Sejarah

5 Tokoh G30S PKI

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Gerakan 30 September atau G30S merupakan peristiwa dengan latar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam yakni pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober. Peristiwa ini mengakibatkan gugurnya enam orang jenderal dan satu orang perwira pertama militer Indonesia.

Kemudian jenazahnya di masukkan ke dalam suatu lubang sumur yang ada di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Terdapat banyak jenis penyebutan terhadap peristiwa satu malam ini. Presiden Soekarno menyebutnya dengan istilah GESTOK atau Gerakan Satu Oktober. Sementara itu, Presiden Soeharto menyebutnya dengan GESTAPU atau Gerakan September Tiga Puluh.

Namun, terlepas dari banyaknya penyebutan, pada masa orde baru, presiden Soeharto mengubah sebutan peristiwa itu dengan nama G30S/PKI atau gerakan 30 September PKI. Sehingga, kita kenal dengan istilah ini.

Terlepas dari banyaknya perdebatan mengenai kejadian ini, terdapat lima pelaku utama yang sudah disepakati sebagai tokoh utama G30S.

Berikut ini tokoh-tokoh yang disebut sebagai pelaku utama G30S PKI.

1. Dipa Nusantara (DN) Aidit

DN Aidit diduga menjadi sosok yang berada di balik peristiwanya G30S PKI. DN Aidit lahir pada tanggal 30 Juli 1923 di Belitung. Ia lahir dengan nama Achmad Aidit dan kerap disapa dengan nama Amat oleh orang-orang terdekatnya.

Pada saat kecil, ia pernah mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya merupakan seseorang yang ikut memimpin gerakan pemuda di Belitung untuk melawan kolonial Belanda dan pernah menjabat sebagai anggota DPRS mewakili rakyat Belitung.

Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya dan ayahnya menyetujuinya. Pada tahun 1940, Aidit mendirikan perpustakaan Antara di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.

Lalu ia masuk ke sekolah dagang (Handelsschool). Ia juga belajar mengenai teori poliitk marxis melalui perhimpunan demoraktik sosial Hindia Belanda atau yang belakang dikenal dengan nama Partai Komunis Indonesia.

Dalam aktivitas politiknya ia berkenalan dengan orang-orang yang kelak mempunyai kedudukan penting seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta. Dari sinilah ia mulai mendapatkan banyak kepercayaan dan menjadi anak didik kesayangan Hatta. Sayangnya, belakangan keduanya memiliki ideologi politik yang berbeda.

Meskipun Aidit seorang marxis dan anggota PKI namun ia menunjukkan dukungan terhadap marhaenisme Soekarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa adanya keinginan untuk merebut kekuasaan.

Sebagai balasan atas dukungannya, DN Aidit berhasil menjadi ketua umum comite central Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagai seorang ketua Comite Central PKI Aidit dianggap sebagai orang nomor satu dan memiliki kuasa. Aidit memiliki jasa besar bagi perkembangan PKI.

Di bawah roda kepemimpinannya, ia mampu membawa PKI menjadi partai ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok. Selain itu, Aidit sukses membawa PKI menempati urutan keempat saat pemilu yang dilakukan pada tahun 1955. Bahkan menjelang tahun 1965, kader serta simpatisan PKI mencapai tiga juta orang.

Pada saat masa pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan bahwa PKI merupakan pelaku pemberontakan peristiwa G30S. Kemudian, Aidit diduga menjadi dalang peristiwa keji itu karena saat itu ia tengah menjabat sebagai ketua PKI.

Pada tanggal 1 Oktober dini hari, keenam jenderal senior serta beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta. Kudeta yang saat itu disalahkan kepada para pengawal istana karena dianggap loyal kepada PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung.

Kemudian, panglima komando strategi angkatan darat yakni Mayjen Soeharto mengadakan sebuah gerakan penumpasan terhadap PKI. Hingga saat ini, gerakan 30 September Pki masih menyimpan banyak teka-teki.

Terlebih siapa yang menjadi dalang di balik tewasnya enam jenderal dan satu perwira pertama dalam TNI Angkatan Darat. Menurut versi orde baru, Pelaku satu-satunya dalam sebuah kudeta yang terjadi pada tanggal 30 September hingga satu Oktober itu adalah PKI. Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa G30S merupakan sebuah rekayasa CIA.

Sementara itu, banyak pihak berpendapat bahwa Soekarno sengaja melakukan peristiwa ini. Di samping itu berkembang asumsi bahwa Soeharto yang menjadi dalang sesungguhnya dalam G30S PKI. Mengetahui bahwa dirinya sedang dicari, Aidit kemudian melarikan diri. Namun, ia berhasil ditangkap di tempat persembunyiannya yakni di rumah Kasih atau Harjomartono yang ada di Solo.

Setelah penangkapan itu, ia dieksekusi oleh beberapa orang militer di sumur tua yang ada di belakang markas TNI Boyolali. Aksi Aidit ini telah menyeret PKI pada lubang kehancuran dan penderitaan. Diduga sekitar satu juta kader serta anggota PKI dihabisi karena dianggap terlibat dalam peristiwa G30S PKI.

2. Sjam Kamaruzzaman

Sjam Kamaruzzaman lahir pada tanggal 30 April 1924. Sjam Kamaruzzaman adalah ketua biro khusus PKI. Ia juga diduga terlibat dalam aksi kudeta dan pembubuhan yang terjadi pada saat peristiwa G30S PKI. Biro khusus yang dipimpinnya merupakan sebuah organisasi rahasia PKI yang bertujuan untuk merancang dan mempersiapkan kudeta. Salah satu strategi yang dilakukan dengan cara menyusup dan mempengaruhi kelompok tentara berhaluan kiri.

