Suku Tidung: Sejarah – Ciri Khas dan Kebudayaannya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia. Selain memiliki wilayah yang luas, Indonesia juga memiliki keberagaman. Mulai dari adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan juga suku.

Di Indonesia sendiri memiliki ratusan suku yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Salah satu sukunya yang akan kita bahas pada materi kali ini yaitu suku yang mendiami bagian Utara Kalimantan. Suku ini disebut sebagai suku Tidung.

Makna Suku Tidung

suku tidung

Suku Tidung merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau Kalimantan bagian utara yaitu Kalimantan Utara. Suku ini tidak hanya mendiami Kalimantan Utara saja melainkan ada sebagian yang mendiami Malaysia tepatnya di Sabah.

Suku Tidung sendiri merupakan salah satu subsuku dari suku Dayak Murut. Nama Tidung berasal dari akta tiding atau tideng yang memiliki arti yaitu gunung atau bukit.

Sejarah Perkembangan Suku Tidung

Sebagian besar masyarakat suku Tidung bertempat tinggal di wilayah pesisir. Masyarakat suku Tidung memiliki hidup yang tidak tetap atau disebut sebagai dinamis. Mereka selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Suku Tidung berpindah tempat melalui Sungai Sesayap ke daerah hilir, lalu mendiami pesisir dan pulau-pulau kecil di Kalimantan. Hal ini dilakukan sudah sejak lama sekali, yaitu hampir 100 tahun mereka berpindah-pindah tempat tinggal.

Karena kebiasaan masyarakat suku Tidung yang sering berpindah tempat tinggal, maka suku Tidung tidak mengenal mitos atau legenda asal-usul nenek moyang. Suku Tidung masih merupakan saudara dari suku Dayak.

Hal tersebut terbukti dengan adanya sisa tradisi diantara masyarakat Tidung. Sebagian dari mereka masih melakukan beberapa ritual yang berkaitan dengan nenek moyang dan juga tempat keramat.

Ciri Khas Suku Tidung

Yang menjadi ciri khas dari masyarakat suku Tidung yaitu ritual unik yang tidak boleh dilewatkan pada saat prosesi pernikahan. Pengantin pria tidak diperkenankan melihat wajah dari pengantin wanita sampai ia (pengantin pria) menyanyikan beberapa lagu cinta.

Sebelumnya mereka dihalangi oleh tirai, kemudian tirai tersebut akan dibuka dan keduanya dapat saling melihat satu sama lain. Bagi penganti wanita juga tidak boleh meninggalkan rumah selama periode pertunangan.

Yang lebih unik lagi, setelah menikah pasangan pengantin ini tidak diperbolehkan buang air besar selama 3 hari 3 malam. Hal ini dipercayai oleh masyarakat Tidung dan mereka menganggap ini sebagai hal biasa atau normal.

Masyarakat Tidung mempercayai jika mereka tidak menjalankan larangan ini, maka nasib buruk akan menimpa pasangan pengantin. Pernikahan mereka akan rusak, akan ada kasus perselingkuhan atau juga ada banyak anak akan mati ketika akan dilahirkan.

Pakaian Adat Suku Tidung

pakaian adat suku tidung

Pakaian adat dari suku Tidung ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:

  • Tolimbangan dan Kurung Bantut (pakaian sehari-hari).
  • Selampoy (pakaian adat).
  • Talulandom (pakaian resmi).
  • Sina Beranti (pakaian pengantin).

Hanya pada saat sekarang ini hanya tersisa satu pakaian saja yang sering digunakan, tiga lainnya sudah jarang sekali dijumpai. Pada pesta pernikahan pun juga ada perubahan, dahulu pesta dilakukan selama tujuh hari. Namun saat ini hanya berlangsung tiga hari bahkan ada yang hanya sehari saja.

Masyarakat suku Tidung menyebut baju adat mereka yaitu baju Selampoy yang memiliki arti disampirkan di bahu.

Selain itu, ada juga baju yang digunakan untuk sehari-hari. Untuk kaum perempuan busananya yaitu Kurung Bantut, sedangkan untuk kaum pria disebut Tolimbangan.

