Daftar isi
Taman Nasional Kutai atau biasa disingkat TNK adalah sebuah taman nasional yang terletak di Kabupaten Kutai Timur dan sebagian kecil dari wilayah kota Bontang dengan luas total 198.629 hektar. Kantor atau pusat pengelolaan TNK terletak di kota Bontang.
Namun, saat memasuki tahun 2000-an, kawasan TNK ini mulai dikuasai penduduk untuk dijadikan lahan pemukiman dan penghijauan, sehingga kawasan TNK yang sebenarnya masih asli bisa jauh lebih rendah dari luasnya 198 629 hektar pada akhir 1990-an.
Sejarah Taman Nasional Kutai dimulai dari seorang ahli pertambangan Belanda yang pada saat itu bekerja untuk BPM atau Royal Petroleum Company Batavia. Saat itu, tepatnya tahun 1932, Ir. H Witcamp mengusulkan untuk membangun kawasan Wildreservate Kutai Timur dengan luas sekitar 2 juta hektar.
Peraturan TNK yang dahulu dikenal dengan Hutan Persediaan, menjadi resmi dengan diterbitkannya Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No: 3843 / AZ / 1934. Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Mahakam.
Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar sampai Sangkulirang, di sebelah barat berbatasan dengan sungai Wahau, Telen dan Kedang, dan di sebelah utara berbatasan dengan sungai Karangan dan Miau.
Sebagaimana disebutkan, setelah ditetapkan sebagai hutan lindun atau hutan persediaan, kemudian pada tahun 1936, Sultan Kutai mengeluarkan SK Zelfbestuurs Besluit yang juga disetujui oleh penduduk Banjarmasin tentang batas-batas kawasan konservasi. Status hutan inventarisasi juga berubah menjadi suaka margasatwa dengan luas 306.000 hektar.
Pada tahun 1957, status cagar berubah menjadi Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 hektar. Peraturan ini diundang-undangkan oleh Menteri Pertanian bersamaan dengan Keputusan No. 11 / UN / 1957 pada tanggal 14 Juni 1957.
Tahun ini, Menteri Pertanian telah melakukan upaya besar untuk memulihkan dan merenovasi Suaka Margasatwa Kutai. Selain itu, menurut SK No. 30/Kpts/Um/6/1971 tanggal 23 Juli 1971, luas Suaka Margasatwa Kutai adalah 200.000 hektar karena 106.000 hektar lahan telah dibuka.
Berdasarkan SK No. 736/Mentan/X/1982 yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian, status Suaka Margasatwa Kutai diubah menjadi calon taman nasional dengan luas area 200.000 ha. Keputusan ini diumumkan saat Kongres Kedua Taman Nasional di Bali.
Status kawasan taman nasional tahun ini masih satu calon. Saat itu, Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan No. 435/Kpts/XX/1991 tentang Pengurangan Area 1.371 Ha untuk Perluasan PT Pupuk Kaltim dan Perluasan Bontang. Dengan demikian, luas yang tersisa adalah 198.629 hektar.
Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 325/KptsII/1995 tentang Perubahan Fungsi dan Status Kawasan Menjadi Taman Nasional Kutai. Luas lahan saat itu adalah 198.629 hektar.
Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Resmi No. 997/MenhutVII/1997 tentang Pelepasan Taman Nasional Kutai seluas 25 hektar untuk memenuhi kebutuhan pengembangan fasilitas bagi pemerintah daerah Bontang .
Terjadi perubahan pada tahun 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 79/KptsII/2013 tanggal 15 Maret 2013 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Kalimantan Timur dengan Luas 14.651.553 Ha.
Akhirnya, pada tahun 2014, Menteri Kehutanan menyatakan bahwa luas kawasan ini ditetapkan 192.709,55 ha dan dikelola oleh Badan Pengelola Taman Nasional Kutai.
Taman Nasional Kutai memiliki bentang alam, kondisi hutan, iklim dan kondisi lingkungan sebagai berikut:
secara administratif berada di tiga wilayah, yaitu Kawasan Kutai Timur, Kawasan Kartanegara, dan Kota Bontang. Letak geografis 0°7’54’’ – 0°33’53’’ LU dan 116°58’48’’ – 117°35’29’’ BT.
Menurut hasil pengolahan citra radar pada tahun 2005, Taman Nasional Kutai memiliki medan datar yang mencakup 92% dari seluruh wilayah, sedangkan medan berbukit dengan 8 bukit.
Kondisi geologi kawasan Taman Nasional ini terbagi menjadi 3 wilayah, yaitu zona pesisir terumbu karang dan batuan induk aluvial, dan zona tengah batuan berumur Miosen Atas, dan bagian barat merupakan batuan sedimen bawah.
