memenuhi janji kemerdekaan kepada Indonesia. BPUKI memiliki tugas untuk menyelidiki kesiapan bangsa Indonesia dalam menyambut kemerdekaan dan membentuk pemerintahannya sendiri.
BPUPKI diketuai oleh dr Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua R.P. Soeroso dan Ichibangase Yoshio (seorang Jepang). Adapun anggota BPUPKI adalah sebanyak 67 orang dengan 60 orang Indonesia dari berbagai wilayah dan 7 orang Jepang tanpa hak suara.
Setelah terbentuk, BPUPKI segera menyusun agenda kerjanya yang pertama, yaitu membentuk dasar negara untuk Indonesia merdeka. Untuk itu, BPUPKI mengadakan dua kali persidangan. Sidang pertama digelar pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 yang membahas mengenai rumusan dasar negara Indonesia dan sidang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945 yang membahas mengenai pembentukan Undang-Undang Dasar.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 adalah untuk membahas tentang rumusan dasar negara. Pada sidang pertama tersebut ada tiga tokoh yang berpartisipasi untuk mengemukakan rumusan dasar negara Indonesia merdeka, yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang diberi judul “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” di hadapan sidang BPUPKI. Adapun isi dari rumusan dasar negara yang diusulkan oleh Muhammad Yamin adalah terdiri dari 5 poin sebagai berikut:
Selain itu, setelah selesai berpidato Muhammad Yamin juga menyampaikan konsep mengenai asas dasar negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada ketua sidang yang isinya adalah sebagai berikut:
Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Sebelumnya, ia juga berpidato yang mana dalam pidato tersebut ia menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
Dari poin-poin pidatonya tersebut, Mr. Soepomo kemudian menyampaikan rumusan dasar negara Indonesia yang isinya sebagai berikut:
Pada hari berikutnya, yakni pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato di hadapan anggota BPUPKI. Pada awalnya, Ir. Soekarno mengusulkan rumusan dasar negara sebagai berikut:
Selanjutnya, Ir. Soekarno mengusulkan agar kelima sila tersebut diringkas lagi menjadi Trisila, yaitu:
Yang kemudian dapat diperas lagi menjadi Ekasila, yakni “Gotong Royong”.
Dalam sidang tersebut, Ir. Soekarno mengusulkan agar kelima dasar negara yang dikemukakan diberi nama Panca Dharma. Namun atas saran seorang ahli bahasa, yaitu Mr. Muhammad Yamin, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Usulan penamaan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia disetujui secara bulat oleh para anggota sidang . Sehingga sejak saat itu, tanggal 1 Juni 1945 diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.
Setelah menyelesaikan persidangan yang pertama, BPUPKI menjalani masa reses selama satu bulan. Namun sebelumnya, BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang bertugas menampung saran, usulan, dan berbagai pemikiran dari anggota BPUPKI mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Panitian Kecil diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan delapan orang, yakni Moh. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Muh. Yamin, A.A. Maramis, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Otto Iskandardinata.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil mengadakan pertemuan dengan para anggota BPUPKI lainnya yang menghasilkan kesepakatan untuk membentuk panitia khusus berjumlah sembilan orang, sehingga diberi nama Panitia Sembilan. Panitia Sembilan bertugas untuk menyelidiki usul-usul yang diterima mengenai perumusan dasar negara yang melahirkan konsep Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Panitia Sembilan ini diketuai oleh Ir. Soekarno dengan para yang mewakili berbagai golongan, yaitu empat orang golongan nasionalis, empat orang golongan Islam, dan satu orang golongan Kristen. Mereka adalah Drs. Mohammad Hatta yang juga menjabat sebagai wakil ketua, Muhammad Yamin, K.H. Wachid Hasyim, Abdulkadir Muzakir, H. Agus Salim, Achmad Subardjo, Abikusno Tjokrosuyoso, dan A.A. Maramis
Panitia Sembilan berhasil membuat rumusan mengenai maksud dan tujuan pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Muhammad Yamin kemudian menamai hasil kerja Panitia Sembilan tersebut dengan istilah Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Adapun Isi dari Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya dan dibubarkan, para anggota mengusulkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI. PPKI yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Inkai ini diresmikan pada tanggal 9 Agustus 1945 dan diketuai oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sore harinya, Muhammad Hatta menerima menerima seorang Opsir Angkatan Laut Jepang yang menyampaikan pesan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik di daerah-daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, merasa sangat keberatan terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, karena dianggap tidak mengikat mereka dan hanya mengenai kaum muslim saja sehingga mereka menganggap itu bagian dari diskriminasi. Bahkan utusan tersebut juga menyampaikan pesan bahwa jika ‘diskriminasi’ tersebut ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.
Maka keesokan harinya, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, sebelum dialaksanakannya sidang PPKI, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimejo, KH. Wachid Hasyim, dan juga Teuku Moh. Hassan untuk membahas kembali Rancangan Undang-Undang Dasar dan menyampaikan akan adanya kelompok yang berkeberatan atas 7 kata dalam Sila Pertama Pancasila sebagaimana tercantum dalam rancangan UUD yang telah diselesaikan oleh Panitia Sembilan sebelumnya.
Akhirnya, setelah melewati diskusi yang cukup alot, atas kelapangan dada semua pihak dan demi menjaga persatuan bangsa dan kesatuan seluruh wilayah Indonesia, maka diputuskan bahwa kalimat pada sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Selanjutnya dalam sidangnya PPKI menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia secara resmi sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia alinea-4 yang berbuyi: