4 Tokoh Feminisme Islam

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Feminisme, biasa diartikan dengan perempuan atau menunjukkan sifat dari seorang perempuan. Feminisme adalah sebuah pergerakan atau upaya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan secara adil.

Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang sama dan setara dengan laki-laki, dan mengikis sejarah kegelapan perempuan pada sepanjang sejarah yang kelam tersebut. Dasar hukum yang sudah ada dan berpegang pada al-quran serta hadis yang diperoleh dari prinsip-prinsip yang pasti pada kedudukan perempuan.

Berikut Tokoh-tokoh feminisme islam :

1. Qasim Amin

Qasim Amin merupakan tokoh feminisme pertama yang lahir di Tarah, Mesir pada tahun 1865. Karya-karya yang dimiliki Qasim Amin dan menggugah semangat perempuan untuk bangkit, yaitu : Tahrir al-Mar’ah dan al-Mar’ah al-Jadidah, karya inilah yang menginspirasi untuk membangkitkan semangat perempuan dalam memperjuangkan sebuah kebebasan hingga sampai saat ini.

Qasim Amin merupakan pelopor pertama yang memunculkan gagasan tentang emansipasi wanita melalui karya-karya yang dimilikinya. Karya-karya yang ditulis berdasarkan gagasan yang dilatarbelakangi oleh persepsi dan pemahaman yang keliru mengenai perempuan.

Gagasan yang diungkapkan Qasim Amin mengenai emansipasi memiliki tujuan untuk memberikan kebebasan kepada perempuan sehingga mereka memiliki keleluasaan dalam berpikir, berkehendak, dan beraktivitas sesuai dengan yang ditetapkan dan diajarkan dalam agama islam dan memiliki moral yang sesuai standart masyarakat.

Karena tidak ada seorangpun yang dapat menyerahkan kehendaknya kepada orang lain. Maka dari itu, perubahan merupakan saran yang tepat maenurut Qasim Amin karena dapat mencapai sebuah kemajuan. Selain kebebasan, Qasim Amin juga menegaskan dan mengecam pemingitan terhadap perempuan.

Perempuan tidak mengalami pemingitan, maka hal yang harus dilakukan ialah mendapatkan pendidikan layaknya seorang laki-laki tanpa membedakan satu sama lainnya. Karena separuh dari penduduk bumi merupakan perempuan, jika dibiarkan mereka sama saja membiarkan separuh penduduk bumi tidak bermanfaat dan menderita sebuah kebodohan.

Qasim Amin terpesona dengan penduduk barat yang pada saat itu sudah tidak membedakan pendidikan untuk laki-laki dan perempuan. Itulah gagasan Qasim Amin mengenai kebebasan perempuan yang kontroversial bagi kalangan ulama Al-Azhar (Mesir).

2. Amina Wadud Muhsin

Amina Wadud Muhsin merupakan tokoh feminisme yang lahir di Malaysia dan menamatkan sekolah sampai jenjang sarjana perguruan tinggi di Malaysia. Namun, untuk mendapatkan gelar Master, Amina menuju ke Amerika Serikat, dan untuk gelar doktornya di Harvad University.

Salah satu karya Amina Wadud mengenai feminisme yaitu Quran and woman‘. Dalam karyanya tersebut Amina mengawali pembahasannya dengan mengkritik pembahasan-pembahasan mengenai penafsiran tentang perempuan dalam islam. Amina Wadud membagi penafsiran itu menjadi tiga kategori yaitu tradisional, reaktif, dan juga holistik.

Amina berpendapat bahwa tafsir tradisional memberikan interpretasi-interpretasi yang sesuai dengan minat mufassirnya yang dapat bersifat secara hukum, tasauf, gramatik, retorika, dan juga historik. Selanjutnya, tafsir reaktif mengenai reaksi para pemikir modern terhadap hambatan yang dilalui perempuan dengan jumlah yang sangat besar yang dianggap dar Al-Quran.

Tafsir yang ketiga yaitu mencangkup tafsir yang menggunakan metode penafsiran yang memiliki kaitan dengan persoalan sosial, ekonomi, moral, politik, juga persoalan tentang isu-isu perempuan.

3. Fatima Mernissi

Fatima Mernissi merupakan seorang muslimah yang berasal dari Maroko. Beliau sekarang menjabat sebagai guru besar di lembaga universiter Maroko. Beliau memiliki banyak karya baik berbentuk buku ataupun artikel.

Salah satu bukunya yaitu The Veil and the Male Elite : A Feminist Interpretation of Women’s Right in Islam. Pada buku ini dijelaskan bahwa tersudutnya perempuan yang disebabkan oleh banyaknya hadits palsu yang bertentangan dengan semangat yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Mernissi mengajak pembacanya untuk melihat kembali masalah-masalah yang berhubungan dengan perempuan yang selama ini sudah dianggap selesai, apalagi masalah tentang hijab. Lalu, Mernissi dalam bukunya juga mengkaji tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw dengan istrinya juga perempuan yang lain. Melalui karyanya ini, Mernissi menekankan mengenai citra perempuan yang sangat tinggi dalam hadis Nabi Muhammad Saw.

4. Asghar Ali Engineer

Ashgar Ali Engineer, lahir di Rajasthan India pada tahun 1939. Beliau adalah seorang aktivis dari lembaga swadaya masyarakat yang memiliki perhatian besar terharap pembebasan yang berada dalam Al-Quran. Beliau mendapatkan pengetahuan tentang agama dari Payahnya yang Syi’ah.

Karyanya yang membahasa tentang feminisme yaitu The Right of Women in Islam, jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia memiliki arti Hak-Hak perempuan dalam Islam. Pada awal tulisannya, Asghar menuliskan seperti ini Demi mengenalkan kekuasaan atas perempuan, masyarakat lebih banyak mengekang norma-norma adil yang berada dalam Al-Quran.

Dalam bukunya, Asghar juga mengatakan bahwa Al-Quran merupakan kitab suci pertama yang memberikan keadilan kepada kaum perempuan yang dilecehkan oleh peradaban besar pada saat itu. Menurut Asghar, Kitab suci ini memberikan hak kepada kaum perempuan seperti halnya warisan, perihal perceraian, pernikahan, juga kekayaan.

Sehubungan dengan perempuan, Asghar memberikan pendapatnya yang menganggap bahwa perempuan dimuliakan oleh Al-Quran setara dengan laki-laki, namun hal itu ditundukkan dengan semangat patriarkisme yang ada di masyarakat, termasuk kaum muslim sendiri yang berada didalamnya.

Dalam proses pembentukan syariah, ayat-ayat Al-Quran yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan pada perempuan sering ditafsirkan sesuai dengan keadaan juga sudut pandang yang berada dalam bangsa Arab ataupun Non Arab sebelum adanya Islam. Berdasarkan hal tersebut, interpretasi yang diambil tergantung dengan sudut pandang yang diambil oleh penafsir.

Mengenai Ayat Al-Quran Surat An-Nisa (4:(34)) Asghar menguatkannya dengan mengutip dsri pendapat tokoh-tokoh seperti Parvez sebagai seorang penafsir Al-Quran terkemuka dari Pakistan, Maulana Azad sebagai pelopor hak perempuan, juga Maulana Umar Ahmad Usmani yang pada prinsipnya bahwa Allah tidak melebihkan antara laki-laki diatas perempuan.

Asghar ingin mengatakan dari penjelasan yang sudah dipaparkan diatas mengenai perempuan yaitu bahwa dalam Khazanah tafsir, yang berikatan dengan permasalahan tentang perempuan, sebetulnya terdapat pendapat yang empati dan juga pro terhadap perempuan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn