9 Sumber Hukum Perdata di Indonesia

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Hukum perdata adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antarindividu atau pihak swasta dalam masyarakat serta termasuk peraturan tentang perjanjian, hak milik, tanggung jawab, warisan, dan hal-hal sejenis yang berkaitan dengan hubungan pribadi dan kepentingan individu.

Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, hukum perdata adalah cabang hukum yang mengatur hubungan antara individu atau badan hukum dalam kehidupan sehari-hari, termasuk perjanjian, hak kepemilikan, tanggung jawab, serta segala perbuatan yang melibatkan orang perorangan.

Hukum perdata di Indonesia

Di Indonesia, hukum perdata mengacu pada peraturan hukum yang berlaku dalam sistem hukum sipil. Hukum Perdata di Indonesia didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berlaku sejak masa penjajahan Belanda dan kemudian mengalami beberapa perubahan dan revisi.

Hukum Perdata Indonesia mengatur perjanjian, hak kepemilikan, tanggung jawab, warisan, dan berbagai aspek hukum lain yang berkaitan dengan individu dan hubungan mereka dalam masyarakat. Sumber hukum perdata tidak hanya satu, melainkan berasal dari beberapa sumber yang dapat dibedakan menjadi tertulis dan tidak tertulis (biasa disebut hukum kebiasaan).

Sumber hukum perdata tertulis adalah hukum yang diatur dalam peraturan-peraturan tertulis, sedangkan sumber hukum perdata tidak tertulis berkaitan dengan praktik dan kebiasaan yang diterima dalam masyarakat.

9 Sumber hukum perdata tertulis di Indonesia mencakup berbagai peraturan hukum, antara lain sebagai berikut.

1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)

Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) adalah serangkaian ketentuan umum dalam hukum perdata yang berasal dari masa kolonial Belanda yang menjadi bagian dari hukum perdata di Indonesia. AB pertama kali diperkenalkan pada tahun 1838 dan kemudian mengalami beberapa revisi serta merupakan bagian dari sistem hukum kolonial Belanda yang kemudian diwariskan ke Indonesia.

Prinsip asas concordantie digunakan untuk mengintegrasikan ketentuan-ketentuan AB ke dalam sistem hukum Indonesia. Hal itu mengharuskan keselarasan antara hukum yang diberlakukan di Indonesia dengan ketentuan dalam AB.

Meskipun AB memiliki pengaruh bersejarah dalam pembentukan hukum perdata di Indonesia, sebagian besar ketentuan AB kini telah digantikan oleh peraturan-peraturan hukum yang lebih modern. Namun, prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam AB masih memberikan kerangka kerja untuk pemahaman dasar hukum perdata di Indonesia.

2. Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Burgelik Wetboek (BW), atau yang sering disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebuah kode hukum yang mengatur berbagai aspek hukum perdata di Indonesia. BW awalnya merupakan produk hukum dari masa penjajahan Belanda yang diberlakukan di Hindia Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia, sebagian besar ketentuan dalam BW tetap berlaku sebagai hukum perdata nasional. BW mengatur berbagai hal terkait dengan hukum perdata, termasuk perjanjian, hak kepemilikan, kewarisan, tanggung jawab, dan berbagai aspek hukum perdata lainnya.

Kitab itu merupakan sumber utama dalam memahami hukum perdata di Indonesia. Meskipun BW telah mengalami beberapa revisi dan perubahan sejak kemerdekaan Indonesia, banyak prinsip dan ketentuan dasar masih tetap berlaku dalam hukum perdata di Indonesia, selain itu juga memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan sistem hukum perdata di negara ini.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel (WvK)

WvK juga berasal dari masa penjajahan Belanda dan merupakan produk hukum yang berlaku di Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia, sejumlah ketentuan WvK masih berlaku dan mengatur bidang hukum dagang.

WvK mengatur berbagai aspek hukum yang terkait dengan kegiatan dagang, termasuk perjanjian dagang, perusahaan dagang, surat-surat berharga, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Tujuan utama dari WvK adalah memberikan kerangka hukum yang jelas dan konsisten untuk mengatur kegiatan bisnis dan perdagangan di Indonesia.

Serta melindungi hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis. WvK juga terdiri dari beberapa buku yang mengatur aspek-aspek tertentu dari hukum dagang. Buku tersebut dibagi menjadi pasal-pasal yang menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan kata lain, WvK adalah dokumen hukum yang memainkan peran penting dalam mengatur aktivitas perdagangan di Indonesia dan memberikan dasar hukum yang diperlukan bagi pelaku bisnis dan pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan yang terkait dengan perdagangan dan bisnis.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria

Undang-Undang Pokok Agraria diberlakukan pada tahun 1960 dan menggantikan Buku II KUHP yang sebelumnya mengatur masalah hak atas tanah. UU ini bertujuan untuk mengatur hak-hak dan kewajiban yang berkaitan dengan tanah, serta untuk memperjelas kepemilikan, penggunaan, dan peralihan hak atas tanah.

UU Pokok Agraria mengatur berbagai aspek hukum pertanahan, termasuk pendaftaran tanah, pemilikan tanah, hak-hak atas tanah, hak guna usaha, dan hak sewa, serta masalah-masalah agraria lainnya. Seiring berjalannya waktu, UU Pokok Agraria telah mengalami beberapa perubahan.

