Sejarah

Sejarah Orang Jawa Di Suriname yang Perlu diketahui

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Suriname negara kecil yang terletak di Amerika Selatan, berbatasan dengan Brazil di sebelah selatan, sebelah timur berbatasan dengan Guyana Prancis, sebelah barat berbatasan dengan Guyana, dan sebelah utara berbatasan dengan Samudera Atlantik.

Suriname merupakan provinsi seberang lautan Kerajaan Belanda yang merdeka pada 25 November 1975. Suriname merupakan negara yang multi etnis terdiri dari kelompok etnis Hindustan, Kreol, Marun, dan Jawa yang membentuk total 534.178 jiwa menurut sensus tahun 2012.

Dari keseluruhan populasi di Suriname, terdapat sekitar 75.000 orang Jawa yang berdiam dinegara tersebut yang sudah menjadi warga negara Suriname atau menjadi minoritas terbesar nomor 4 yang mencapai sekitar 15% dari total populasi.

Nah, bagaimana orang Jawa bisa sampai di benua Amerika yang berjarak ribuan kilometer dari Nusantara itu sebenarnya tidak terlepas dari peran pemerintah kolonial Belanda yang pernah memerintah di Nusantara.

Orang-orang Jawa tersebut dibawa ke Suriname antara tahun 1890-1939 yang total keseluruhan mencapai 32.965 jiwa yang dibawa menggunakan 77 kapal.

Namun Tak semua penduduk Hindia Belanda yang dibawa ke Suriname itu etnis Jawa. Selain orang Jawa juga terdapat suku Sunda, Madura, dll. Namun karena mayoritas kuli kontrak itu adalah etnis Jawa, suku-suku selain Jawa berasimilasi sebagai orang Jawa.

Dilihat dari asalnya, kurang lebih 70% orang Jawa berasal dari Jawa Tengah, 20% dari Jawa Timur dan 10% dari Jawa Barat. Kurang lebih 90% termasuk etnis Jawa; 5% Sunda; 2,5% Madura dan 2,5% suku lain, termasuk juga orang-orang dari Batavia (kini Jakarta).

Di antara suku Jawa tersebut, mayoritas berasal dari Karesidenan Kedu (Kabupaten Magelang dan sekitarnya). Itulah sebabnya, bahasa Jawa yang dituturkan di Suriname mirip dengan bahasa Jawa Kedu.

Bahasa selain Jawa seperti Sunda, Madura sudah tak dituturkan lagi, dan tak memberi pengaruh apapun terhadap bahasa Jawa yang dituturkan di Suriname.

Walaupun demikian, terdapat pula beberapa kata Melayu, dan kata-kata tersebut memang sudah ada dalam bahasa Jawa masa itu sebelum dibawa ke Suriname.

Orang-orang Jawa yang dibawa ke Suriname merupakan tenaga kerja kontrak yang khusus dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik orang Belanda.

Hal tersebut terjadi akibat dari Kebijakan Politik Pintu Terbuka yang diberlakukan oleh pemerintah Kerajaan Belanda dan berlaku di seluruh wilayah Kerajaan Belanda baik yang berada di Eropa daratan maupun di provinsi seberang lautan termasuk Hindia Belanda dan Suriname.

Pada tahun 1850, Partai Liberal Belanda memenangkan pemilu. Maka, sebagai pemenang, partai ini berhak membentuk dan menjalankan pemerintahan.

Berkembangnya paham liberalisme di Belanda tidak terlepas dari Revolusi Prancis dan Revolusi Industri. Selanjutnya, dampak kemenangan partai ini dalam bidang ekonomi adalah diterapkannya sistem ekonomi liberal atau liberalisme ekonomi, termasuk di negeri jajahannya.

Di Nusantara, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan pintu terbuka. Hal ini sesuai dengan maksud utama kebijakan ini, yaitu membuka ruang seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Hal ini juga didukung oleh Parlemen Belanda yang meluncurkan Undang-undang Agraria dan Undang-undang Gula pada tahun 1870.

Dengan diberlakukannya kebijakan tersebutlah yang membuat banyak pengusaha swasta baik dari Eropa maupun Tionghoa membuka perkebunan-perkebunan ataupun tambang di wilayah Nusantara, yang tentunya membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit.

Kembali ke bahasan utama, yaitu orang Jawa yang berada di Suriname tentunya tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda.

Banyaknya perkebunan dan pertambangan yang dibuka membuat pemerintah Belanda mebutuhkan banyak tenaga kerja untuk menggarap lahan perkebunan ataupun pekerja tambang.

Demi mengakomodasi keinginan pengusaha, Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan peraturan yang menjamin pemilik perkebunan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan kuli yang bekerja di perkebunan dan industri tambang.

Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan peraturan mengenai tenaga kerja, peraturan tersebut adalah Koeli Ordonantie, yang diberlakukan pertama kali di Sumatera Timur pada 13 Juli 1880 dan efektif berlaku pada tahun 1881.

Semula Koeli Ordonantie berlaku hanya untuk wilayah Sumatera Timur, kemudian meluas kesemua wilayah Hindia Belanda.

Kebijakan ini membuat Pemerintah Belanda bisa sesuka hati memaksa ataupun menculik penduduk Jawa untuk dipekerjakan secara paksa dan diberangkatkan ke perkebunan-perkebunan Belanda ditanah jajahan lainnya, seperti Suriname yang terletak di Amerika Selatan.

Maka tidak heran kenapa sampai hari ini banyak penduduk keturunan Suriname yang beretnis Jawa.