Sjam diduga membantu para pemimpin PKI yakni D.N Aidit dan M.H Lukman muncul kembali di pelabuhan Tanjung Priok setelah mereka pura-pura pergi ke pengasingan. Keduanya melakukan rencana tersebut setelah peristiwa Madiun pada tahun 1948 saat ada kudeta dari sayap kiri yang gagal. Sjam membantu keduanya melewati imigrasi.

Aidit banyak melakukan koordinasi dengan Sjam saat mempersiapkan G30S. Sjam juga yang memanas-manasi Aidit untuk cepat bergerak. Ia menjamin seluruh pasukan siap mendukung rencana Aidit. Sjam bertindak seolah memimpin gerakan ini. Para perwira militer seperti Letkol Untung, Brigjen Soepardjo dan Kol Latief berada di bawah komandonya.

Menurut kesaksian Sjam, pada pertengahan tahun 1965, Biro Khusus Pakai di bawah Sjam telah cukup sukses menyusup ke dalam militer dan kontak yang teratur dengan ratusan petugas. Saat itu, situasi di Indonesia sangat tegang dengan inflasi yang merajalela dan rumor daftar kematian yang telah disusun oleh komunis dan non komunis. Akhirnya sejumlah besar pasukan menuju ibu kota mengharapkan kudeta.

Pada malam tanggal 30 September 1965, kelompok yang dinamakan Gerakan 30 September menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat Indonesia. Keesokan paginya, anggota kelompok bersenjata mengambil alih alun-alun di pusat Jakarta dan mengumumkan di radio nasional Indonesia bahwa mereka telah menggagalkan kudeta yang direncanakan jenderal angkatan darat.

Setelah adanya peristiwa G30S PKI, Sjam Kamaruzzaman ditangkap di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 9 Maret 1967. Di meja pengadilan ia mengaku bahwa bergerak atas perintah DN Aidit. Atas pengakuan tersebut, Sjam Kamaruzzaman dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada tahun 1986.

3. Letkol Untung Syamsuri

Letnan Kolonel Untung Syamsuri merupakan kunci di balik gerakan G30S. Ia adalah seorang komandan batalyon KK I Cakrabirawa, Pengawal Presiden Soekarno.

Pada saat G30S, Letkol Untung diduga sebagai penggerak pasukan Cakrabirawa yang melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jenderal militer. Rencana yang telah disusunnya berantakan saat para jenderal sudah ada yang ditembak di rumahnya. Beberapa yang masih hidup kemudian dieksekusi di lubang buaya.

Setelah kejadian itu, Letkol Untung melarikan diri dan menghilang. Ia melarikan diri ke daerah Jawa Tengah. Namun, ia berhasil ditangkap saat berada di Bus di Brebes, Jawa Tengah. Sama seperti pelaku G30S lainnya, ia dieksekusi mati pada bulan Maret tahun 1966, satu tahun setelah kejadian G30S.

4. Brigjen Soepardjo

Brigjen Soepardjo merupakan Komandan Komando Tempur di Kalimantan. Ia membawahi ribuan prajurit dalam rangka persiapan perang melawan Malaysia. Tetapi ketika menjelang peristiwa G30S, ia pulang ke Jakarta. Ia diduga dibina oleh Sjam Kamaruzzaman yang berasal dari biro khusus PKI.

Di dalam G30S, Soepardjo yang memiliki jabatan tinggi justru berada di bawah Letkol Untung sebagai wakil komandan. Meskipun menerima jabatan tersebut, ia kerap mempertanyakan keputusan tersebut kepada Letkol Untung.

Soepardjo memiliki peranan penting yakni sebagai juru bicara G30S yang menemui Soekarno dan menjelaskan peristiwa tersebut. Namun, ternyata Soekarno tidak mendukung adanya aksi G30S, tetapi juga tidak mengutuknya.

Soekarno hanya meminta Soepardjo beserta kawan-kawan untuk berhenti bergerak. Soepardjo kemudian ditangkap oleh Satgas Kalong pada tanggal 12 Januari 1967. Pada bulan Maret, Soepardjo diseret ke mahmilub dan dijatuhi eksekusi mati dengan cara ditembak.

5. Kolonel Abdul Latief

Kolonel Abdul Latief merupakan komandan brigade infanteri I/Djaja Sakti. Ia memiliki jabatannya yang strategi dan membawahi pasukan pengaman ibu kota. Bersama dengan Letkol Untung dan Brigjen Soepardjo, Kolonel Abdul Latief menjadi salah satu perwira yang menjadi pelaku utama G30S.

Setelah G30S gagal, ia ditangkap oleh Tentara Siliwangi di sebuah rumah yang berada di Benhil, Jakarta. Kakinya ditembak ditusuk bayonet. Selama puluhan tahun ia berada di ruang isolasi dan mendapatkan penyiksaan. Kakinya yang mengalami luka tak pernah diobati dengan serius sehingga menyebabkan banyaknya belatung.

Latief diperlakukan demikian karena ia memegang rahasia Soeharto. Sebelum G30S, ia telah memberi tahu Soeharto mengenai rencana penculikan para dewan jenderal. Ia memang terkenal dekat dengan Soeharto. Meskipun tak dieksekusi mati, Latief mendapatkan siksaan selama puluhan tahun. Setelah reformasi ia baru dibebaskan dan meninggal dunia pada tahun 2005.