Daftar isi
Suku Cirebon merupakan suku yang mendiami dan tersebar di sekitaran kota Cirebon dan sekitarnya. Tidak hanya di wilayahnya saja, namun suku ini juga tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada tahun 2010 jumlah dari suku Cirebon ini mencapai 1 juta lebih jiwa dan wilayah yang paling banyak terdapat suku Cirebon yaitu Provinsi Jawa Barat.
Sejarah Perkembangan Suku Cirebon
Cirebon berasal dari kata sarumban dan cirebon sendiri merupakan sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa.
Lambat laun, suku Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban. Caruban dalam bahasa Cirebon memiliki arti yaitu bersatu padu.
Mengapa diberi nama demikian? Karena di desa Caruban/Cirebon tersebut banyak para pendatang yang berasal dari suku-suku yang berbeda seperti Jawa, Sunda dan lainnya. Kota Cirebon letaknya sangat strategis dan menjadi alat pergerakan antara Jawa Barat dan juga Jawa Tengah.
Sejarah asal mulanya suku Cirebon ini selalu dikaitkan dengan Suku Sunda dan Suku Jawa. Namun, masyarakat Suku Cirebon sendiri tidak menyebut dirinya sebagai bagian dari suku Sunda atau Suku Jawa.
Dilihat dari bahasa Suku Cirebon sendiri juga tidak sama seperti suku Jawa dan suku Sunda. Selain bahasa, nama dari orang-orang suku Cirebon pun juga berbeda dengan suku Jawa dan Sunda.
Cirebon dikenal sebagai Kota udang dan juga Kota Wali. Namun, pada saat ini eksistensi dari kota Cirebon lebih identik dengan kesultanan Cirebon.
Pakaian Adat Suku Cirebon
Untuk pria menggunakan baju oblong berwarna krem serta celana panjang beludru warna hijau. Selain, itu menggunakan kain dodot batik asli cirebonan.
Aksesoris yang digunakan yaitu berupa ikat pinggang, keris, kilat bahu dan juga gelang kono. Alas kakinya pun juga menggunakan warna hijau.
Sementara untuk mempelai wanita, menggunakan kemben beludru yang memiliki warna hijau yang dilengkapi dengan batik cirebonan dan juga pending.
Untuk aksesorisnya menggunakan siger mahkota suri, kalung tiga susun, kilat bahu, untaian melati serta gelang kono.
Agama Suku Cirebon
Mayoritas masyarakat suku Cirebon memeluk agama Islam. Namun, praktik ritual juga tidak ditinggalkan oleh suku ini, karena merupakan warisan turun temurun dari para leluhur.
Beberapa ritual tersebut diantaranya:
- Suroan, yaitu adat yang dilakukan saat bulan asyura. Kata suro berasal dari kata suro dalam bahasa jawa yang memiliki arti raksasa. Suroan ini diperingati sebagai bentuk wujud syukur kepada Tuhan.
- Saparan, yaitu adat yang dilakukan untuk memperingati bulan shafar, bulan kedua dalam kalender Islam dan Jawa. Di bulan shafar ini masyarakat Cirebon mempercayai bahwa Tuhan memberikan banyak ujian berupa kematian, kecelakaan dan sebagainya.
- Ngirap, yaitu proses penyucian diri dari segala macam kesalahan dan dosa yaitu dengan bertaubat agar terhindar dari marabahaya.
- Mauludan, yaitu dilakukan pada saat hari kelahiran nabi Muhammad. Tujuan dari maulidan ini yaitu menjaga alat-alat pusaka yang ada pada keraton.
- Rajaban, yaitu adat yang juga dilakukan oleh masyarakat cirebon. Mereka memperingati dengan cara bekumpul bersama di masjid atau mushala. Tradisi ini diperingati bertepatan dengan bulan rajab.
Adat-adat ini oleh masyarakat Cirebon dinilai sebagai ritual tambahan yang berada di luar rukun Islam.
Berbagai upacara adat di atas merupakan hasil kreasi kebudayaan yang diciptakan oleh kaum muslim sendiri dan mengandung unsur islami.
Rumah Adat Suku Cirebon
Rumah adat masyarakat suku Cirebon dikenal dengan nama keraton kesepuhan. Rumah adat ini dirawat dengan sangat teliti dan merupakan rumah yang paling bersih di Cirebon.
Pada saat mendesain rumah adat ini harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan perhitungan.
Pada keraton kesepuhan terdapat pendopo yang dikelilingi oleh tembok bata merah. Pada bagian barat terdapat masjid yang begitu megah, masjid itu merupakan karya dari para wali pada zaman itu.
