Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak langsung mengantarkan bangsa Indonesia menuju kedamaian dan ketentraman. Pada saat itu para pasukan lawan masih mencoba untuk mengambil alih kekuasaan Indonesia. Salah satunya adalah Pertempuran Margarana di Bali.
Pertempuran Margarana atau perang Puputan Margarana adalah pertempuran antara warga Bali melawan pasukan Belanda yang terjadi di Tabanan, Bali pada tanggal 20 November 1946. Pertempuran ini terjadi karena Bali menolak adanya Perjanjian Linggarjati.
Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda. Dalam isinya, Belanda hanya mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Maka Bali tidak diakui sebagai bagian dari Indonesia. Hal ini membuat warga Bali murka hingga akhirnya melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda yang ada di Bali.
Berikut tokoh yang terlibat dalam perang Puputan Margarana
I Gusti Ngurah Rai
Sejarah menyebutkan bahwa dari pihak Indonesia tokoh yang andil dalam perang Puputan Margarana ini adalah I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin anggota yang ikut bertempur dalam perang ini. I Gusti Ngurah Rai menolak adanya Negara Indonesia Timur (NIT) yang akan dibentuk oleh Belanda.
I Gusti Ngurah Rai merupakan komandan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil yang dibentuk beliau bersama kawan-kawannya. Mendengar hasil dari perjanjian Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda yang isinya merugikan Indonesia khususnya Bali.
Kerugian tersebut tidak diakui sebagai bagian dari Negara Indonesia ini menjadikan beliau murka dan memerintahkan pasukannya untuk menyerang markas pertahanan militer Belanda di Tabanan. Mereka bersama I Gusti Ngurah Rai melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan melawan pasukan Belanda.
Pasukan Belanda mengerahkan segala kekuatannya untuk memukul mundur pasukan Bali, hingga akhirnya dari pihak Bali sekitar 70-an orang gugur dan dari pihak Belanda gugur sekitar 500 orang.
Letnan Kolonel F. Mollinger dan Kapten J.B.T Konig
Sedangkan dari pihak Belanda ada kapten Letnan Kolonel F. Mollinger dan Kapten J.B.T Konig yang memimpin pasukan Belanda. Awalnya Belanda mengajak berunding melalui surat dari Letnal Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai.
Perundingan tersebut bertujuan kedatangan Belanda ke Bali yaitu untuk melucuti senjata Jepang, namun permintaan tersebut ditolak oleh I Gusti Ngurah Rai. Beliau menegaskan bahwa selama Belanda masih di Bali, maka pejuang dan rakyat Bali akan terus melawan Belanda sampai akhir.
Akhirnya peperangan pun tidak dapat terelakkan lagi. Meskipun pasukan dari Indonesia mengalami kekalahan dan Belanda tetap menguasai wilayah Bali. Tetapi perang puputan Margarana di Bali ini menjadi suatu sejarah yang akan terus dikenang bagi bangsa Indonesia khususnya Bali.
Perang tersebut mengajarkan betapa gigihnya para pahlawan dahulu untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari para penjajah. Kejadian ini akhirnya diabadikan dalam monumen Nasional Pujaan Bangsa Margarana sebagai peringatan kejadian Puputan Margarana.