Berbeda untuk pakaian resmi masyarakat suku Tidung, untuk kaum pria disebut kustom seperti jas angkatan laut. Namun untuk menggunakannya tidak dikancing. Untuk kaum perempuan menggunakan kebaya tetapi pada lengannya lebar.

Agama yang dianut Suku Tidung

Mayoritas masyarakat suku Tidung memeluk agama Islam. Islam hadir pada saat Kesulatanan Bulungan yang menguasai Tidung. Ditandai dengan datangnya ulama yang berasal dari Arab.

Masyarakat suku Tidung dikenal memang lebih mudah menerima budaya luar karena mereka bertempat tinggal di daerah pesisir yang digunakan sebagai jalur perdagangan.

Namun, masih ada diantara masyarakat suku Tidung yang masih melakukan ritual yang berkaitan dengan nenek moyang. Walaupun sudah beragam islam, kepercayaan pada roh leluhur merupakan salah satu konsep megalitik yang dikenal masyarakat suku Tidung hingga saat ini.

Rumah Adat Suku Tidung

rumah adat suku tidung

Rumah adat masyarakat suku Tidung biasa disebut Rumah Baloy. Rumah adat ini berbahan dasar kayu ulin. Rumah Baloy dibangun menghadap ke arah utara. Memiliki struktur bangunan yang tinggi dan tidak berpijak pada tanah.

Di dalam rumah adat Baloy terdapat empat ruangan utama yang dikenal dengan sebutan Ambir. Di setiap ruangan memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Ruang ambir kiri atau biasa disebut alad kaid merupakan tempat untuk menerima masyarakat yang mengadukan masalah atau perkara.
Ruang ambir tengah atau biasa disebut lamin bantong yang merupakan tempat bersidang untuk pemutusan suatu perkara.

Ruang ambir kanan atau biasa disebut ulad kemagot yang merupakan tempat beristirakah seusai penyelenggaraan perkara adat.
Lamin dalom merupakan tempat singgasana dari kepala adat.

Pada bagian belakang rumah adat Baloy terdapat sebuah bangunan yang berdiri diatas kolam yang digunakan untuk penampilan kesenian suku Tidung. Bangunan itu disebut lubung kilong.

Di bagian paling belakang terdapat sebuah bangunan yang digunakan untuk ruang pertemuan terbuka dan dikenal sebagai lubung intamu atau tempat yang digunakan untuk pertemuan masyarakat adat.

Bahasa yang digunakan Suku Tidung

Beberapa kata dari bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Bahasa dari masyarakat suku Tidung yaitu bahasa Tidung.

Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung pertengahan karena dipahami semua masyarakat suku Tidung.

Kelompok bahasa Tidung terdiri dari:

  • Bahasa Tidung
  • Bahasa Bulungan
  • Bahasa Kalabakan
  • Bahasa Murut Sembakung
  • Bahasa Murut Serudung

Kebudayaan Suku Tidung

Sistem Kekerabatan

Masyarakat suku Tidung masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Suku Dayak. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya tradisi yang tersisa pada masyarakat suku Tidung.

Masyarakat suku Tidung masih menjaga keseimbangan dengan alam dan masih terjaga hingga saat ini. Hal ini pula yang mencerminkan spiritual suku Dayak.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian dari masyarakat suku Tidung yaitu sebagai nelayan. Disamping sebagai nelayan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai petani dan juga memanfaatkan hasil hutan.

Kesenian Suju Tidung

Tari Jepin

tari jepin

Tari Jepen merupakan tarian khas dari masyarakat suku Tidung. Tarian Tidung menggambarkan kegembiraan dan juga keceriaan. Tari Jepen ini memadukan gerak kaki dan mengikuti irama.

Tari Jepen sudah diwariskan sejak puluhan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih terjaga kelestariannya. Pada awal pembukaan tari Jepin, kita menghentakkan kaki lalu sambil mengayunkan tangan dengan lembut. Tarian ini terlihat mudah, namun sulit jika dilakukan.

Tarian ini bisa ditarikan oleh siapa saja dan usia berapa saja. Bisa dilakukan oleh anak-anak sampai dengan usia senja. Penari sebelum melakukan pementasan atau pertunjukkan wajib berlatih 1-2 dalam seminggu. Hal tersebut bertujuan agar gerakan para penari tidak kaku.

fbWhatsappTwitterLinkedIn