Terdapat dua pintu gerbang tempat keluar masuknya orang, yaitu pintu gerbang utama yang letaknya berada di sebelah utara dan pintu gerbang yang kedua letaknya berada di selatan.
Rumah adat Cirebon ini memiliki tiga bagian area halaman, yaitu:
- Pada area halaman yang pertama merupakan komples Siti Inggil. Di kompleks ini ada lima macam bangunan, yaitu:
- Bangunan pertama disebut dengan Mande Pandawa Lima yang merupakan tempat duduk bagi pengawal raja.
- Bangunan kedua disebut Mande Malang Semirang yaitu tempat duduk raja guna menyaksikan acara di alun-alun.
- Bangunan ketiga disebut Mande Semar Timandu yaitu tempat penghulu raja.
- Bangunan keempat disebut Mande Kresmen yaitu tempat menampilkan kesenian bagi sang raja.
- Bangunan kelima disebut Mande Pengirig yaitu bangunan untuk pengiring sang raja.
- Pada halaman kedua yaitu Pangada. Pangada merupakan halaman yang digunakan untuk memakirkan kendaraan.
- Pada halaman ketiga atau yang terakhir ada beberapa macam bangunan, seperti Taman Bunderan Dewandaru, Museum Kereta, Tunggu Mangunggak, Lunjuk, Bangunan Induk Keraton, Gajah Nguling, Bangsal Pringgandani dan lain sebagainya.
Bahasa dan Aksara Suku Cirebon
Bahasa masyarakat Suku Cirebon dahulunya juga dipengaruhi oleh budaya Sunda karena wilayah Cirebon sendiri dekat dengan Sunda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk bahasa kuno bahasa Jawa.
Masyarakat Cirebon berkomunikasi sehari-hari menggunakan berbagai aksara, ada 3 aksara Cirebon, diantaranya:
1. Aksara Rikasara Cirebon
Menurut para ahli, aksara Rikasara Cirebon ini memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa, dan juga memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya penulisan, yaitu:
- Sasandisara atau dalam bahasa latinnya yaitu cara menulis rahasia. Tujuan dari penulisan ini yaitu agar penulisannya tidak diketahui oleh kalangan luas.
- Angarasara atau juga dapat disebut dengan cara menulis umum. Tujuan dari penulisan jenis ini yaiut agar bisa dibaca oleh siapa saja.
- Layus dan Halif Bandasara atau cara menulis rahasia namun membalutnya dengan doa. Tujuan dari penulisan jenis ini yaitu untuk hal hal yang bersifat rahasia, hanya saja dibalut dengan doa jadi pembawanya tidak sadar kalau ia sedang membawa surat penting.
2. Cacarakan Cirebon
Cacarakan Cirebon ini berasal dari Palawa yang kemudian menyebar ke nusantara. Para aristokrat menggunakan Palawa sebagai aksara dan mengembangkan pola aksara di wilayah yang diperintahnya.
Cacarakan Cirebon ini oleh TD Sudjana dikiaskan sebagai suatu hal yang memiliki makna budi luhur untuk kepribadian bangsanya.
Kebudayaan dan Kesenian Suku Cirebon
Masyarakat Cirebon memiliki mata pencaharian yang bermacam-macam, misalnya ada yang memiliki usaha rosok, penambang, nelayan, usaha konfeksi dan lainnya.
Rata-rata masyarakat Suku Cirebon memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Sedangkan jenis kesenian suku Cirebon, diantaranya:
Sintren merupakan jenis tari asli Cirebon dan tari ini memiliki unsur magis.
Pada awalnya sang penari akan diikat mulai dari leher hingga ujung kakinya, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kurungan yang ditutup menggunakan kain. Dan setelah itu ternyata sang penari dapat membebaskan dirinya.
- Kesenian Gembyung
Kesenian ini merupakan salah satu dari peninggalan para wali yang digunakan untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Cirebon.
Kesenian ini sering ditampilkan pada acara keagamaan seperti maulid, syuro dan juga rajaban.
- Genjring Rudat
Genjring Rujat ini merupakan kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Cirebon. Kesenian ini berkembang di lingkungan pesantren.
Dalam pementasannya menggunakan alat musik seperti, genjring, bedug dan juga terbang yang juga diiringi dengan pujian-pujian kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Angklung Buko
Angklung Buko ini seringkali dipentaskan dalam acara adat seperti, nyadran ngunjung buyut dan lainnya.