Sedangkan tanah yang terdapat di daerah ini adalah tanah alluvial dan gleihumus organosol. Di daerah perbukitan dengan lipatan dan tanah berbukit terdapat tanah Podsolik merah dan kuning. Sedangkan pada pegunungan sesar jenis tanahnya adalah Podsolik, Litosol dan Latasol.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim TNK adalah kelas B dengan nilai Q dari 14,3% hingga 33,3%. Curah hujan tahunan rata-rata adalah 1543,6 mm. Suhu rata-rata adalah 26 derajat Celcius dengan kelembaban berkisar antara 67% hingga 9% dan kecepatan angin normal rata-rata adalah 2 hingga 4 knot.
Beberapa sungai yang mengalir di daerah ini adalah Sungai Palakan, Sungai Banu Muda, Sungai Teluk Pandan, Sungai Melawan dan masih banyak lagi.
Ada beberapa jenis ekosistem yang dapat ditemukan di kawasan taman nasional ini. Yang pertama adalah hutan dipterokarpa campuran di timur. Selain itu, ada hutan Ulin Meranti Kapur di sebelah barat.
Di sepanjang pantai Selat Makassar terdapat vegetasi mangrove dan vegetasi pantai. Selain itu, terdapat vegetasi hutan rawa air tawar, vegetasi hutan heather, vegetasi hutan lahan basah.
Sebagai kawasan taman nasional yang kaya dan beragam alamnya, kawasan taman nasional Kutai memiliki berbagai jenis flora dan fauna. Berikut adalah beberapa flora dan fauna yang dapat ditemukan di daerah tersebut.
Selain sebagai hutan kayu ulin terbesar di Indonesia, kawasan Taman Nasional Kutai juga memiliki berbagai macam tumbuhan. Contohnya antara lain mangrove, cemara laut, tancang, simpur, kontinental, meranti, kapur, anggrek, kapur, kayu ulin, dan tiga jenis Raflesia.
Kayu ulin menarik karena merupakan pohon khas Kalimantan dan termasuk dalam suku Lauraceae. Ketinggian pohon ulin bisa mencapai 30 hingga 35 meter. Pohon yang juga berumur panjang sering digunakan untuk membangun struktur bangunan.
Taman Nasional Kutai juga memiliki fauna yang kaya. Salah satunya terdiri dari primata seperti orangutan, bekantan, owa kalimantan, kera, kera dan kukang.
Ada juga hewan berkuku seperti kijang sambar, kijang, moose dan banteng. Selain itu, beberapa jenis karnivora seperti elang laut perut putih, beruang madu, kaisar dan burung biru, bangau, burung beo kuning, burung pipit, dan ular derik Asia hidup di hutan ini.
Sebagai kawasan lindung, Taman Nasional Kutai juga memiliki daya tarik sebagai objek wisata. Ada beberapa tempat yang bisa dijadikan obyek wisata, antara lain:
Selain mengikuti kegiatan saat berwisata, pengunjung juga dapat menikmati atraksi budaya yang berada di luar kawasan taman nasional ini. Atraksi ini bernama Festival Erau yang berlangsung setiap bulan September di Tenggarong.
Selain itu, wisatawan juga dapat mengamati berbagai koleksi kayu ulin di hutan rimba Kalimantan. Kayu ulin atau ironwood yang bisa dijumpai adalah jenis Eusideroxylon zwageri yang diameternya bisa mencapai 2,47 meter. Pohon ulin ini juga digunakan sebagai jembatan gantung di kawasan taman nasional.
Beberapa ancaman yang dihadapi antara lain:
Kebakaran lahan biasanya disebabkan oleh dua faktor utama: kesengajaan dan ketidaksengajaan. Jika penyebabnya tidak disengaja, sudah pasti biasanya terjadi karena musim kemarau yang panjang. Sedangkan jika ada niat maka tentu saja itu adalah hasil ulah manusia.
Seringkali, lahan hutan sengaja dibakar untuk keuntungan pribadi seperti membangun pemukiman dan membuka perkebunan kelapa sawit. Padahal kegiatan ini sangat mengancam kelangsungan hidup spesies satwa liar.
Sebagai tempat berkembang biak bagi tumbuhan dan hewan, TNK secara alami memiliki banyak pohon berkualitas baik. Itu sebabnya di antara ancaman yang dihadapi kawasan ini, yang paling umum adalah penebangan pohon. Jenis pohon yang paling banyak ditebang adalah kayu ulin.
Diketahui bahwa pohon ulin memiliki daya dukung dan daya tahan yang sangat baik untuk pekerjaan konstruksi. Selain itu, harga kayu ulin di pasaran juga sangat tinggi, sehingga pohon ini sangat diincar oleh para pembalak liar.
Sampai saat ini, perburuan liar terhadap satwa liar telah menjadi hal biasa di Taman Nasional Kutai. Beberapa dari mereka menangkap burung dari taman hanya untuk menambah koleksi pribadi mereka dan menangkap orang utan untuk dijual.
Bahkan, di kawasan Taman Nasional Kutai, perencanaan sudah dilakukan. Misalnya, suatu kawasan khusus dapat digunakan oleh masyarakat sekitar untuk bertempat tinggal asalkan mengikuti aturan yang berlaku. Sayangnya, kasus jual beli tanah masih sering terjadi.