Dan juga pembaharuan untuk mengakomodasi perkembangan dalam hukum pertanahan dan kebutuhan masyarakat. Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) memiliki peran kunci dalam mengatur masalah pertanahan dan agraria di Indonesia.

5. UU Nomor 16 Tahun 2019 jo No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang bersambung dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur semua aspek perkawinan di Indonesia, termasuk persyaratan, prosedur, hak, kewajiban, pembatalan, dan perceraian perkawinan.

UU ini bertujuan untuk mengatur perkawinan dalam kerangka hukum yang jelas dan merinci segala aspek yang terkait, termasuk persyaratan, prosedur, hak, kewajiban, pembatalan, dan perceraian perkawinan. Dalam perkawinan, terdapat pihak suami, istri, dan otoritas yang mengawasi perkawinan, seperti Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil.

UU tersebut juga merinci hak dan kewajiban suami dan istri dalam perkawinan, serta mengatur masalah seperti harta bersama, nafkah, dan kewajiban terhadap anak. Undang-Undang Perkawinan memiliki peran penting dalam mengatur dan melindungi hak dan kewajiban suami dan istri.

Serta menetapkan prosedur perkawinan dan perceraian di Indonesia. Ini juga mengikuti prinsip-prinsip hukum Islam yang mengatur perkawinan dalam masyarakat Muslim di Indonesia.

6. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda berhubungan dengan tanah

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan terhadap Tanah dan Benda yang Berkaitan dengan Tanah mengatur tentang hak tanggungan yang terkait dengan properti tanah dan benda yang terhubung dengan tanah.

Hal tersebut memungkinkan seseorang untuk memberikan hak tanggungan atas tanah sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban tertentu, seperti pinjaman. Jika pihak yang memberikan hak tanggungan gagal memenuhi kewajibannya, pihak yang berhak atas hak tanggungan dapat menjual tanah tersebut untuk memenuhi kewajiban yang belum dipenuhi.

UU tersebut mengatur persyaratan, pencatatan, pelaksanaan, dan pengaturan penggunaan hak tanggungan dalam konteks properti tanah di Indonesia.

7. UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

UU jaminan fidusia bertujuan untuk memberikan landasan hukum bagi praktik jaminan fidusia, sehingga kreditur dapat mengamankan hak mereka terhadap benda bergerak yang dijaminkan oleh peminjam. Dalam jaminan fidusia, terdapat pihak kreditur (pihak yang memberikan pinjaman) dan pihak debitur (peminjam).

Selain itu, terdapat pihak penerima fidusia yang bertugas menyelenggarakan jaminan fidusia dan mengatur proses penjualan benda jaminaan jika debitur gagal memenuhi kewajiban. Jaminan fidusia dapat diberikan atas benda bergerak yang dapat diidentifikasi secara khusus, seperti kendaraan bermotor, peralatan industri, atau inventaris bisnis.

Undang-Undang jaminan fidusia memiliki peran penting dalam memfasilitasi transaksi keuangan dan bisnis di Indonesia dengan memberikan kerangka hukum yang jelas untuk jaminan fidusia. Ini membantu melindungi hak kreditur dan memungkinkan peminjam untuk mendapatkan akses lebih baik ke sumber pembiayaan.

8. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan

Undang-Undang LPS adalah instrumen penting dalam menjaga stabilitas sektor perbankan di Indonesia dan memberikan perlindungan kepada nasabah perbankan dalam situasi krisis. Ini memastikan bahwa sistem perbankan tetap berfungsi dengan baik dan dipercayai oleh masyarakat.

UU LPS bertujuan untuk melindungi dan menjamin simpanan nasabah perbankan, sehingga menciptakan stabilitas dan kepercayaan dalam sistem perbankan Indonesia. LPS berperan dalam penanganan krisis perbankan dengan memberikan jaminan terhadap simpanan nasabah jika bank mengalami kesulitan keuangan atau kolaps.

LPS memperoleh dana dari iuran yang dibayarkan oleh bank-bank yang menjadi pesertanya. Dana tersebut digunakan untuk membayar klaim jaminan simpanan nasabah dalam situasi krisis. Apabila bank mengalami kegagalan, LPS akan ikut serta dalam proses penanganan bank gagal, termasuk dalam pemilihan pemegang saham baru atau penjualan aset bank yang mengalami masalah.

9. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi hukum islam adalah peraturan yang memberikan dasar untuk mengkodifikasi hukum Islam dalam bentuk yang komprehensif. Inpres ini bertujuan untuk menyusun dan merinci hukum-hukum Islam yang berlaku di Indonesia dalam satu kompilasi hukum yang dapat diakses oleh masyarakat.

Kompilasi hukum islam tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan Islam, termasuk pernikahan, warisan, dan masalah hukum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman yang jelas dan konsisten dalam menerapkan hukum Islam di Indonesia serta memfasilitasi penggunaan hukum Islam dalam konteks hukum nasional.

Sumber-sumber hukum tertulis tersebut membentuk dasar hukum perdata di Indonesia. Namun, perlu pahami bahwa hukum perdata tidak hanya berdasarkan peraturan tertulis, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh hukum adat dan praktik yang berlaku dalam masyarakat, yang merupakan sumber hukum tidak tertulis.

fbWhatsappTwitterLinkedIn